Menagih Kembali Komitmen Pemerintah Merampungkan Pelanggaran HAM Berat
Terbaru

Menagih Kembali Komitmen Pemerintah Merampungkan Pelanggaran HAM Berat

Pengungkapan kebenaran merupakan manifestasi atas pemenuhan hak atas keadilan antar generasi, untuk memutus rantai trauma terhadap generasi muda di masa mendatang.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi pelanggaran HAM. Foto: BAS
Ilustrasi pelanggaran HAM. Foto: BAS

Sejumlah pekerjaan rumah pemerintah dalam menyelesaikan persoalan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat belum juga rampung. Padahal, negara wajib memenuhi HAM setiap orang atas peristiwa masa lalu. Karenanya perlu penguatan komitmen politik pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

“Indonesia dengan segudang pekerjaan rumah terkait pelanggaran HAM yang berat, terbukti masih gagal dalam memenuhi kewajibannya,” ujar Direktur Eksekutif Elsam, Wahyudi Djafar melalui keterangan tertulis kepada Hukumonline, Kamis (25//3/2022) kemarin.

Bagi Wahyudi, sejatinya negara berkewajiban mengungkap kebenaran yang menjadi hak korban dan keluarganya untuk mengetahui peristiwa yang terjadi. Selain itu, pengungkapan kebenaran merupakan manifestasi atas pemenuhan hak atas keadilan antar generasi, untuk memutus rantai trauma terhadap generasi muda di masa mendatang.

Dia berpendapat, pengungkapan kebenaran harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah yang dapat memberikan rasa keadilan dan kepuasan (satisfaction) bagi korban dan keluarganya. Sejalan, pengungkapan kebenaran wajib beriringan dengan proses penegakan hukum dan pemulihan yang efektif. Nah kewajiban itupun tertuang dalam dokumen Komisi HAM PBB tentang prinsip-prinsip terbaru mengenai perlindungan dan pemajuan HAM melalui langkah-langkah untuk melawan impunitas tahun 2005.

Baca Juga:

Dalam catatannya, sejak tahun 1965 setidaknya terdapat 15 kasus pelanggaran HAM berat. Mulai dari pembantaian massal, pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing), pemerkosaan, penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, dan perampasan hak-hak sosial, sipil, dan politik. Ironisnya, pemerintah belum pernah secara resmi mengakui dan menyatakan permintaan maaf atas kasus-kasus kelam tersebut. Padahal, pengakuan dan permintaan maaf telah menjadi kewajiban moral yang telah dipraktikkan oleh banyak negara di dunia.

Wahyudi mengingatkan bahwa pengungkapan kebenaran telah dimandatkan TAP MPR No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. TAP MPR itu memandatkan pembentukan Komisi Pengungkapan Kebenaran dan Rekonsiliasi. Lagi-lagi ironisnya, pengungkapan kebenaran sebagai salah satu agenda reformasi, yang sampai saat ini masih jauh panggang dari api.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait