Koalisi Masyarakat Dorong Perbankan Terapkan Green Banking
Berita

Koalisi Masyarakat Dorong Perbankan Terapkan Green Banking

Selain memperhatikan profil nasabah, bank harus mengawasi tahapan pemberian kredit, mulai dari awal hingga akhir.

FAT
Bacaan 2 Menit
Koalisi Masyarakat Dorong Perbankan Terapkan Green Banking
Hukumonline
Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang concern di bidang lingkungan dan korupsi berharap agar perbankan menerapkan bisnisnya dengan cara green banking atau berorientasi pada kelestarian lingkungan. Peneliti Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Mouna Wasef, mengatakan penerapan green banking bisa dimulai dari penyaluran kredit.

Menurutnya, harus ada kesadaran dari kalangan perbankan bahwa dalam tiap penyaluran kredit memperhatikan prinsip kesinambungan atau Equator Principles (EP), yakni kerangka tolak ukur dari risiko kredit yang menentukan, menilai dan mengelola risiko sosial dan lingkungan dalam transaksi keuangan. Tujuannya, agar proyek transaksi keuangan tersebut memiliki dimensi keberlanjutan.

“Penyaluran kredit merupakan transaksi keuangan yang  tergolong konvensional dan sangat berpotensi melanggar prinsip-prinsip tersebut,” katanya di Jakarta, Kamis (13/2).

Selain itu, lanjut Mouna, perbankan harus menerapkan prinsip costumer due dilligence dengan efektif dan efisien. Prinsip ini tak hanya memperhatikan profil nasabah, tetapi bank juga mengawasi tahapan pemberian kredit dari awal hingga akhir. Mulai dari tahap permohonan kredit, pertimbangan atau penilaian pemohon, pemberian kredit, pengawasan kredit hingga tahap pelunasan kredit.

Menurutnya, permintaan koalisi ini penting lantaran perbankan dan lembaga keuangan lainnya merupakan kekuatan utama dalam memfasilitasi ekstraksi sumber daya hutan. Tanpa pendanaan bank, proyek eksploitasi hutan seperti untuk membeli peralatan dan mesin, biaya pengolahan produk dan transportasi akan sulit dilakukan. Bukan hanya di sektor sumber daya alam, dalam bisnis kelapa sawit maupun properti juga terdapat peran perbankan yang menyalurkan kredit.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakasa, Setyo Budiantoro, mengatakan titik penting persoalan ini terdapat pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selaku regulator yang mengawasi sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya, OJK perlu memikirkan kebijakan yang berdasarkan pada kelestarian lingkungan. Ia berharap kebijakan tersebut bisa digunakan perbankan sebagai dasar dalam menjalankan bisnisnya.

“Sehingga bisa memastikan persoalan konflik lingkungan dan bencana bisa diatasi dari awal,” kata Budi.

Ia juga fokus pada optimalisasi penerimaan pajak dengan tujuan tercapainya prinsip keadilan dan efisiensi. Agar penerimaan pajak dapat optimal, Budi menyarankan ada kebijakan untuk memberikan kewenangan penuh Ditjen Pajak mengakses data wajib pajak. Salah satu tantangan dari masalah ini adalah UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menjelaskan mengenai kerahasiaan data nasabah.

“Untuk hal tertentu, misalnya penyelewengan pajak, Ditjen Pajak diberi kewenangan untuk mengakses,” katanya.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Endang Kusulanjari menyambut baik sejumlah masukan dari koalisi. Ia sepakat bahwa perbankan memiliki tanggung jawab agar kredit yang disalurkan tidak boleh memiliki risiko yang besar. Atas dasar itu, tahapan penilaian sebelum kredit dikucurkan menjadi hal yang penting.

“Tidak boleh berikan kredit dengan eksposure yang besar. Bank harus atur profil risikonya,” kata Endang.

Menyangkut penyaluran kredit tak boleh merusak hutan, Endang juga menyetujuinya. Menurut dia, OJK selaku regulator akan terus mengawasi bisnis perbankan dengan menekankan sejumlah risiko, seperti risiko pasar, risiko nilai tukarm risiko hukum, risiko likuiditas dan risiko reputasi bank. Atas dasar itu pula, sebelum membuat kebijakan, OJK selalu melakukan kajian terlebih dahulu.

“Sebelum buat aturan kita searching dulu, harus sesuai kepentingan masyarakat,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait