Kolaborasi Regional Kunci Keberhasilan Tangani Pengungsi Luar Negeri
Terbaru

Kolaborasi Regional Kunci Keberhasilan Tangani Pengungsi Luar Negeri

Indonesia memiliki sejumlah perangkat peraturan perundangan yang menjadi dasar memberi perlindungan pengungsi luar negeri. Tapi kolaborasi dengan negara lain menjadi keharusan. Karena Indonesia masih memiliki permasalahan kesejahteraan warga negaranya.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
 Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada, Prof Sigit Riyanto (tengah) dan Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Silmy Karim (kanan) dalam  sebuah workshop, Selasa (7/11/2023). Foto: MJR
Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada, Prof Sigit Riyanto (tengah) dan Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Silmy Karim (kanan) dalam sebuah workshop, Selasa (7/11/2023). Foto: MJR

Permasalahan pengungsi makin kompleks akibat tingginya konflik peperangan dan permasalahan lain seperti diskriminasi, gejolak politik hingga bencana alam. Sebagai negara  transit, Indonesia mengalami berbagai tantangan sehingga belum optimal menangani permasalahan pengungsi. Seperti peningkatan pemberdayaan kapasitas pengungsi selama berada di Indonesia hingga pemberian akta kelahiran bagi bayi yang lahir dinilai masih belum optimal.

Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Silmy Karim mengatakan meski Indonesia belum meratifikasi konvensi Konvensi Jenewa 1951 dan Protokol 1967, bukan berarti lepas tangan terhadap permasalahan pengungsi. Baginya, atas nama kemanusiaan Indonesia menjadi negara transit bagi para pengungsi tersebut.

Namun Silmy menekankan, pentingnya kerja sama regional dan global dalam menangani permasalahan pengungsi. Dia mencontohkan terdapat kasus bahwa Australia dan Malaysia sebagai negara yang berdekatan dengan Indonesia menghalau para pengungsi tersebut sehingga akhirnya tiba di Indonesia.

“Indonesia ini bukan destinasi tapi transit sementara. Saya punya koridor dalam bekerja, koridor inilah yang jadi acuan. Pendekatan kami kepada pengungsi yang sudah eksisting adalah rasa kemanusiaan,” ujarnya dalam workshop “Kebijakan dan Pandangan tentang Manajemen dan Perlindungan Pengungsi Luar Negeri di Indonesia”, Selasa (7/11/2023).

Baca juga:

Menurut Silmy, terdapat kasus pengungsi yang mampu beli tiket serta mengurus visa dan bertandang ke kantor UNHCR agar mendapatkan kartu. Namun, pihaknya cenderung menolak pengungsi ini karena dianggap bukan  individu yang memiliki kemampuan. Jenis pengungsi tersebut seolah sudah rancang alias by design.

“Kalau ini, saya ambil pendekatan ketika masuk ke darat saya kembalikan ke negaranya,” katanya.

Dia menekankan penanganan pengungsi di Indonesia tidak dapat sendiri dan perlu kerja sama alias kolaborasi dengan negara lain. Hal ini karena Indonesia masih memiliki permasalahan kesejahteraan warga negaranya. Maklum, masih terdapat banyak warga negara di tanah air yang masih membutuhkan perhatian dan mewujudkan kesejahateraannya.

Tags: