Komitmen Presiden Jokowi dalam Pemberantasan Korupsi Tahun 2017 Diragukan
Berita

Komitmen Presiden Jokowi dalam Pemberantasan Korupsi Tahun 2017 Diragukan

Fenomena pemberantasan korupsi di tahun 2017 ini seharusnya menjadi agenda penting rezim pemerintahan Jokowi, bukan menjadi era kegelapan bagi pemberantasan korupsi.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Diskusi bertema Catatan Akhir Tahun 2017: Satu Tahun Politik Anti Korupsi Pemerintahan Jokowi di Jakarta, Rabu (27/12). Foto: AID
Diskusi bertema Catatan Akhir Tahun 2017: Satu Tahun Politik Anti Korupsi Pemerintahan Jokowi di Jakarta, Rabu (27/12). Foto: AID

Tahun 2017 menjadi tahun yang berat bagi agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai hal terjadi sepanjang tahun ini yang mengakibatkan pemberantasan korupsi terancam berhenti. Sejumlah alasan menghiasi hal ini. Mulai dari keterlambatan penanganan kasus korupsi, adanya Pansus Angket DPR terhadap KPK, dan tindakan-tindakan akrobat lainnya untuk melakukan pelemahan terhadap KPK. Serta, telah 257 hari belum terungkapnya pelaku penyiraman terhadap Novel Baswedan.

 

Ini yang membuat komitmen Presiden Jokowi terhadap agenda pemberantasan korupsi di tahun 2017 diragukan. Langkah politik pemerintahan Jokowi dirasa belum berpihak pada gerakkan antikorupsi. Kesimpulan ini mengemuka dalam diskusi Madrasah Anti Korupsi bertajuk “Catatan Akhir Tahun 2017: Satu Tahun Politik Anti Korupsi Pemerintahan Jokowi” di Jakarta, Rabu (27/12).

 

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai, terkait komitmen awal Presiden Jokowi tiga tahun lalu mengenai pemberantasan korupsi yang belum terlaksana menjadi hutang Presiden Jokowi. “Jika dikategorikan dalam sebuah nilai mantap, sangat mantap, parah, sangat parah. Jelas saya mengatakan sangat parah pemberantasan korupsi satu tahun terakhir kepemimpinan Jokowi,” kata Dahnil.

 

Terlebih, dalam satu tahun terakhir ini pula, Dahnil mengatakan, pemberantasan korupsi bukan semakin membaik tetapi semakin mengalami penurunan.  Fenomena pemberantasan korupsi di tahun 2017 ini seharusnya menjadi agenda penting di rezim pemerintahan Jokowi, bukan menjadi era kegelapan bagi pemberantasan korupsi.

 

Ia menjelaskan, yang paling sederhana saja, terkait pelemahan KPK yang dilakukan banyak pihak seharusnya Presiden Jokowi mengawal dan berkontribusi terhadap tindakan-tindakan pelemahan KPK. “Tapi sayangnya, Presiden Jokowi absen dalam hal ini. Dan, seharusnya tindakan pemberantasan korupsi dimulai dari kantor Presiden (Istana Red),” tuturnya.

 

Apalagi, menurutnya, sejak adanya kriminalisai terhadap beberapa pimpinan KPK seperti Abraham Samad, Bambang Wijayanto terlihat sekali adanya tindakan upaya pelemaham KPK yang dilakukan sangat masif. Dan, pelemahan yang masih ini mengakibatkan KPK akan kehilangan otoritasnya. Bahkan, beberapa pimpinan KPK akan menjadi kehilangan keberaniannya, terutama kasus yang berkaitan dengan polisi.

 

Dahnil mengatakan, dalam waktu dekat ini kasus penyiraman terhadap Novel Baswedan belum kunjung tuntas. “Sudah 8 bulan lebih atau 257 hari pelaku dari tindakan penyiraman ini belum kunjung ditemukan. Dan terlebih Presiden Jokowi tidak menunjukkan sikap yang terang,” katanya.

