KLHK Tegaskan Pergub Lampung Legalkan Pembakaran Lahan Tebu Rugikan Publik
Terbaru

KLHK Tegaskan Pergub Lampung Legalkan Pembakaran Lahan Tebu Rugikan Publik

Mahkamah Agung perintahkan pencabutan Pergub Lampung yang bolehkan membakar lahan tebu untuk panen.

CR 31
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Agung. Foto: RES
Gedung Mahkamah Agung. Foto: RES

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan uji materiil terhadap Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023. Permohonan diajukan pejabat pengawas lingkungan hidup Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beserta unsur masyarakat.

Dalam Putusan MA Nomor 1P/HUM/2024, majelis hakim yang diketuai hakim agung Yulius memerintahkan untuk mencabut Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 karena bertentangan dengan sejumlah aturan. Di antaranya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan. 

Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan panen menggunakan metode bakar lahan telah menguntungkan perusahaan perkebunan tebu, namun merugikan publik. Dengan demikian, Pergub tersebut harus dicabut. 

“Panen tebu dengan cara membakar memang menghemat biaya panen, tapi tindakan ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar seperti pelepasan emisi gas rumah kaca, kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta mengganggu kesehatan masyarakat akibat asap dan partikel debu," tegas Rasio di kantor KLHK, Senin, (20/05/2024). 

Baca juga:

Pada Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tercantum lahan pembakaran dibatasi 10 hektare dengan lama waktu pembakaran maksimal 20 menit; lantas ketika musim kemarau, pembakaran hanya bisa dilakukan pagi hari dan saat musim hujan dilakukan pagi dan malam hari; dan harus ada alat baku ukur mutu udara. 

Sedangkan pada peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023, terdapat penambahan kalimat "pembakaran dapat dilakukan secara bersamaan"; pasal pertimbangan cuaca dihapus, malah ditambahkan klausul panen tidak mempertimbangkan cuaca lantaran cuaca tak menentu akibat pemanasan global; dan alat baku ukur mutu udara dihapuskan. 

Rasio mengingatkan agar perusahaan menghentikan praktik-praktik yang merugikan lingkungan, masyarakat, dan negara. Pihaknya juga tengah menghitung total kerugian lingkungan hidup akibat pembakaran ini. 

“Kami sedang menghitung total kerugian lingkungan hidup guna menyiapkan langkah hukum lebih lanjut. Langkah hukum lebih lanjut harus dilakukan agar tidak ada lagi kebijakan seperti ini yang menguntungkan pihak tertentu secara finansial,” ucap dia. 

Dalam perkara ini, KLHK memantau titik panas di beberapa perkebunan tebu di Lampung pada dua tahun silam. Hasilnya ada lahan milik PT Sweet Indo Lampung dan PT Indo Lampung Perkasa terindikasi kebakaran lahan. Hasil pengawasan tahun 2021 mencatat dua korporasi itu membakar 5.469,38 hektare lahan. Sedangkan lahan yang dibakar pada tahun 2023 diperkirakan mencapai 14.492,64 hektare.

Tags:

Berita Terkait