Kisah Metamorfosis Perizinan Modus Utama Kebakaran Hutan
Utama

Kisah Metamorfosis Perizinan Modus Utama Kebakaran Hutan

“Saya sudah mempelajari sejak November 2014, di Riau itu modus yang sering terjadi adalah perusahaan mengatasnamakan masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat yang terorganisir dengan pemodal," kata Menteri Siti Nurbaya.

CR-20
Bacaan 2 Menit
Dari situasi lapangan tersebut, muncul dugaan-dugaan mengenai siapa sesungguhnya pemilik dari perkebunan sawit tersebut. “Apakah perusahaan yang mengajukan izin HTI kemudian malah justru mengalihfungsikan areal kerjanya menjadi perkebunan sawit? Ternyata perusahaan-perusahaan itu mengurus persyaratan administrasi yang diperlukan perusahaan, mengurus rencana tahunan, mengurus rencana lima tahunan, tetapi di lapangan tidak beroperasi,” kata Hariadi.
“Saya melihat ini bukan hanya persoalan independent action dari perusahaan yang jahat. Karena bertahun-tahun praktek ini berjalan, perusahaan ini tidak beroperasi tetapi kenapa dibiarkan begitu saja? Tidak ada upaya memverifikasi situasi di lapangan oleh pemerintah dalam rangka mengawasi,” ujar Hariadi. Menurutnya, hal ini terlihat seperti kelalaian, tetapi diperlukan fakta yang lebih mendalam untuk menyelidiki ini, karena motif tiap perusahaan bisa jadi berbeda-beda.
“Awalnya HPH, itu urusan izinnya mesti lewat Menteri Kehutanan, tetapi mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah. Di dalam izin HPH itu, ada yang beroperasi di hutan alam, tetapi juga ada yang beroperasi di Areal Peruntukkan Lain (APL). Ketika proses tata ruang (RT/RW) oleh Pemerintah Daerah, APL itu dikeluarkan dari kawasan hutan, yang kemudian diperuntukkan untuk areal perkebunan sawit. Jadi rutenya HPH bisa langsung jadi perkebunan sawit lewat APL. Tetapi jika rusah tegakkannya, akhirnya menjadi HTI. Itu jika dilihat dari sisi komoditinya,” Hariadi menjelaskan serangkaian prosesnya.  (Baca Juga: Kapolri Didesak Bentuk Tim Usut SP3 Kasus Kebakaran Lahan di Riau)
Menurut Koordinator Jaringan Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Woro Supratinah, menjelaskan kepada HukumOnline pada (8/9) mengenai kondisi faktual yang terjadi dengan hutan Riau. “Sebagian lahan juga dikuasai masyarakat, dan sebagian masyarakat juga melakukan pembakaran hutan karena tidak mempunyai pilihan lain. Tetapi lahan masyarakat berapa sih jumlahnya? Kan tidak banyak,” kata Woro.
Woro juga menjelaskan bahwa di sekitar areal konsesi perusahaan, banyak juga kelompok masyarakat yang diorganisir dari tempat lain untuk bekerja di areal kerja perusahaan. Dalam beberapa kasus, kebakaran hutan yang terjadi di areal kerja perusahaan merupakan kebakaran lahan yang direncanakan untuk melakukan ekspansi areal kerja perusahaan dengan menggunakan tangan-tangan lain. 
“Kebakaran hutan yang direncanakan ini misalnya sekitar lokasi telah dibuat jalan terlebih dulu, atau di lokasi yang dibakar ini tanahnya sudah dipetak-petakan, bahkan di beberapa lokasi dapat ditemukan bibit sawit siap tanam. Biasanya pembakaran lahan dilakukan dengan alasan untuk mengusir masyarakat yang berkonflik atau untuk kepentingan ekspansi perusahaan,” kata Woro menjelaskan.
Keterangan dari Woro Supartinah ini sejalan dengan pernyataan Menteri Siti Nurbaya yang menyatakan bahwa penangkapan terhadap pelaku pembakaran lahan berhenti di pelaku perorangan. “Pengakuan dari pelaku pembakaran ini biasanya bilang ada yang menyuruh, tetapi yang menyuruh sudah kabur. Jadi alasan melakukan pembakaran lahan ini selalu putus, ” kata Siti Nurbaya pada (6/9).
Tags:

Berita Terkait