Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi: Suatu Kritik
Kolom

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi: Suatu Kritik

Setelah lama terpendam di Sekretariat Negara dan mengalami beberapa kali perubahan, akhirnya pada akhir Mei 2003 pemerintah -- melalui Departemen Kehakiman dan HAM -- menyampaikan Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR) kepada DPR. KKR merupakan implementasi dari TAP MPR Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional guna penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

Bacaan 2 Menit

 

Konteks politik yang dimaksud tentunya adalah usaha rekonsiliasi antara masyarakat pro-Indonesia dengan pro-kemerdekaan yang terjadi antara 1974 hingga 1999. Komisi juga akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah, khususnya tentang pembaharuan hukum serta institusional untuk melindungi HAM di masa yang akan datang seklaigus mempromosikan rekonsiliasi.

 

Secara tegas komisi menyatakan dirinya tidak menangani kejahatan berat, seperti pembunuhan, pemerkosaan, atau pengorganisasian kekerasan. Komisi hanya menerima kesaksian dari korban. Pelaku atau saksi tentang kejahatan berat lewat pengungkapan kebenaran. Bukti-bukti kejahatan yang muncul selama komisi bekerja akan diserahkan kepada pengadilan. CAVR memiliki karakteristik yang berbeda dari KKR lainnya adalah kata "penerimaan", disebabkan komisi juga mengakomodasi para warga Timor Leste yang telah kembali ke Timor Leste -- termasuk yang menjadi pengungsi di NTT -- Indonesia untuk diterima di masyarakatnya dengan damai.

 

Pemberian amnesti sebelum dilakukannya penuntutan terhadap para pelaku oleh negara kepada aparat negara adalah bentuk pembersihan diri negara dari dosa-dosanya. Rezim militer Uruguay sebelum turun dari tampuk kekuasaanya malah mengeluarkan undang-undang yang memberikan amnesti umum (blanket amnesty) kepada seluruh perwira yang terlibat dalam pelanggaran HAM. Mereka menyatakan, tindakan yang dilakukan semasa rezim berkuasa adalah tindakan patriotik terhadap negara. Praktek self amnesty atau blanket amnesty jelas-jelas melanggar prinsip tiada seorang pun dapat bebas dari hukuman/dihukum berdasarkan hukum yang dibuatnya sendiri (no one can be judge in their own suit). 

 

Zalaquett, seorang pengacara berkebangsaan Chili yang bekerja untuk Amnesty International dan banyak menulis soal KKR, menjelaskan salah satu persyaratan pemberian amnesti adalah berkaitan dengan jenis kejahatan yang telah dilakukan oleh pelaku. Menurutnya, amnesti tidak dapat diberikan untuk kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan genocide. Kedua kejahatan ini termasuk sebagai serious crime recognized by international law atau seringkali disebut sebagai pelanggaran HAM berat (gross violations of human rights).

 

Para pelaku adalah musuh umat manusia (hostis humani generis) yang tidak boleh dilindungi oleh kekuatana apapun termasuk kekebalan (immunity) karena jabatannya. Masyarakat internasional berkewajiban untuk melakukan penuntutan dan/atau melakukan ekstradisi (au dedere au punare).

 

Juan E. Mendez mengemukakan, terdapat empat langkah yang harus dilakukan pemerintah menyikapi hal ini sebagai bentuk tanggungjawabnya kepada rakyat. Pertama, korban berhak mendapatkan keadilan (right to see justice done) dengan digelarnya sebuah pengadilan yang bersifat independen dan imparsial.

 

Kedua, korban serta masyarakat berhak mendapatkan kebenaran (right to truth) yang artinya pemerintah dengan seluruh kekuatannya melakukan penyelidikan setiap kasus yang belum diungkap; menjelaskan semua hal yang mereka ketahui berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat serta membuka semua informasi kepada korban dan masyarakat.

Tags: