Komite Aksi Solidaritas untuk Munir Somasi Pemerintah
Berita

Komite Aksi Solidaritas untuk Munir Somasi Pemerintah

Gara-gara pembebasan bersyarat Pollycarpus.

ADY
Bacaan 2 Menit
Sejumlah aktivis HAM tergabung dalam KASUM memberikan keterangan pers tentang somasi terhadap pemerintah terkait pembebasan bersyarat Pollycarpus. Foto: RES
Sejumlah aktivis HAM tergabung dalam KASUM memberikan keterangan pers tentang somasi terhadap pemerintah terkait pembebasan bersyarat Pollycarpus. Foto: RES
Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) mengancam akan melayangkan somasi kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Somasi dilayangkan bersamaan dengan aksi Kamisan di depan Istana Negara.

Sekretaris Eksekutif Kasum, Choirul Anam, mengatakan somasi bukan sekadar upaya hukum, tetapi juga teguran politik kepada pemerintahan Jokowi-JK. Ini juga menjadi pengingat karena dalam kampanye pencalonannya Jokowi-JK mengusung isu penegakan HAM dan reformasi hukum. "Kami mengingatkan Jokowi, dia punya Nawa Cita untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM,’ kata Anam di Jakarta, Rabu (03/12)

Pembebasan bersyarat terpidana pembunuhan Munir, Pollycarpus B. Priyanto dinilai Kasum sebagai preseden buruk penegakan HAM. Namun Menteri Yasonna H Laoly menegaskan pembebasan bersyarat itu secara formal sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Anam berharap Presiden Jokowi bersedia membatalkan pembebasan bersyarat. Mengirimkan somasi kepada Presiden adalah dalam rangka mendorong Presiden memerintahkan Menteri Hukum dan HAM untuk membatalkan pembebasan bersyarat Polly. Kasum member waktu 7 hari kepada pemerintah untuk mengambil keputusan.

Jika somasi tak ditanggapi, Kasum mengancam akan membawa masalah ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). PTUN yang akan memutuskan apakah keputusan Menteri tentang pembebasan bersyarat Polly sudah memenuhi syarat atau belum.

Wakil Koordinator Bidang Advokasi KontraS, Yati Andriyani, berpendapat ada kejanggalan dalam proses pembebasan bersyarat Polly. Mengacu Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 1 Tahun 2007 tentang Pembebasan Bersyarat, pemberian pembebasan bisa dilakukan jika terpidana menyesali tindakan yang telah dilakukan. Yati menilai syarat itu tak terpenuhi dalam kasus pembunuhan Munir.

Direktur Eksekutif Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Muji Kartika Rahayu, mengatakan kasus ini harus dijadikan bahan pelajaran agar Ditjen Pemasyarakatan (Kementerian Hukum dan HAM) lebih terbuka. Terutama berkaitan dengan syarat-syarat pembebasan bersyarat dan kriteria yang dipakai. Kementerian harusnya mempublikasikan syarat apa saja yang sudah dipenuhi Polly sehingga mantan pilot Garuda itu mendapatkan banyak remisi dan kemudian pembebasan bersyarat.

Anam yakin pembunuhan Munir dilakukan secara sistematis, sehingga layak dikategorikan dalam pelanggaran HAM berat sebagaimana dimaksud UU No. 26 Tahun 2000. Anam meminta aparat penegak hukum untuk mengusut keterlibatan tokoh lain dalam pembunuhan itu. Presiden Jokowi bisa memerintahkan Komnas HAM dan Kejaksaan Agung untuk bekerjasama.

Direktur Program Imparsial, Al Araf, mengingatkan Munir dibunuh pada  2004 pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Dibebaskannya Pollycarpus dimasa pemerintahan Jokowi memunculkan dugaan adanya korelasi pemerintahan sekarang dengan era Megawati Soekarnoputri. Apalagi, sejumlah orang di lingkaran Jokowi dimasa Pilpres 2014 diduga terlibat dengan kasus pembunuhan Munir. “Dugaan-dugaan itu dapat terbantahkan jika Menkumham mengoreksi keputusannya dengan mencabut SK pembebasan bersyarat Pollycarpus,” tutur Al.
Tags:

Berita Terkait