Komisi III Heran KPK Antusias Tangani Kasus Suap Rp100 Juta
Berita

Komisi III Heran KPK Antusias Tangani Kasus Suap Rp100 Juta

“Mau banyak mau enggak, ya jangan korupsi. Tidak ada jebakan, Irman sudah lama diikutin”.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ketua DPD Irman Gusman. (Foto: Sgp)
Ketua DPD Irman Gusman. (Foto: Sgp)
Penangkapan terhadap Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman menjadi sorotan masyarakat. Tak saja orang nomor satu di lembaga DPD, namun nilai nominal suap sebesar Rp100 juta menjadi kritikan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setidaknya, KPK mestinya menangani perkara korupsi di atas Rp1 miliar.

Anggota Komisi III Muhammad Syafii berpandangan, standar operasional prosedur (SOP) KPK mengharuskan menangani kasus korupsi Rp1 miliar ke atas. Sedangkan suap sebesar Rp100 juta tidak menjadi ranah KPK untuk menangani kasus tersebut. Ia justru mempertanyakan langkah KPK yang menangani kasus suap terhadap Irman yang hanya Rp100 juta itu. “Ini ada apa,” ujarnya singkat di Gedung Parlemen, Senin (19/9).

Pria biasa disapa Romo itu meyakini tindakan Irman tidak ada kaitannya dengan kewenangannya sebagai ketua maupun anggota DPD. Pasalnya, DPD tidak memiliki kewenangan mengatur atau mempengaruhi terhadap kuota impor gula yang menjadi ranah Kementrian BUMN. Apalagi, BUMN menjadi mitra kerja Komisi VI DPR.

“Jadi tidak ada kaitannya dengan penyalahgunaan jabatan. Kalau pun ada kaitannya, itu pun dengan anggota DPR yang menangani BUMN. Jadi kalau dari jumlahnya rada aneh Rp100 juta,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu lebih lanjut mengaku heran dengan KPK yang sedemikian antusias terhadap kasus suap yang nilainya Rp100 juta. Padahal, banyak kasus yang sudah diduga kuat menimbulkan kerugian negara, seperti kasus Sumber Waras tak juga digubris KPK. (Baca Juga: Kasus Irman Tak Halangi Niat DPD Usulkan Penguatan Kewenangan)

Ia berharap nantinya penanganan kasus Irman tidak ditangani KPK. Namun KPK mesti melimpahkan berkas perkara kepada Kejaksaan atau kepolisian. Kendati demikian, KPK mesti melakukan supervise. “Kalau tidak Rp1 miliar, maka penanganannya harus dilimpakan ke kejaksaan atau kepolisian,” katanya.

Anggota Komisi III lainnya, Sarifudin Sudding menambahkan banyak pertanyaan yang muncul terhadap penangkapan Irman Gusman. Ia beralasan dari jumlah barang bukti tidak signifikan, lantaran nilainya hanya Rp100 juta. Memang perkara tersebut lantaran Irman ditengarai menerima suap. Namun, kata Suding, bila menurut aturan maka KPK hanya menangani kasus korupsi di atas Rp1 miliar.

Ia berpandangan bila kasus suap terhadap Irman Gusman tidak terkait dengan kasus lain, maka KPK diminta mempertimbangkan penanganan kasus tersebut lebih lanjut. Menurutnya, kasus korupsi yang nilainya di bawah Rp1 miliar menjadi tugas dan ranah instansi lain, seperti kejaksaan dan kepolisian.

Terkait dengan kasus yang dipolitisir, Suding punya pandangan. Menurutnya DPD memiliki kewenangan terbatas. Pasalnya bila dikaitkan dengan impor gula, maka DPD tidak memiliki kewenangan mengeksekusi terkait pendistribusian masalah kuota gulo. Sebab  kewenangan pengawasan menjadi ranah Komisi VI DPR.

“Ketika kasus yang ibaratkan lebih besar biaya penanganan kasusnya dari pada kerugian yang ditangani, saya kira kawan-kawan (Komisi III, red) akan mengkritisi,” ujarnya.

Anggota Komisi III Ruhut Sitompul mengatakan pengusaha yang memberi uang tersebut merukana kawan dekat Irman Gusman. Menurutnya, gerak Irman sudah dipantau oleh KPK. Terkait dengan nilai suap hanya Rp100 juta, Ruhut menilai berapapun nilai suapnya masuk kategori korupsi. “Mau banyak mau enggak, ya jangan korupsi. Tidak ada jebakan, dia udah lama diikutin,” ujarnya.

Sebelumnya, pengamat hukum Universitas Bung Hatta Padang, Sumatera Barat, Miko Kamal menyampaikan korupsi sekecil apapun apalagi yang dilakukan oleh pejabat tinggi negara tidak boleh ditoleransi. (Baca Juga:  KPK Peringatkan staf Irman Gusman Soal Penggunaan Twitter)

"Kecilnya nominal hasil operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Ketua DPD RI Irman Gusman yang hanya Rp100 juta tidak boleh dijadikan pembenaran perilaku koruptif," kata dia.

Menurutnya, operasi tangkap tangan tersebut cukup mencengangkan publik khususnya etnis Minangkabau baik yang berada di kampung maupun yang di rantau mengingat barang bukti yang didapat amat kecil.

Namun besar atau kecilnya nominal hasil operasi tangkap tangan seharusnya tidak dijadikan ukuran dalam menilai kerja KPK, katanya. Oleh sebab itu, kata dia, KPK harus membuktikan tetap istiqomah bekerja untuk dan atas nama hukum, bukan untuk memenuhi selera kelompok-kelompok tertentu seperti tudingan sebagian pihak.

Ia menilai kasus Irman Gusman makin membenarkan bahwa korupsi berkenaan dengan perdagangan pengaruh yang merupakan salah satu ancaman serius bagi pihak-pihak yang fokus memberantas korupsi di Indonesia. “Akan tetapi Irman Gusman juga mesti diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk membela kepentingan hukumnya dalam semua tingkatan proses hukum,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait