Komentar 2 Pakar Soal Keabsahan Keterangan Beng Beng Ong di Sidang Jessica
Utama

Komentar 2 Pakar Soal Keabsahan Keterangan Beng Beng Ong di Sidang Jessica

Pada prinsipnya sah, kecuali apabila majelis hakim berpendapat lain. Pakar pidana menilai kalau sampai permasalahan imigrasi merambat kepada ‘anulir’ substansi keterangan ahli, itu menjadi kemunduran hukum pidana.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Mudzakkir. Foto: RES
Mudzakkir. Foto: RES
Upaya tim kuasa hukum terdakwa Jessica Kumala Wongso menghadirkan ahli a de charge dari negara tetangga dalam sidang pembunuhan Wayan Mirna Salihin yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (5/9) kemarin berbuntut panjang. Usai memberikan keterangannya pada persidangan selama kurang lebih sembilan jam, ahli Patologi Australia, Beng Beng Ong akhirnya dideportasi oleh pihak Direktorat Jenderal Imigrasi pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Sebelumnya, Beng sempat diperiksa oleh pihak Imigrasi sampai akhirnya diputuskan bahwa Beng telah melanggar ketentuan dalam Pasal 75 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian lantaran hadir sebagai ahli dengan bebas visa kunjungan. Selain dideportasi, pihak Imigrasi juga meminta Beng untuk segera kembali ke Australia paling lambat pada Rabu (7/9) pukul 05:00 WIB dan juga dilarang datang ke Indonesia selama enam bulan mendatang. (Baca Juga: Beng Beng Ong Ahli dari Kubu Jessica Akhirnya Dideportasi)

Pasca kejadian tersebut, bagaimana nasib keterangan yang telah diberikan Beng dalam persidangan kemarin. Pasalnya, keterangan yang diberikan Beng berdasarkan analisa atas sejumlah berkas yang diberikan oleh pihak kuasa hukum Jessica, seolah menepis tudingan yang dilontarkan sejumlah ahli yang dihadirkan oleh pihak penuntut umum kepada Jessica. (Baca Juga: Sekelumit Profil Ahli Patologi Asal Australia yang Dihadirkan Pengacara Jessica)

Bahkan, dalam persidangan salah seorang jaksa sempat melontarkan pernyataan dimana keterangan ahli yang dihadirkan secara tidak sah oleh tim kuasa hukum Jessica berdampak pada tidak sahnya keterangan yang ia berikan dalam persidangan. Lantas, bagaimana sebetulnya keabsahan keterangan ahli yang telah diberikan akan tetapi yang bersangkutan mengalami permasalahan hukum?

Pakar Hukum Pidana Universitas Sriwijaya (Unsri), Ruben Achmad berpendapat bahwa permasalahan visa yang dialami Beng lantaran menghadiri persidangan tidak ada kaitannya sama sekali dengan batalnya keterangan yang telah ahli berikan selama persidangan. Menurut Ruben, proses datangnya ahli ke Indonesia yang dianggap oleh jaksa tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang tidak berpengaruh pada keterangan yang sudah diberikan.

“Itu tidak ada hubungannya dengan pendapat ahli, itu terpisah ngga ada kaitannya. Jadi tetap dihargai pendapat ahli bisa menjadi petunjuk bagi hakim,” katanya saat dihubungi hukumonline, Kamis (8/9).

Aturan imigrasi mengenai penggunaan visa izin tinggal terbatas untuk orang asing yang melakukan kegiatan dalam rangka bekerja dan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan profesi dengan menerima bayaran telah diatur dalam Pasal 102 ayat (2) huruf d PP Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2011. Dalam hal ini, Beng dinilai oleh jaksa memenuhi kriteria orang asing yang mesti menggunakan visa izin tinggal terbatas dalam kapasitasnya hadir sebagai ahli di persidangan.

Dikatakan Ruben, pendapat jaksa yang menyatakan bahwa keterangan ahli menjadi tidak sah akibat proses kehadiran ahli ke persidangan yang juga tidak sah adalah boleh-boleh saja. Apabila jaksa mempertimbangkan agar persoalan imigrasi dimasukan dalam surat tuntutan yang menyeret ahli, hal itu dinilai sebagai hak jaksa. (Baca Juga: Perkara Deportasi Beng Beng Ong Ditimbang Masuk Tuntutan Jessica)

Hanya saja, lanjutnya, kunci apakah diterima atau tidaknya seluruh keterangan yang sudah diberikan dalam pemeriksaan persidangan pada akhirnya bergantung pada pertimbangan majelis hakim. Dalam, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga tidak secara tegas diatur mengenai syarat-syarat diterimanya keterangan ahli. Dalam arti, majelis hakim lah yang akhirnya nanti mempertimbangkan dan menetapkan.

“Nanti terserah pada hakim dalam penilaiannya. Jadi hakim semua yang beri penilaian dan hakim yang menyimpulkan apakah itu (keterangan Beng Beng Ong) akan diambil sebagai alat bukti,” kata Ruben.

Dihubungi terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakkir juga sependapat dengan argumen yang dilontarkan Ruben. Menurutnya, majelis hakim mesti sangat bijak mempertimbangkan substansi yang diberikan ahli patologi Australia sebagai bahan dalam menjatuhkan vonis putusan.

“Imigrasi itu lebih pada administrasi kedatangan, artinya mereka datangnya juga sah bukan menyelundup tanpa lewat imigrasi atau ilegal.” Kata Mudzakkir kepada hukumonline.

Lebih lanjut, Mudzakkir menilai ketika kehadiran ahli memberikan manfaat serta menguntungkan Indonesia terutama bagi dunia peradilan, mestinya hal itu tidak perlu dipermasalahkan. Sebaliknya, ketika kunjungan tersebut nyatanya merugikan misalnya sebagai bandar judi atau narkotika, penegakan aturan imigrasi agaknya baru menjadi urgensi. Pendapat itu pun mirip dengan argumen yang dilontarkan oleh kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan dalam persidangan pemeriksaan Beng. (Baca Juga: Jaksa ‘Mainkan’ Isu Visa Ahli Patologi Australia Untuk Gugurkan Keterangan)

Dalam kasus ini, Mudzakkir melihat keterangan yang diberikan Beng sangat bermanfaat bagi terangnya proses pembuktian pembunuhan Mirna. Ia mengatakan, apabila nantinya persoalan imigrasi menjadi dipermasalahkan atas keterangan yang diberikan, hal itu berpotensi sangat buruk bagi dunia peradilan. Jangka waktu panjangnya, pertimbangan majelis hakim yang ‘menganulir’ keterangan hanya karena persoalan imigrasi yang hanya sebatas administrasi berakibat pada terhambatnya penegakan hukum.

“Ini indikasi awal penegakan hukum yang tidak bagus. Karena apa, keterangan ilmiah dengan status administrasi sudah berbeda. Itu saya kira tidak harus membatalkan keterangannya,” katanya.

Menurutnya, yang dimaksud soal terhambatnya penegakan hukum adalah ketika pertimbangan hakim yang menganulir keterangan saksi atau ahli karena persoalan imigrasi dijadikan semacam ‘preseden’ bagi pihak-pihak yang mengalami keadaan serupa seperti dalam kasus Jessica. Jika demikian, ia membayangkan akan ada berapa banyak pihak yang mempermasalahkan suatu putusan pengadilan yang dalam prosesnya melibatkan saksi atau ahli dari luar negeri dengan visa yang tidak sah.

