Koalisi Beberkan 12 Temuan Awal Investigasi Tragedi Kanjuruhan
Terbaru

Koalisi Beberkan 12 Temuan Awal Investigasi Tragedi Kanjuruhan

Koalisi menilai telah terjadi tindak kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis, yang dilakukan tak hanya oleh aktor lapangan tapi juga aktor lain yang posisinya lebih tinggi seharusnya ikut bertanggung jawab.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ketua YLBHI, Muhammad Isnur. Foto: Istimewa
Ketua YLBHI, Muhammad Isnur. Foto: Istimewa

Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute, dan KontraS telah melakukan investigasi selama 7 hari terkait tragedi Kanjuruhan. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mengatakan dari hasil investigasi itu koalisi mendapat sedikitnya 7 temuan. Pertama, mobilisasi aparat keamanan ke stadion Kanjuruhan terjadi pada pertengahan babak kedua antara Arema vs Persebaya. Padahal kondisi saat itu tidak ada potensi gangguan atau ancaman keamanan.

Kedua, setelah peluit panjang ditiup wasit ada sejumlah suporter masuk ke lapangan. Dari keterangan saksi, suporter yang masuk ke lapangan tujuannya memberikan motivasi dan dukungan kepada para pemain. “Tapi hal itu direspon berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan, sehingga terjadi kekerasan,” kata Isnur dikonfirmasi, Senin (10/10/2022).

Baca Juga:

Ketiga, sebelum tembakan gas air mata, Isnur mengatakan tidak ada upaya aparat untuk menggunakan cara lain, seperti pencegahan, perintah lisan atau peringatan hingga kendali tangan kosong lunak. Padahal Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, Polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata.

Keempat, tindak kekerasan yang dialami para suporter, tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk seperti menyeret, memukul, dan menendang. Kelima, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian Tribun yang dipenuhi penonton.

Keenam, akses evakuasi sangat sempit, terjadi penumpukan di sejumlah pintu stadion yang terkunci. Adanya gas air mata memberikan dampak sangat fatal, sehingga menimbulkan korban jiwa. Ketujuh, penonton keluar stadion secara berdesak-desakan, tidak ada pertolongan dari aparat.

Delapan, peristiwa kekerasan tak hanya terjadi di dalam, tapi juga di luar stadion karena aparat juga menembakan gas air mata. Sembilan, setelah peristiwa tersebut ada pihak yang melakukan intimidasi. Isnur menilai hal itu dilakukan untuk menimbulkan ketakutan kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan kesaksian.

Sepuluh, sampai saat ini Isnur mencatat tidak ada informasi detail dari pemerintah terkait data korban baik luka atau meninggal yang dapat diakses publik. Termasuk bagaimana perkembangan penanganan kasus yang ditangani aparat kepolisian.

Sebelas, sampai saat ini koalisi masih melakukan pendalaman fakta dan telah berkomunikasi dengan sejumlah lembaga seperti Komnas HAM dan LPSK serta menyampaikan laporan. “Kami belum melihat kerja riil dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TPIGF) untuk menemui sejumlah saksi dan korban,” ujar Isnur.

Duabelas, ada narasi temuan minuman beralkohol dan “kerusuhan” menurut Isnur hal itu merupakan penyampaian informasi yang menyesatkan publik. Terminologi kerusuhan tidak tepat untuk menyebut situasi yang terjadi di satdion Kanjuruhan, justru yang terjadi adalah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap warga sipil. Adanya minuman beralkohol juga menyesatkan karena proses penjagaan untuk masuk ke dalam stadion sangat ketat, sehingga tidak ada barang terlarang yang bisa masuk stadion termasuk minuman beralkohol.

Berdasarkan berbagai temuan itu, Isnur mengatakan telah terjadi tindak kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis oleh aparat keamanan. Aktor yang terlibat tidak hanya di lapangan sebagaimana Polri telah menetapkan 6 orang tersangka. Lebih dari itu, aktor yang posisinya lebih tinggi juga harus bertanggung jawab dan diproses hukum lebih lanjut.

Tags:

Berita Terkait