Kisruh Pengelolaan Gedung di Lokasi Elit, Gubernur DKI Digugat ke PTUN
Berita

Kisruh Pengelolaan Gedung di Lokasi Elit, Gubernur DKI Digugat ke PTUN

Dianggap lalai mengabaikan prosedur pengesahan akta pembentukan perhimpunan penghuni gedung.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Media center PTUN Jakarta. Foto: EDWIN
Media center PTUN Jakarta. Foto: EDWIN
Penghuni dan pemilik satuan rumah susun gedung Menara Imperium di kawasan elit Kuningan Jakarta Selatan mengajukan gugatan atas Surat Keputusan (SK) Gubernur Provinsi DKI Jakarta ke PTUN Jakarta. SK Gubernur DKI Jakarta No. 1167 Tahun 2017 dinilai menyebabkan kerugian dalam poses penyelesaian sengketa di antara para penghuni yang sedang berlangsung.

Ditemui Hukumonline, Rabu (02/8) pagi tadi di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, kuasa hukum para penggugat, Darwin Aritonang menjelaskan kronologi sengketa antarpenghuni gedung Menara Imperium hingga berujung gugatan terhadap Gubernur DKI Jakarta.

Menurut Darwin, permasalahan awal yang terjadi adalah dugaan pelanggaran aturan AD/ART Perhimpunan Penghuni dan Pemilik satuan rumah susun Gedung Menara Imperium (PPPMI). Dua orang pemilik unit di Menara Imperium telah diputuskan bersalah melakukan sejumlah pelanggaran pertelaan dan pelanggaran kewajiban pembayaran di Menara Imperium oleh rapat Pengurus PPPMI. Pelanggaran pertelaan yang dilakukan meliputi sejumlah pengubahan batas-batas serta bentuk satuan rumah susun, pemanfaatan fasilitas umum secara tidak sah, serta tidak dibayarkannya sejumlah biaya yang seharusnya dibayar kepada PPPMI, yaitu biaya service charge, sinking fund, air dan listrik walaupun telah diberikan peringatan berkali-kali.

(Baca juga: Diduga Wanprestasi, Penggugat Apartemen Gugat Developer).

Rapat umum Pengurus PPPMI, kata Darwin, telah sepakat menyelesaikan masalah ini secara damai, bahkan arbitrase. Pemilik yang diputuskan bersalah pun telah mengetahui keputusan ini karena juga merupakan bagian dari Pengurus PPPMI. Keputusan Pengurus PPPMI juga berujung pemecatan keduanya dari kepengurusan. Hanya saja, sejak dibentuk pada 26 Juni 1997 dengan pengesahan akta notaris, akta tersebut belum pernah mendapat pengesahan oleh Gubernur DKI Jakarta. Meskipun begitu, PPPMI tetap menjalankan pengelolaan gedung Menara Imperium berdasarkan ketentuan-ketentuan AD/ART yang disepakati sejak pendirian.

Menurut Darwin, permohonan pengesahan akta PPPMI yang memuat AD/ART kepada Gubernur DKI Jakarta telah dilakukan berulang kali sejak awal PPPMI berdiri. Permohonan terakhir diajukan oleh kepengurusan berjalan yang diketuai Timbul Thomas Lubis, pada tanggal 9 April 2015. Pengajuan ini diikuti sebelas kali pengiriman surat resmi PPPMI dalam rentang waktu Februari 2016 hingga Mei 2017 untuk menanyakan status pengajuan pengesahan tersebut. Namun tidak ada tanggapan sama sekali baik oleh Gubernur DKI Jakarta secara langsung maupun melalui Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta.

Kliennya, kata Darwin, heran mengapa permohonan PPPMI tidak kunjung disahkan serta surat-surat resmi yang menanyakan statusnya juga tidak ditanggapi sejak tahun 2016.

Persoalan perdata antar pemilik unit anggota PPPMI ini menyeret Gubernur DKI Jakarta dalam gugatan TUN karena dengan SK Gubernur DKI Jakarta No. 1167 Tahun 2017 yang diterbitkan 16 Juni 2017 lalu justru mengesahkan akta pembentukan Perhimpunan Penghuni dan Pemilik satuan rumah susun Gedung Menara Imperium yang bukan PPPMI. Dalam salinan dokumen akta notaris yang diperoleh hukumonline, AD/ART Perhimpunan ini menyebut dirinya PPPSRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun) Menara Imperium. PPPSRS ini didirikan dan diketuai oleh para pemilik unit yang dinyatakan melanggar aturan pertelaan oleh PPPMI. PPPSRS dideklarasikan pada 26 November 2015 yang dituangkan dalam akta Notaris tertanggal 14 Oktober 2016.

“Kok SK itu dikeluarkan bukan terhadap kepengurusan Pak Timbul, melainkan kepengurusan orang lain, yang notabene diuntungkan, karena dia melakukan pelanggaran pertelaan,” kata Darwin.

Yang membuat kliennya semakin keberatan, dalam bagian pertimbangan SK Gubernur yang digugat menyebutkan bahwa AD/ART PPPMI belum pernah dimohonkan untuk disahkan kepada Gubernur DKI Jakarta.  “Per April (2015) sudah diajukan untuk pengesahan ke Pemprov DKI, following letters-nya ada banyak sampai 10 kali, sampai 2017, sebulan sebelum dikeluarkan SK itu,” jelas Darwin.

Dengan terbitnya SK pengesahan Perhimpunan “tandingan” ini pihaknya melihat ada iktikad tidak baik berkaitan sejumlah pelanggaran bernilai kerugiaan materiil yang dilakukan oleh para pendiri dan Ketua PPPSRS. Alasannya, ada perbedaan spesifik terkait pengaturan larangan bagi para penghuni dan pemilik unit di Menara Imperium versi AD/ART PPPMI dengan versi PPPSRS.

Sidang hanya berlangsung sebentar dengan agenda perbaikan gugatan dan kuasa di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Menurut Darwin pihaknya akan melanjutkan gugatan setelah menerima sejumlah masukan dari Majelis Hakim. Pihaknya berharap agar Gubernut DKI Jakarta akan mencabut SK yang digugat sehingga sengketa perdata antar para pihak tidak terganggu.
Tags:

Berita Terkait