Komisi III Ragukan Hasil Seleksi Capim KPK
Berita

Komisi III Ragukan Hasil Seleksi Capim KPK

Masih terjadi perbedaan penafsiran terkait dengan wajib tidaknya memasukan unsur kepolisian dan kejaksaan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin. Foto: SGP
Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin. Foto: SGP

Belum dilakukannya uji kelayakan dan kepatutan terhadap sejumlah Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan tanpa sebab. Komisi III DPR sebagai pihak yang melakukan uji kelayakan dan kepatutan ternyata masih meragukan hasil seleksi Capim KPK oleh Tim Pansel.

“Iya meragukan,” ujar Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin, di Gedung DPR, Kamis (19/11).

Komisi III selama dua hari menggelar rapat dengan Tim Pansel. Berbagai perdebatan mencuat dalam ruang rapat. Mulai tidak adanya unsur kejaksaan hingga adanya calon yang mengajukan protes akibat tidak dimasukan dalam seleksi calon.

Menurut Aziz, proses yang dilakukan Tim Pansel terkesan tidak transparan dan akuntabel. Maka dari itu, Komisi III mempertanyakan berbagai rangkaian proses ketika melakukan seleksi.

Politisi Partai Golkar itu berpandangan, meski belum memutuskan akan mengembalikan sejumlah nama Capim KPK ke pemerintah, komisi yang dipimpinnya sudah memiliki sikap. Menurutnya, besar kemungkinan Komisi III bakal mengembalikan nama-nama Capim KPK ke pemerintah.

“Tapi nanti belum diputuskan kita lanjutkan apakah nanti kita lakukan fit and proper test atau kita kembalikan ke pemerintah untuk menempuh sesuai dengan ketentuan substansi UU,” ujarnya.

Aziz mengatakan, masih menunggu sejumlah dokumen Capim KPK dari Tim Pansel. Komisi yang membidangi hukum itu ingin mengetahui kelengkapan dokumen secara formal maupun materil. Begitu pula dengan proses seleksi yang dilakukan Pansel apakah transparan atau sebaliknya.

Komisi III, kata Aziz, berharap proses seleksi yang dilakukan Tim Pansel memenuhi substansi UU. Bila tidak, maka proses seleksi dinilai cacat. Oleh sebab itu, Komisi III bakal menjaga konstitusi dan UU. Setidaknya, kata Aziz, Komisi III tidak menginginkan proses seleksi menabrak substansi hukum dalam UU.

“Kita harus melihat hasil out put yang dilakukan pemerintah ini apakah dapat disetujui untuk dilanjutkan pemilihan pimpinan KPK atau tidak,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi III Mulfachri Harahap mengatakan, dari berbagai perkembangan dalam rapat dengan Tim Pansel Capim KPK, setidaknya terdapat beberapa persoalan. Misalnya, beberapa anggota Komisi III mempersoalkan keharusan meloloskan calon yang berlatar belakang kepolisian dan kejaksaan.

Bagi Tim Pansel KPK, dalam UU KPK tidak mengharuskan adanya unsur kepolisian dan kejaksaan. Sedangkan bagi Komisi III, ada keharusan meloloskan dari unsur kepolisian dan kejaksaan. Pasalnya, pimpinan KPK bertindak sebagai penyidik dan penuntut umum.

“Ini kan soal  perbedaan tafsir yang diyakini harus ada adalah pejabat negara,” katanya.

Kendati demikian, Mulfachri menilai Tim Pansel Capim KPK sudah bekerja secara maksimal berdasarkan kemampuan. Hanya saja hasil seleksi diserahkan ke Komisi III untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. Muara out put Pansel Capim KPK menjadi penilaian Komisi III.

“Tinggal kita sekarang menilai apakah pekerjaan mereka ini menghasilkan sesuatu yang kredibel pantas dibawa proses selanjutnya atau tidak,” ujar politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Susanto Ginting, berpandangan Komisi III mesti segera melakukan uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK. Apalagi, Presiden Joko Widodo telah mengirim sejumlah nama Capim KPK untuk segera dilakukan pemilihan dan ditetapkan DPR.

“Alih-alih melaksanakan pemilihan, DPR malah mempermasalahkan dan memanggil Pansel berkali-kali,” ujarnya.

Miko berpendapat sikap Komisi III yang mempermasalahan pembidangan yang dilakukan Pansel lantaran tidak diatur dalam UU dinilai tidak tepat. Ia menilai DPR semestinya dapat mengabaikan pembidangan, sebagaimana yang dilakukan Pansel. Menurutnya, pembidangan tersebut bersifat tidak mengikat.

Dikatakan Miko, dengan waktu yang terbatas, seharusnya proses seleksi diarahkan pada penggalian terhadap kredibilitas calon pimpinan KPK. Buan sebaliknya DPR malah mengulur waktu. Terlebih, masa jabatan pimpinan KPK Jilid III akan berakhir di penghujung desember 2015.

“Jangan sampai sikap mengulur-ulur waktu ini menjadi "daya tawar" agar RUU KPK masuk dalam Prolegnas Prioritas 2016. Wacana memasukkan RUU KPK dalam Prolegnas Prioritas 2016 seharusnya ditolak oleh Pemerintah,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait