Komnas HAM: Ada 3 Klaster Pelaku Obstruction of Justice
Terbaru

Komnas HAM: Ada 3 Klaster Pelaku Obstruction of Justice

Tujuannya agar agar dapat mengetahui seberapa besar kadar kesalahannya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Puluhan personil Polri menjalani pemeriksan di Inspektorat Khusus (Itsus) Mabes Polri karena diduga melanggar etika dan profesi Polri akibat ketidakprofesionalan dalam menangani kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. Pelanggaran etik pun mengarah pada dugaan perbuatan obstruction of justice. Atas kasus ini, ada usulan perlunya mengklaster dalam menentukan kadar pelanggaran etik.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara mengatakan personil Polri yang melakukan pelanggaran etik yang diduga kuat terlibat obstruction of justice harus diganjar sanksi sesuai dengan perbuatannya. Pemberian sanksi sebagaimana mengacu pada Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Mengacu informasi yang dikantongi Komnas HAM, setidaknya ada 97 personil yang menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Dia menilai pemeriksaan terhadap sejumlah personil tersebut oleh Inspektorat Khusus (Itsus) sejalan dengan rekomendasi Komnas HAM terhadap penanganan kasus tersebut. Tapi, terkait pemberian sanksi etik, Komnas HAM menyarankan perlunya menerapkan mekanisme klaster.

“Komnas HAM memandang ada tiga klaster,” ujarnya melalui keterangannya, Kamis (1/9/2022) kemarin.

Baca Juga:

Pertama, berupa pemberian sanksi pidana dan pemecatan terhadap personil Polri yang terbukti bertanggung jawab memerintahkan atas kewenangannya membuat skenario. Kemudian mengkonsolidasikan personil, polisi serta merusak dan menghilangkan barang bukti. Kedua, pemberian sanksi etik berat. Menurutnya, klaster kedua tersebut diberikan terhadap personil Polri yang terbukti berkontribusi serta mengetahui terjadinya tindak pidana obstruction of justice dalam proses penyidikan kasus kematian Brigadir J.

Ketiga, pemberian sanksi ringan terhadap personil Polri yang hanya sebatas menjalankan perintah atasan tanpa mengetahui substansi peristiwa tindak pidana obstruction of justice. Menurutnya, mekanisme klaster dalam rangka memetakan personil Polri yang boleh jadi hanya menjalankan perintah atasan tanpa mengetahui peristiwa sebenarnya. Tapi, personil tersebut tetap harus menjalani pemeriksaan. Tujuannya agar dapat mengetahui seberapa besar kadar kesalahannya.

Terpisah, Guru Besar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Prof Suparji Ahmad berpandangan penetapan tersangka terhadap 7 orang perwira sebagai tersangka dalam tindak pidana obstruction of justice penyidikan kematian Brigadir J sebagai langkah tegas Polri. Menurutnya, langkah lanjutan yang mesti dilakukan dengan mengurai kesalahan masing-masing tersangka.

Tags:

Berita Terkait