Kode ‘Nasi Uduk’ untuk Bantu Pelarian Eddy Sindoro
Berita

Kode ‘Nasi Uduk’ untuk Bantu Pelarian Eddy Sindoro

Ada sejumlah pihak yang membantu pelarian Eddy Sindoro mulai dari pegawai masakapai hingga petugas imigrasi.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Lucas dalam persidangan di Pengadilan Tipikor. Foto: RES
Lucas dalam persidangan di Pengadilan Tipikor. Foto: RES

Para pelaku tindak pidana korupsi memang kerapkali menggunakan sandi atau istilah tertentu untuk menutupi perbuatannya, agar tidak tercium aparat penegak hukum. Dalam kasus-kasus yang terungkap di Pengadilan Tipikor, misalnya, muncul istilah ‘meter’, ‘kilogram’, ‘apel’, dan ‘juz’, yang sebenarnya merujuk pada jumlah uang yang akan diberikan.

Nah, dalam sidang lanjutan kasus dugaan menghalangi proses penyidikan dengan terdakwa Lucas, penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima orang saksi: dua pegawai maskapai Garuda Indonesia David Joshua dan M. Ridwan;  pegawai Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta Andi Sofyar; saksi Michael Sindoro;  dan penyidik KPK Novel Baswedan.

Ada keterangan menarik dari keterangan saksi David Joshua di persidangan. Ia saksi yang secara tak langsung dianggap mengetahui peristiwa yang berkaitan dengan pelarian mantan Bos Lippo Group, Eddy Sindoro, keluar negeri. David merupakan staf customer service Garuda Indonesia di Bandara Soekarno-Hatta. Di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, pria yang mengaku bertugas melayani keberangkatan penumpang baik untuk satu tujuan ataupun penumpang yang melintas untuk pergi lagi ke tujuan lain ini mengatakan awalnya dihubungi oleh kolega sekaligus seniornya M. Ridwan untuk memesan tiket tujuan Jakarta-Bangkok.

David tidak mengetahui untuk berapa orang dan mengaku lupa tepatnya jam keberangkatan. Tetapi ia mengingat tiket itu dipesan pada 28 Agustus 2018 untuk keberangkatan pada 29 Agustus 2018. Masalah ini juga yang diperjelas penuntut umum di persidangan. "Di BAP, Anda sebut dua nama (untuk tiket), boarding pass dapat dari Bu Dewi?" tanya penuntut umum KPK Abdul Basir di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/1).

(Baca juga: Ada Peran Advokat dalam Kasus Suap Eks Bos Lippo Group).

David membenarkan. Awalnya ia mengaku diminta mengambil makanan dari Dewi, tapi nyatanya ‘makanan’ itu hanyalah sandi untuk boarding pass yang kemudian diketahui atas nama Eddy Sindoro dan Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie. "Bu Dewi kasih boarding pass, saya bingung juga kenapa saya mau ambil ‘nasi uduk’ dikasihnya boarding pass, saya tidak tanya Bu Dewi hanya menuruti permintaan Pak Ridwan," terang David.

Atas jasa itu, David memperoleh imbalan sebesar Rp1 juta. Itu pun dibagi dua bersama  Ridwan sehingga masing-masing mendapat Rp500 ribu. Dalam kesaksiannya di persidangan yang sama, Ridwan mengaku selain diberikan uang, juga dibelikan telepon genggam merk Samsung. Keterlibatan David dalam perkara ini tidak lepas dari peran Ridwan. Sedangkan Ridwan sendiri mendapat "orederan" itu dari Ground staff AirAsia Dwi Hendro Wibowo. Hendro atau Bowo  pernah dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan sebelumnya.

Ridwan mengaku dihubungi Bowo untuk membantunya memesan tiket Jakarta-Bangkok, tetapi karena sedang tidak bertugas, ia menghubungi David. Ia membenarkan penerbangan yag dipesan adalah untuk keberangkatan 29 Agustus 2018 pukul 09.45 WIB. Ridwan tidak mengetahui bahwa Eddy Sindoro beserta Jimmy baru datang ke Jakarta setelah dari Malaysia. Selain untuk memesan tiket, Ridwan diminta membantu mengantar sampai ruang tunggu keberangkatan.

Tidak hanya itu, Ridwan diminta untuk membelikan sebuah topi yang kemudian diketahui untuk melindungi Eddy Sindoro agar tidak dikenali. “Untuk topi saya tidak curiga, saya sudah lama tidak berhububungan  dengan Bapak Bowo, ya minta beli topi tidak masalah, topi hitam. (Pemahaman saya topi) buat dia, tolong belikan topi bro, begitu saja," jelas Ridwan.

(Baca juga: Penyerahan Diri Eddy Sindoro dan Jejaknya di Soekarno Hatta).

Selain memesan tiket, mengantar ke ruang tunggu dan membelikan topi, Ridwan membenarkan bahwa ia diminta membantu mencetak boarding pass tanpa melihat fisik paspor. Ia mengaku melakukan hal itu karena percaya dengan sosok Bowo, meskipun akhirnya diketahui ulahnya ini mempunyai andil melarikan buronan KPK Eddy Sindoro ke luar negeri.

Tak masuk daftar cekal

Eddy Sindoro tak mungkin bisa kembali keluar negeri tanpa bantuan petugas imigrasi. Begitulah kira-kira surat dakwaan KPK yang diperkuat dengan fakta persidangan. Dalam sidang kali ini Andi Sofyar yang bertugas sebagai teknisi jaringan imigrasi Bandara Soekarno-Hatta mengaku mempunyai peran membantu Eddy Sindoro.

Ia diminta oleh Bowo untuk mengecek apakah Eddy Sindoro masuk dalam status cekal bepergian ke luar negeri. Dan menariknya, ketika itu status Eddy cukup bebas untuk bepergian karena tidak ada permintaan cekal dari aparat penegak hukum dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Setelah saya cek enggak ada, saya info, beberapa hari Hendro nawarin ke saya mau ikut jemput tidak, ada uangnya, uangnya Rp50 juta," terangnya.

Meskipun akhirnya mengaku tidak ingin terlibat dalam penjemputan karena mengetahui status Eddy Sindoro adalah buronan KPK, Andi berangkat juga. Walaupun ia mengklaim hanya menunggu di wilayah imigrasi dan tidak berbuat apapun. Nyatanya setelah itu ia mendapat imbalan yaitu uang Rp30 juta dan sebuah telepon genggam merk Samsung untuk kado ulang tahun anaknya. Uang itu sendiri telah dikembalikan kepada KPK tetapi telepon genggam masih digunakan anaknya

Tags:

Berita Terkait