Ambil contoh misalnya, kasus narkotika atau terorisme banyak melibatkan saksi atau ahli dari luar negeri. Bahkan, ada beberapa kasus terorisme yang diketahui Mudzakkir juga melibatkan penyidik dari kepolisian luar negeri. Berpegang pada ketetapan hakim pada kasus Jessica misalnya, pengadilan akan kebanjiran menerima pengujian putusan pengadilan yang prosesnya serupa dengan kasus Jessica andaikata keterangan Beng dikesampingkan oleh majelis hakim.

“Kalau kasus Jessica jadi preseden, orang-orang akan menggugat keluarga korban yang dihukum mati yang dalam proses penyidikannya tidak sah dan dalam keterangan ahli juga tidak sah, ini negara akan menjadi objek gugatan,” katanya.

Kritikan ‘Gaya’ Ahli
Pada prinsipnya, ahli memberikan keterangan berdasarkan keahliannya. Misalnya, ahli IT yang dihadirkan dalam persidangan hanya akan menjamin bahwa dokumen atau rekaman CCTV yang telah dikloning apakah asli atau tidak. Di sini, ahli IT tidak tepat apabila ditanya mengenai gerak-gerik serta gesture yang dilakukan oleh seseorang dalam rekaman CCTV. Kalaupun ia menjawab, mestinya jawaban itu tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti karena ahli IT telah melampaui keahliannya.

Dikatakan Mudzakkir, proses pembuktian yang kini bergulir pada kasus Jessica pada intinya ingin membuktikan kausalitas penyebab kematian Mirna. Proses pembuktian itu merujuk pada hal-hal yang bersifat objektif serta transparan. Sayangnya, berdasarkan pengamatan Mudzakkir pada persidangan Jessica, ia melihat sejumlah ahli yang dihadirkan penuntut umum nampak ada tendensi pro kepada jaksa. Padahal, seorang ahli tidak boleh memihak meskipun dihadirkan oleh salah satu pihak.

Ambil contoh misalnya, ahli Toksikolog yang telah didengar keterangannya dalam sidang Jessica dinilai tidak memberikan keterangan secara ilmiah. Yang bersangkutan, lanjutnya, dalam memberikan keterangan mestinya tidak boleh menyampaikan keterangan dengan keyakinannya secara penuh. Sebab, dengan begitu keterangan yang diberikan akan menjadi bias karena analisa ilmiahnya tereduksi dengan keyakinan yang lebih dominan. (Baca Juga: Toksikolog Pertegas Kematian Korban karena Sianida)

“Menurut saya cara memberikan keterangan ahli jangan seperti itu, secara ilmiah saja. Seorang ahli itu bukan karena keyakinan, tapi karena proses yang ilmiahnya. Kita jadi curiga juga kenapa dia memberi penjelasan dengan ‘keyakinan’. Seharusnya menjawab dengan ilmiah dan jujur. Begitu dia berbicara menurut ‘Keyakinan’, keterangan ilmiahnya menjadi hilang dan kalah dengan ‘keyakinan’,” katanya menjelaskan.

Selain itu, Mudzakkir mengatakan bahwa apabila ahli punya keterbatasan dalam menjawab, seharusnya ahli cukup menjawab bahwa pertanyaan itu di luar keahliannya. Dalam sidang kemarin, apa yang telah disampaikan Beng adalah tepat karena yang bersangkutan sama sekali tidak berpendapat dengan mendasarkan pada keyakinannya. Beng memberikan jawaban sebatas pada kemungkinan-kemungkinan yang diketahui secara keilmuannya.(Baca Juga: Ahli Patologi Sebut Bukti Kematian Mirna Tidak Lengkap)

“Kalau dengan keyakinan, itu sangat membingungkan terutama ahli fakta. Khusus ahli fakta, ia yang menerangkan fakta. Dia seharusnya menjawab secara ilmiah berdasarkan fakta yang dia temukan dan tidak bisa dengan keyakinan. Jadi tidak ada tendensi apapun walaupun dia dihadirkan oleh terdakwa tetapi tetap objektif,” tuturnya.
Tags:

Berita Terkait