KKI Minta Rencana Kenaikan Tarif Tol Integrasi Dibatalkan
Berita

KKI Minta Rencana Kenaikan Tarif Tol Integrasi Dibatalkan

Karena menimbulkan perlakuan diskriminasi antar pengguna jalan tol yang bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan UU Perlindungan Konsumen.

Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Jalan Tol. Foto: Sgp
Ilustrasi Jalan Tol. Foto: Sgp

Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) David Tobing mengaku telah melayangkan surat kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Surat itu, intinya KKI keberatan atas SK Menteri PUPR No. 382/KPTS/M/2018 tentang penetapan golongan jenis kendaraan bermotor, tarif dan sistem pengumpulan tol secara integrasi pada jalan tol JORR (Jakarta Outer Ring Road/Tol Lingkar Luar Jakarta) tertanggal 5 Juni 2018.

 

Kebijakan ini memberlakukan tarif pembayaran tol satu kali dengan besaran tarif yang sama, baik untuk jarak dekat maupun jarak jauh. Mulanya, kebijakan ini hendak diberlakukan pada 20 Juni lalu. Namun, dengan alasan perlu sosialisasi yang dilakukan oleh Badan Pengatu Jalan Tol (BPJT), maka Kementerian PUPR menunda penerapan sistem integrasi pembayaran jalan tol tersebut hingga waktu yang belum ditentukan.

 

KKI beralasan integrasi jalan tol yang mengakibatkan kenaikan tarif tol tanpa diimbangi pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) jalan tol (SPM) tidak bisa dijadikan dasar menaikan tarif tol. Sebab, mengacu pasal 48 ayat (1) dan (3) UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, tarif tol dihitung berdasarkan kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan, dan kelayakan investasi.

 

“Integrasi ini juga tidak bisa dijadikan dasar untuk menaikkan tarif tol. Hal ini menunjukan penyesuaian tarif tol didasarkan pengaruh laju inflasi, bukan karena integrasi yang menyebabkan tarif tol naik,” ujar David dalam keterangannya, Jum’at (29/6/2018). Baca Juga: Pengguna Resah Sistem Integrasi Pembayaran Tol JORR, Advokat Siap Menggugat

 

David mengingatkan sebelum menaikan tarif tol agar SPM dipenuhi terlebih dahulu. Dia mengutip laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK tertanggal 10 Januari 2018 yang memaparkan hasil pengujian secara uji petik menunjukan beberapa jalan tol seperti Cawang-Tomang-Pluit, JORR, Jakarta-Tangerang, Jagorawi dan Cawang-Tanjung Priok-Pluit tidak memenuhi indikator kecepatan tempuh minimal rata-rata sesuai SPM.

 

“Kecepatan di lapangan kurang dari 40 km/jam, padahal sebagaimana Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.15 Tahun 2014 tentang SPM Jalan Tol diatur kecepatan tempuh rata-rata di jalan tol dalam kota minimal 40 km/jam dan 60 km/jam untuk luar kota,” sebutnya.

 

Bahkan, mengacu Peraturan Menteri Perhubungan No.96 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas mengatur pelayanan di ruas jalan tol harus memenuhi tingkat pelayanan minimal B yakni arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan sekurangnya 70 km/jam.

 

David berpendapat integrasi jalan tol berpotensi menimbulkan diskriminasi antar pengguna jalan tol. Sebab, dengan kebijakan itu ada sebagian konsumen jalan tol jarak dekat harus membayar lebih ketimbang pengguna jalan tol jarak jauh. Kata lain, persamaan tarif jarak pendek dengan jarak jauh bentuk diskriminasi yang melanggar UUD Tahun 1945.

 

"Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif tersebut telah dilindungi dan dijamin dalam Pasal 28I ayat (2) UUD Tahun 1945 jo Pasal 4 huruf g jo Pasal 7 huruf c UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” sebutnya.

 

Karenanya, KKI mendesak Menteri PUPR mencabut Surat Keputusan Menteri PUPR No.382/KPTS/M/2018 karena dinilai berpotensi melanggar hak pengguna jalan tol selaku konsumen dan mengakibatkan diskriminasi antar pengguna jalan tol.

