Kisah Kawin Beda Agama, Menantang Arus dan Problematik Klasik
Feature

Kisah Kawin Beda Agama, Menantang Arus dan Problematik Klasik

Memilih jalan yang dinilai tak lazim bagi sebagian manusia memang harus melewati berbagai tantangan dan masalah. Mungkin itu yang dirasakan oleh para pelaku kawin beda agama. Meski UU Perkawinan tidak melarang maupun mengatur perkawinan beda agama secara spesifik atau khusus, namun narasi kawin beda agama dilarang di Indonesia membuat praktik perkawinan beda agama sulit untuk dilakukan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 8 Menit

“Tapi ya memang nggak mudah. Pacaran empat tahun, semakin lama semakin kenal lebih dekat dan kita mengedepankan personalnya. Memang udah cocok gitu jadi akhirnya yang lainnya harus menyesuaikan,” tutur SW dalam sesi wawancara bersama Hukumonline.

Seperti banyak terjadi pada perkawinan beda agama, CL yang lahir dan besar di keluarga muslim, mendapatkan perlawanan dari keluarga saat dia mengutarakan niatnya itu. Namun seiring berjalannya waktu, kedua orang tua akhirnya memberikan restu. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan SW yang beragama Katolik, di mana perbedaan keyakinan merupakan hal yang biasa terjadi dalam keluarga besarnya.

Pada 2013 keduanya memutuskan untuk melangsungkan perkawinan di Indonesia, tepatnya di sebuah gereja Katolik di Jakarta. Lewat sebuah pencarian panjang, SW menemukan sebuah gereja dan juga pastor yang bisa menikahkan pasangan beda agama. Tak banyak rintangan yang mereka temukan, prosesi pemberkatan dilakukan tanpa sakramen sehingga perkawinan keduanya sah secara Katolik. Rupanya perkawinan tak hanya digelar secara Katolik. SW dan CL juga menggelar perkawinan secara Islam bersama yang dipandu oleh seorang ustadz. Perkawinan dilakukan secara siri.

Namun keduanya menemui kendala saat ingin mengurus administrasi perkawinan yang diperlukan untuk menikah di gereja Katolik, di mana pihak catatan sipil menolak berkas yang mereka ajukan karena adanya perbedaan agama. Hadangan tersebut sempat membuat keduanya mengalami stres, namun pada akhirnya jalan keluar mereka temukan lewat informasi dari seorang yang ditemui di kantor catatan sipil.

Baik Jonathan maupun pasangan SW dan CL, menegaskan bahwa perkawinan beda agama yang mereka lakukan bukanlah untuk ditiru oleh pihak manapun. Mengingat praktik semacam ini masih belum diterima oleh sebagian kalangan dan tidak ada aturan jelas dalam hukum Indonesia, meskipun perkawinan beda agama yang dilakukan di luar negeri bisa dicatatkan di Indonesia.

“Jadi kita tidak menyarankan. Karena menikah beda agama itu nggak gampang. Harus benar-benar dewasa, harus selesai dengan diri sendiri. Karena menikah itu adalah kontrak seumur hidup,” ujar CL.

Beberapa narasi yang muncul dari perkawinan agama yang kerap di dengar CL adalah risiko terjadinya perceraian. CL tak menampik kebenaran tersebut, namun dia menilai segala sesuatu yang memicu perceraian ditentukan oleh sikap personality, bukan agama. Seseorang yang belum dewasa dalam bersikap dan berfikir, akan sulit mempertahankan rumah tangga, sekalipun perkawinan dilakukan oleh dua orang dengan keyakinan yang sama.

Tags:

Berita Terkait