 

Ia berpendapat bahwa pemberantasan korupsi saat ini mengalami situasi yang tersulit, di mana beberapa pihak melakukan pembelaan terhadap praktik-praktik korupsi. Dahnil menjelaskan yang terakhir ini berupa perusakan dua alat bukti yang diduga dilakukan sejumlah oknum. Menurutnya, yang menjadi pertanyaan besar mengapa merusak dua alat bukti itu? “Nah, jangan-jangan benar yang dibilang Novel Baswedan bahwa ada keterlibatan Jenderal Polisi terhadap kasus penyiraman Novel,” ujarnya.

 

Ia mengungkapkan untuk melihat kinerja Presiden Jokowi bukan dilihat dari tahun 2018 besok dan 2019. Karena, menurut Dahnil itu sudah merupakan langkah politik Jokowi untuk memenangkan pemilu berikutnya di tahun 2019. “Yang harus dilihat adalah tiga tahun belakangan ini apa saja kinerja kepemimpinan jokowi. Jadi tindakan tahun 2018 hingga 2019 itu sepenuhnya produksi kepentingan pemilu,” katanya.

 

 

Aktivis HAM dan Antikorupsi, Haris Azhar mengatakan, pemberantasan korupsi di era kepemimpinan Jokowi juga harus dilihat dalaam faktor lain tidak hanya terkait kasus e-KTP yang saat ini sedang ditangani oleh KPK. “Namun, ada juga mengenai persoalan digital, cyber dan infrastruktur yang juga dapat memiliki potensi nilai korupsi yang tinggi,” katanya.

 

Ia menjelaskan korupsi ini identik dengan uang, makanya bisnis berupa digital dan infrastruktur yang merupakan agenda utama Presiden Jokowi ini kemungkinan berpotensi terjadi adanya korupsi. “Meski, diawasi infrastruktur diawasi oleh Kejaksaan Agung, belum tentu tidak ada perbuatan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

 

Haris mengatakan, kerja KPK yang sedang membaik malah diberedel dengan hadirnya Pansus DPR. “Tidak hanya itu, pimpinan KPK saat ini seperti sedang memperdagangkan mata Novel Baswedan yang disiram air keras serta uang rakyat. Dan seharusnya persoalan korupsi memang bukan hanya dilakukan oleh kelembagaan seperti KPK tetapi lebih tepatnya adalah Presiden,” katanya.

 

Menurut Haris, tujuh tahun ke depan, jika Jokowi dua periode menjadi Presiden maka dirasa akan tetap sama dengan tiga tahun ke belakang dalam penanganan pemberantasan tindak pidana korupsi. “Tidak akan mengalami perubahan peningkatan. Sama saja seperti saat ini,” tegasnya.

 

Senada, Wakil Kordinator ICW, Ade Irawan mengatakan, dengan Nawacita Jokowi yang salah satunya adalah mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi tidak ada perubahan yang terlihat. “Korupsi masih melentang luas, bahkan masuk dalam ranah kementerian yang salah satunya pula kementerian desa hingga kepada kepala desa dan unsur perangkat desa,” katanya.

 

Ia menjelaskan korupsi saat ini tidak hanya ada pada tingkat birokrasi yang di atas namun juga menyebar pada tingkat desa yang juga telah banyak ditangkap oleh KPK. “Ini sangat memprihatinkan dalam kondisi pembangunan desa saat ini yang dicanangkan pada pemerintahan Jokowi,” tuturmya.

 

Ade menilai Presiden saat ini pun tidak melakukan apa-apa dalam pemberantasan korupsi. “Ia tidak melakukan upaya terhadap partai pendukungnya (di DPR, red) untuk tidak menekan KPK,” ungkapnya. Ade pun mengungkapkan bahwa pemberantasan korupsi saat ini hanya dilakukan dari hilirnya saja tidak sampai ke hulu.

 

Ia pun merasa tidak puas terhadap kinerja Presiden Jokowi. Menurutnya, seharusnya Jokowi tidak hanya menempatkan Nawacita sebagai program saja tetapi juga memastikan berjalannya sebuah program tanpa adanya korupsi, salah satunya program yang tengah diunggulkan yakni pembangunan infastruktur.

Tags:

Berita Terkait