 

Sebelumnya, Kementerian PUPR menyatakan menunda penerapan sistem integrasi transaksi pada Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR), Akses Tanjung Priok dan Pondok Aren–Ulujami. Penundaan sistem integrasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan di jalan tol.

 

“Banyak tanggapan dari masyarakat, integrasi ini adalah kenaikan tarif jalan tol, padahal bukan itu yang kami maksud. Sistem integrasi ini untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Seperti contoh jalan tol yang sudah menerapkan sistem ini adalah Jalan Tol Jagorawi dan Semarang, traffic lalu lintasnya turun, tapi pelayanannya jauh lebih baik,” kata Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Arie Setiadi Moerwanto, seperti dikutip dalam laman Kementerian PUPR, Kamis (21/6) lalu.

 

Program integrasi jalan tol ini bagian dari Road Map menuju elektronifikasi. Kebijakan ini dilakukan untuk mengembalikan tujuan dibangunnya JORR sebagai jalan bebas hambatan. Transaksi di JORR yang dikelola oleh tiga Badan Usaha Jalan Tol yang berbeda membuat pengguna tol jarak jauh harus berhenti di tiap gerbang tol, sehingga kerap menjadi sumber kemacetan di ruas ini.

 

"Sebelumnya saat kita melewati Jalan Tol JORR, Akses Tanjung Priok dan Pondok Aren-Ulujami ada tiga transaksi, nantinya akan kita jadikan satu kali transaksi. Sehingga dengan sistem ini akan mengurai kemacetan di setiap gerbang tol,” ucap Kepala Badan Pengatur Jalan Tol, Herry Trisaputra Zuna.

 

Herry melanjutkan pengguna jalan tol akan dikenakan tarif sebesar Rp15.000 untuk 17 Km, untuk pengguna yang melebihi 17 Km tarifnya akan jauh lebih murah. Penyesuaian tarif ini dibuat untuk mensubsidi kendaraan yang jarak tempuhnya jauh seperti kendaraan logistik, bukan untuk mensubsidi Badan Usaha, tetapi untuk meningkatkan efisiensi logistik.

 

“Kami sampaikan agar kendaraan logistik yang mendapatkan subsidi ini supaya lebih mematuhi peraturan untuk menyesuaikan beban dan dimensi kendaraan,” tambah Herry.

 

Dia menjelaskan manfaat dari integrasi jalan tol adalah efisiensi waktu dan biaya, pengguna jalan tol terutama angkutan logistik yang sebelumnya berhenti 2-3 kali menjadi hanya 1 kali dengan tarif yang lebih rendah dari sebelumnya, sehingga biaya logistik lebih efisien serta berimbas positif bagi ketersediaan barang dan jasa.

 

Selama ini, pengguna jalan tol yang menuju ke arah Bandara Soetta, Pondok Aren ataupun Pelabuhan Tanjung Priok melakukan 2-3 kali transaksi tetapi setelah integrasi pengguna jalan tol hanya perlu melakukan 1 kali transaksi dengan ini sistem transaksi lebih praktis.

 

Peningkatan pelayanan pada gerbang tol yang seringkali menyebabkan kemacetan seperti GT Kayu Besar, GT Meruya Utama, GT Meruya Utama 1 dan 2, GT Rorotan, GT Pondok Ranji Sayap arah Bintaro, dengan diberlakukannya integrasi ini titik-titik kemacetan yang biasanya berada di gerbang tol akan terurai.

 

Kementerian PUPR berharap penyesuaian tarif tol dapat menjawab kebutuhan pelaku usaha logistik yang mampu mendorong truk/kontainer dalam memanfaatkan jalan tol, hingga mengurangi beban jalan arteri. Melalui penyederhanaan sistem transaksi akan berlaku sistem terbuka dengan pemberlakuan tarif tunggal, dimana pengguna tol - sesuai golongan kendaraannya - akan membayar besaran tarif tol yang sama tanpa memperhitungkan jauh dekatnya jarak tempuh.”

Tags:

Berita Terkait