Komitmen PP INI Perkuat Peran Notaris di Era Revolusi 5.0
Pojok INI

Komitmen PP INI Perkuat Peran Notaris di Era Revolusi 5.0

Menjadi hal yang baru, keberadaan cyber notary perlu dijaga dan dilindungi undang-undang, agar tidak menjadi bumerang yang melemahkan jabatan notaris.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit
Pengurus PP INI, narasumber, dan tamu undangan seminar internasional INI, Selasa (30/4). Foto: Fian.
Pengurus PP INI, narasumber, dan tamu undangan seminar internasional INI, Selasa (30/4). Foto: Fian.

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) kembali seminar internasional bertajuk ’Peran Ikatan Notaris Indonesia yang Visioner Untuk Mempersiapkan Notaris Menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Memperkuat Keberadaan Notaris Civil Law’ pada Selasa, 30 April di Ballroom Universitas YARSI, Jakarta Pusat. Acara ini merupakan kolaborasi lanjutan INI dengan The German Federal Chamber of Notaries dan Universitas YARSI.

 

Sejumlah isu menarik dibahas dalam seminar internasional ini, di antaranya peran wadah tunggal bagi organisasi notaris, pengelolaan keuangan, dan kesejahteraan anggota; digitalisasi dan perangkatnya dengan tetap mempertahankan civil law; cyber notary dan best practice-nya; pelindungan hukum untuk notaris; masa kedaluwarsa akta notaris; penyimpanan akta; hingga diskusi mengenai perlunya revisi sejumlah pasal—seperti Pasal 15, 16, 22, 66, dan 82 UU Jabatan Notaris.

 

Ketua Umum PP INI, Tri Firdaus Akbarsyah mengungkapkan, seminar internasional ini bertujuan sebagai wadah diskusi dan bertukar pengalaman, tentang pelaksanaan jabatan notaris pada masing-masing negara. Apalagi, Jerman dan Indonesia sama-sama menganut sistem civil law. Tri Firdaus juga menambahkan, di tengah perkembangan teknologi, penting untuk melihat praktik digitalisasi pada pelaksanaan jabatan notaris.

 

”Kami ingin mengetahui, berdasarkan pengalaman-pengalaman notaris di Jerman. Sekarang, kita sudah mengenal artificial intelligence. Jerman punya sistem yang sangat bagus dan sudah sangat maju cyber notary-nya. Inilah yang harus kita pelajari untuk berkembang,” kata Tri Firdaus.  

 

Cyber notary sendiri merupakan suatu konsep mengenai pelaksanaan kewenangan notaris berbasis teknologi informasi. Menjadi hal yang baru, keberadaan cyber notary perlu dijaga dan dilindungi undang-undang, agar tidak menjadi bumerang yang melemahkan jabatan notaris.

 

Seminar terbagi atas tiga sesi. Sesi pertama, membahas tentang best practice hingga tantangan notaris di German dan Austria—termasuk kehadiran cyber notary yang diwakili oleh pembicara dari The German Federal Chamber of Notaries, Lovro Tomasic dan Notaris Austria, Prof. Dr. Harald Sippel, M.B.A.

 

“Meskipun teknologi sudah dapat digunakan, jangan sampai mencederai kepercayaan masyarakat. Di Jerman, notaris mengedepankan prinsip transparasi. Jika ada kesalahan yang diduga dilakukan notaris, maka akan dikenakan perlakuan yang sama seperti warga negara lain, seperti pertanggungjawaban perdata, pidana, dan disipliner,” kata Lovro.

 

Sesi kedua, dipandu oleh Sekum PP INI, Dr. Agung Iriantoro, S.H., M.H. dan Taufik S.H., M.Kn.; juga Dekan Fakultas Hukum Universitas YARSI, Dr. Mohammad Ryan Bakry, S.H., M.H. Sesi ini membahas tentang pertimbangan dan landasan pentingnya perubahan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan transformasi teknologi dalam pelaksanaan jabatan notaris. Menurut Agung, perubahan UUJN dilakukan untuk menampung perkembangan hukum, teknologi, tingkat kebutuhan masyarakat untuk memperoleh keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat, terutama bidang perekonomian dan perbuatan hukum masyarakat. Terdapat beberapa materi perubahan UUJN yang perlu mendapatkan perhatian, di antaranya istilah notaris sebagai pejabat umum, kewenangan, hak notaris, pelindungan hukum terhadap notaris, peran organisasi notaris, hingga cyber notary.

 

Sesi ketiga, hadir sebagai pembicara seminar yaitu Kepala Bagian Peraturan Perundang-undangan PP INI, Dr. I Made Pria Dharsana, S.H., M.Hum. yang memaparkan materi ’Tinjauan Komparatif dan Prospek Cyber Notary di Indonesia dan Jerman’, Dr. I Made Pria Dharsana, S.H., M.Hum. dan Dr. Pieter Latumenten, S.H. Sp.N., M.H.; juga Kaprodi MKN Universitas YARSI, Dr. Chandra Yusuf, S.H., LL.M., M.B.A., M.Mgt. dengan materi ’Kewenangan Notaris dalam UU Jabatan Notaris Ditengah Era Digital’.

 

Cyber notary merupakan konsep pelaksanaan kewenangan notaris berbasis teknologi informasi. Indonesia tidak dapat sepenuhnya menerapkan konsep ini, karena sistem ini berasal dari sistem common law (terkait keabsahan akta dan sistem pembuktian). Namun, kita tidak dapat menghindari perkembangan iptek, globalisasi, modernisasi, sehingga harus juga diimbangi peningkatan kualitas SDM,” ungkap Chandra Yusuf.

 

Menjadi Masukan bagi Pemerintah

Hukumonline.com

Seminar internasional kerja sama INI, Universitas YARSI, dan The German Federal Chamber of Notaries. Foto: Fian.

 

Ke depannya, Tri Firdaus berharap, hasil seminar internasional bukan hanya menjadi forum edukasi semata, tetapi juga dapat memberikan masukan bagi DPR dan pemerintah. Bagaimanapun, pesatnya perkembangan notaris di Indonesia harus pula dibarengi oleh peraturan perundang-undangan yang mumpuni. Mengingat, dalam pelaksanaan jabatannya, notaris tidaklah lepas dari aturan dan undang-undang.

 

”Kemajuan teknologi telah membantu pekerjaan notaris. Dengan adanya seminar ini, paling tidak kita dapat memberikan masukan dan gambaran tentang perkembangan notaris di luar sana dan apa yang bisa kita terapkan di Indonesia. Mau tidak mau, kita harus mengikuti sehingga dapat maju bersama,” ujar Tri Firdaus.

 

Sementara itu, Sekum PP INI,  Agung Iriantoro menjelaskan, seminar ini merupakan bentuk studi komparatif untuk memahami digitalisasi di kenotariatan, melalui mekanisme dan pelindungan hukumnya. Selama ini, PP INI telah mengupayakan penguatan posisi civil notary, melalui penyelenggaraan seminar nasional. Kepada para anggota, PP INI akan terus memberikan informasi dan edukasi melalui pengwil, pengda, dan anggota—khususnya untuk memahami UU Jabatan Notaris, UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, UU Pelindungan Data Pribadi, serta UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

 

”Undang-undang ini harus disesuaikan, supaya ada pelindungan dan kepastian hukum kepada penghadap dan masyarakat, maupun notarisnya sendiri. Kita juga harus memberikan pemahaman dan kulturnya. Bagaimana pendapat hukum dari penegak hukum itu sendiri, dan bagaimana budaya masyarakatnya ini bisa memahami tentang digitalisasi, sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan atau penyalahgunaan digital. Inilah yang ke depannya akan dipikirkan untuk indonesia, bagaimana notaris Indonesia tidak ketinggalan disrupsi. Ini perlu kita upayakan. Mungkin tidak bisa kita lakukan secara global, tetapi parsial (bertahap),” pungkas Agung.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI).

 

Tags:

Berita Terkait