Kode Etik Sebagai Pegangan Advokat dalam Menjalankan Profesi
Terbaru

Kode Etik Sebagai Pegangan Advokat dalam Menjalankan Profesi

Seorang calon advokat yang akan mengemban profesi sebagai advokat harus memahami keseluruhan kode etik advokat yang sesuai dengan UU Advokat.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Wakil Sekretaris Jenderal DPN PERADI, Harlen Sinaga. Foto: RES
Wakil Sekretaris Jenderal DPN PERADI, Harlen Sinaga. Foto: RES

Hukumonline kembali menyelenggarakan Pelatihan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) periode 24 Oktober-19 November 2022 Pelatihan PKPA ini bekerjasama dengan PERADI dan Fakutlas Hukum (FH) Universitas Yarsi.

Pelatihan PKPA Hukumonline dilangsungkan secara daring pada Senin (24/10). Pada hari pertama penyelenggaraannya, pelatihan PKPA membahas topik fundamental sebagai seorang calon advokat yaitu mengenai kode etik advokat.

Materi pertama pada kelas ini langsung diberikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal DPN PERADI, Harlen Sinaga. Profesi advokat mempunyai aturan kode etik yang harus dipatuhi oleh setiap advokat, sehingga materi pertama yang diberikan dalam pelatihan PKPA Hukumonline ini ialah mengenai kode etik advokat.

Baca Juga:

“Profesi advokat bukan hanya semata karena uang sehingga perlu ada materi kode etik profesi advokat untuk menjadi pegangan dalam menjalankan kode etik profesi,” terang Harlen.

Dalam materi kode etik advokat tersebut, ia menjelaskan kode etik merupakan asas dan norma yang diterima kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku. Kemudian, dari pengertian filsafat, kode etik merupakan asas yang diwujudkan dalam norma yang diterima kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku karena norma tersebut diturunkan dari asas.

Ia juga menjelaskan bahwa etik merupakan kumpulan asas atau nilai yang bermakna dengan akhlak dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan masyarakat.

“Muatan utama kode etik adalah moral, karena secara historis sebagai upaya filsafat yang lahir dari tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun yang lalu,” tambahnya.

Ia mengatakan, dalam kode etik ada yang tertata dan ada yang telah dibuat dan dibukukan menjadi ketentuan. Dalam ketentuan ada sesuatu yang seharusnya dilakukan yang menggambarkan bahwa kode etik itu merupakan keilmuan praktis.

“Kode etik mengandung dua hal, yaitu sekumpulan asas yang bersumber serta berkaitan dengan orang dan suatu yang diwujudkan dalam peraturan atau norma sebagai landasan tingkah laku kelompok masyarakat,” tuturnya.

Dengan begitu kode etik advokat hanya satu, yaitu Kode Etik Advokat Indonesia yang merupakan hak tertinggi dalam menjalankan profesi advokat agar terjamin dan terlindungi dalam menjalankan profesinya dan pemberian jasa hukum yang bertanggung jawab sebagai profesi mulia dan luhur.

“UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat juga menyebutkan bahwa PERADI menjadi satu-satunya organisasi advokat. Namun dalam kenyataannya ada dua fakta yang sesungguhnya tidak enak untuk dipaparkan yaitu mengenai dalam pengurusan PERADI ada tiga kepengurusan lainnya. Kemudian fakta kedua, dalam UU Advokat dinyatakan bahwa tidak ada organisasi lain yang dibentuk dalam dua tahun setelah UU Advokat diundangkan, namun nyatanya banyak organisasi dibentuk setelah dua tahun UU tersebut diundangkan dan eksis hingga hari ini melakukan pengangkatan, pendidikan, dan pengajuan sumpah advokat,” katanya.

Kode etik advokat Indonesia berlaku untuk seluruh advokat di Indonesia dan belum dilakukan perubahan. Kode etik advokat Indonesia sebagai hukum materiil mengatur hak dan kewajiban atau apa yang boleh dan apa yang dilarang untuk dilakukan advokat.

Seorang calon advokat yang akan mengemban profesi sebagai advokat harus memahami keseluruhan kode etik advokat yang sesuai dengan UU Advokat. Untuk itu, materi dalam pelatihan PKPA pada hari pertama ini dibuka dengan pemberian materi mengenai kode etik advokat.

“Lulus menjadi seorang advokat bukan hal yang sulit, yang sulit adalah setelah lulus dan menjalani kehidupan sebagai seorang advokat,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait