Komitmen Kedua Capres Diragukan dalam Penegakan Hukum Lingkungan
Berita

Komitmen Kedua Capres Diragukan dalam Penegakan Hukum Lingkungan

Penegakan hukum di sektor lingkungan hidup tergolong buruk.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Kedua pasangan capres dan cawapres dalam Pilpres 2019. Foto: RES
Kedua pasangan capres dan cawapres dalam Pilpres 2019. Foto: RES

Sebagai salah satu ajang kampanye, debat calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) kedua bakal digelar pada 17 Februari 2019 yang diikuti pasangan capres-cawapres, Joko Widodo-Ma’ruf Amin (Jokowi-Ma’ruf) dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (Prabowo-Sandi). Tema debat kedua yang diusung soal Energi, Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup.

 

Dalam visi dan misi pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Jokowi-Ma’ruf mengusung tema mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan. Tema besar itu memuat 3 program, salah satunya penegakan hukum dan rehabilitasi lingkungan hidup. Sementara pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo-Sandi, dalam visi dan misi yang dilayangkan ke KPU berjanji akan memberikan hukuman berat bagi perusahaan yang terlibat pembalakan liar; kebakaran hutan; dan pembunuhan hewan langka yang dilindungi.

 

Selain itu, pasangan ini punya misi berupaya mencegah dan menindak tegas pelaku pencemaran lingkungan; pembakaran hutan serta melindungi keanekaragaman hayati, flora dan fauna. Pasangan nomor urut 02 ini juga mendorong usaha pertambangan yang ramah lingkungan dan menertibkan pertambangan liar.

 

Koordinator Jatam, Merah Johansyah meragukan komitmen kedua kandidat dalam isu lingkungan hidup. Merah melihat setiap pasangan calon mendapat dukungan yang besar dari pengusaha pertambangan. Jatam yakin kegiatan industri pertambangan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup. Dalam visi dan misi kedua kandidat Merah tidak melihat isu krusial yang dihadapi masyarakat terkait lingkungan hidup, semisal pencemaran limbah perusahaan tambang dan kriminalisasi pejuang lingkungan.

 

“Debat capres-cawapres tidak relevan jika membicarakan perlindungan lingkungan hidup karena mereka tersandera kepentingan pengusaha tambang,” kata Merah dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (11/2/2019). Baca Juga: Debat Capres II Diminta ‘Bongkar’ Problem Isu Lingkungan dan SDA

 

Merah mencatat isu penegakan hukum, khususnya penambangan liar yang diusung kedua pasangan calon sama seperti visi dan misi sebelumnya dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014. Selain penambangan liar, penambangan legal yang dilakukan industri, menurut Merah juga berkontribusi dalam perusakan alam dan lingkungan.

 

Kedua kandidat, menurut Merah masih menggantungkan kemajuan perekonomian nasional pada sektor tambang. Padahal, nilai tambahnya berumur pendek dan tidak dapat diperbarui. Perekonomian nasional belum mendorong ekonomi selain tambang yang sifatnya lebih berkeadilan dan berdaya pulih seperti petani kopi di Dairi yang melawan timah hitam. Kemudian pertanian di Samarinda yang melawan tambang batu bara dan perikanan warga Takalar, Sulawesi Selatan yang melawan tambang pasir laut.

 

Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional Walhi, Khalisah Khalid mengatakan organisasinya meragukan komitmen kedua pasangan calon terhadap perlindungan lingkungan hidup. Terhadap isu lingkungan yang diangkat Jokowi-Ma’ruf, Walhi menilai tak jauh beda seperti visi dan misi dalam nawacita. Seharusnya sebagai petahana Jokowi lebih konkrit menjabarkan penguatan sistem pertanggungjawaban korporasi secara perdata dan pidana.

 

Terkait janji politik kubu Prabowo-Sandiaga untuk mendorong pertanggungjawaban perusahaan atas kerusakan lingkungan sebagaimana termaktub dalam visi dan misi yang disampaikan ke KPU, Walhi melihat sedikitnya ada 2 hal yang keliru. Pertama, pemberian hukuman seberat-beratnya hanya bisa dilakukan pemerintah selaku eksekutif pada ranah administrasi. Untuk ranah perdata dan pidana harus dilakukan melalui lembaga peradilan. Penegakan hukum ini harus mengacu dasar hukum yang jelas, bukan kemauan bebas pemerintah.

 

Kedua, Walhi mencatat dalam pilar dan program aksi Prabowo-Sandi mendorong pertanggungjawaban terhadap pemilik perusahaan dan pelaku perusakan lingkungan hidup. Walhi menilai hal ini menunjukan Prabowo-Sandiaga keliru dan tidak konsisten tentang apa yang dimaksud dengan pertanggungjawaban hukum korporasi.

 

Khalisah mengatakan visi dan misi kedua pasangan calon tidak menyinggung persoalan yang dihadapi masyarakat seperti penyelesaian konflik agraria. Padahal ini merupakan masalah struktural yang ada di sektor agraria. “Walhi meragukan komitmen kedua pasangan calon dalam isu lingkungan hidup dan kemanusiaan,” kata dia.

 

Perkuat PPNS dan Inspektur

Terpisah, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah berpendapat penegakan hukum di sektor lingkungan hidup tergolong buruk. Misalnya, kasus puluhan anak yang tewas di lubang bekas tambang batu bara. Kemudian, soal perizinan, tidak ada uji tuntas kelayakan (due diligence) yang dilakukan sebelum izin itu diterbitkan. Akibatnya ada ribuan izin yang masuk kategori non clear and clean (CnC).

 

Penegakan hukum lingkungan menurut Maryati juga perlu memperhatikan UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ini berkaitan dengan kepemilkan perusahaan tambang karena diduga kuat ada oligarki dalam industri tambang. Kemudian terkait dengan pidana lingkungan hidup seperti penambangan yang menggunakan bahan berbahaya seperti merkuri, tidak ada tindakan tegas.

 

Maryati mengusulkan pemerintah ke depan perlu memperkuat PPNS dan Inspektur tambang di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Penegakan hukum dalam kasus kebakaran hutan yang dilakukan melalui gugatan yang dilayangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) patut dicontoh kementerian ESDM.

 

Dengan anggaran kurang dari Rp 10 triliun, Maryati melihat KLHK mampu mendorong penegakan hukum lingkungan hidup dalam kasus kebakaran hutan dan lahan. Sementara anggaran Kementerian ESDM mencapai ratusan triliun rupiah, tapi PPNS dan inspekturnya minim. “Inspektur tambang sering dipindah-pindah, dan pengawas di lapangan tidak ada. Padahal penegakan hukum sangat penting disini,” bebernya.

 

Terkait korupsi di bidang lingkungan hidup dan sumber daya mineral, Maryati berpendapat KPK sudah banyak melakukan penelusuran, tapi terbatas pada soal perizinan. Padahal banyak praktik mafia seperti ekspor batubara dan minyak di perbatasan yang belum tersentuh.

Tags:

Berita Terkait