Klausul Arbitrase Tak Menghalangi Pailit
Berita

Klausul Arbitrase Tak Menghalangi Pailit

Sebelum perkara pailit diajukan, termohon lebih dahulu membawa pemohon ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Masih seputar sederhana tidaknya pembuktian utang.

MYS/HRS
Bacaan 2 Menit

Perjanjian

Hubungan bisnis kedua pihak bermula dari penandatangan Perjanjian Penyediaan Bahan Baku dan Utilitas serta Penyerahan Off Gas tertanggal 27 Desember 2007. Dalam perjalanannya, hubungan bisnis itu tak berjalan mulus. Masing-masing mengklaim sebagai pihak yang benar, dan menuduh pihak lain mempunyai utang.

SMR menilai Pupuk Sriwidjaja telah melakukan wanprestasi, dan atas dasar itu mengajukan pembatalan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) pada 31 Agustus 2012. Merujuk pada eksepsi non adimpleti conctractus itu, maka proses pembuktian utang seharusnya menjadi tidak sederhana. Dalam eksepsi error in persona SMR mengklaim tak punya hubungan hukum dengan para pemohon pailit. Perjanjian 27 Desember 2007 adalah antara SMR dengan PT Pupuk Sriwidjaja (Persero), bukan dengan PT Pupuk Indonesia dan PT PSP.  SMR juga mengajukan eksepsi non-adimpleti contractus dan materi eksepsi lainnya.

Namun pada Desember 2012, Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat memutuskan tidak menerima eksepsi yang diajukan SMR, dan menolak permohonan pailit untuk seluruhnya. Majelis judex facti antara lain menyatakan utang termohon kompleks dan membutuhan pembuktian yang tidak sederhana. Pupuk Sriwidjaja mengajukan kasasi.

Otto mengingatkan bahwa perkara ini adalah kepailitan, yang berarti dua utang harus dibuktikan. Masalahnya, bukti utang yang diajukan pemohon tak pernah ditandatangani direktur termohon. Bagi SMR, syarat utang tak terpenuhi karena ‘tidak ada utang yang jatuh tempo’. Namun argumentasi ini ditepis majelis kasasi.

Mengenai pertimbangan majelis kasasi bahwa arbitrase tak menghalangi, Otto tak menampik. Sebab, demikian aturannya dalam Undang-Undang Kepailitan. “Saya tahu bahwa Undang-Undang Kepailitan menyebutkan klausul arbitrase dapat dikesampingkan oleh kepailitan. Cuma, dalil saya waktu itu adalah utangnya tidak sederhana,” jela Otto kepada hukumonline.

Pengacara yang biasa menangani perkara kepailitan, Jamaslin Purba, menegaskan Pengadilan Niaga tetap berwenang mengadili dan memutus permohonan pailit meskipun ada klausula arbitrase dalam perjanjian kedua belah pihak. James, begitu ia biasa disapa, menggunakan asas lex posteriori legi priori, hukum yang lahir belakangan mengesampingkan hukum yang lebih dahulu. “Pengadilan tetap berwenang mengadili,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait