KIPP Temukan Ratusan Pelanggaran Pemilu
Berita

KIPP Temukan Ratusan Pelanggaran Pemilu

Pelaku pelanggaran paling banyak dilakukan peserta dan penyelenggara Pemilu.

ADY
Bacaan 2 Menit
KIPP Temukan Ratusan Pelanggaran Pemilu
Hukumonline
Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) menemukan 420 pelanggaran pada pemungutan suara Pemilu legislatif 2014 yang berlangsung 9 April 2014. Menurut Wasekjen KIPP, Jojo Rohi, temuan itu dihimpun dari hasil pemantauan KIPP di 31 provinsi dan 65 kabupaten/kota. KIPP menggunakan laporan relawan di 706 TPS. Jumlahnya bisa bertambah karena masih ada laporan yang belum masuk ke KIPP hingga Kamis (10/4) malam.

Dari 420 pelanggaran itu Jojo membaginya ke dalam tujuh jenis yaitu manipulasi, politik uang, netralitas penyelenggara, hak pilih, kampanye, profesionalitas penyelenggara dan logistik Pemilu. Jenis pelanggaran terbanyak berkaitan dengan kampanye yaitu 31 persen. KIPP menemukan masih ada atribut kampanye dalam berbagai bentuk. Seperti stiker caleg dan parpol yang masih ada di sekitar lokasi TPS. Kemudian ada tim sukses caleg dan parpol di lingkungan TPS untuk mempengaruhi pemilih.

Jenis pelanggaran terbanyak kedua yaitu profesionalitas penyelenggara Pemilu sekitar 22 persen. Jojo menjelaskan profesionalitas itu menyangkut Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang kurang paham regulasi yang ada seperti UU Pemilu dan peraturan KPU. Kemudian, tidak memasang atribut di TPS seperti daftar pemilih tetap (DPT). “Penyelenggara Pemilu dituntut profesional, itu amanat UU Pemilu,” katanya dalam jumpa pers di kantor KIPP Jakarta, Kamis (10/4).

Untuk pelaku pelanggaran, Jojo melanjutkan, paling banyak dilakukan peserta Pemilu 44 persen. Disusul penyelenggara Pemilu 37 persen dan pemilih 19 persen. Ia menjelaskan pelanggaran yang dilakukan pemilih biasanya yang bersangkutan adalah tim sukses caleg dan parpol tertentu.

Wasekjen KIPP lainnya, Girindra Sandino, menyebut pelanggaran paling masif terjadi pada pemungutan suara Pemilu legislatif adalah banyak surat suara antar daerah pemilihan (dapil) yang tertukar, dan surat suara yang sudah dicoblos. “Saat ini surat suara tertukar dan tercoblos sangat masif ketimbang Pemilu di masa sebelumnya,” ujarnya.

Ada 17 provinsi yang mengalami surat suara tertukar. Menurutnya surat suara yang tertukar mengakibatkan pelanggaran terhadap hak pilih dan dipilih. Gara-gara kesalahan ini, pemilih tidak dapat menggunakan hak untuk memilih, caleg dan parpol dirugikan karena tidak dapat dipilih. Pemungutan suara ulang merupakan satu solusi mengatasi masalah ini.

Girindra menduga surat suara tertukar dan tercoblos tidak terjadi secara kebetulan atau ketidak sengajaan. Ia mengindikasikan ada “operasi senyap” yang dilakukan oknum penyelenggara Pemilu dan pihak tertentu. Indikasi itu menurutnya semakin kuat ketika KIPP bekerjasama dengan Bawaslu untuk memantau perusahaan percetakan surat suara. Pasalnya, pemantauan KIPP dan Bawaslu dibatasi oleh perusahaan yang dipantau. “Akses kami dibatasi saat melakukan pemantauan. Bawaslu provinsi tidak boleh masuk ke ruangan packing surat suara,” tukasnya.

Tertukar dan tercoblosnya surat suara menurut Girindra juga berpotensi terjadi saat pendistribusian. Misalnya, mengacu peraturan KPU logistik Pemilu yang didistribusikan dari perusahaan percetakan ke TPS harus dikawal. Tapi praktiknya pengawalan itu tidak dilakukan sampai TPS. Ia khawatir surat suara itu sudah dicoblos dalam perjalanan menuju TPS. “Di Jakarta pengiriman logistik dilakukan malam hari dan tanpa dikawal,” urainya.

KIPP bakal melaporkan temuan pelanggaran ini ke Bawaslu. Bahkan jika sudah mengumpulkan bukti yang cukup kuat KIPP akan mengadu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Sehubungan dengan tertukarnya surat suara, caleg PDIP dari dapil Jawa Barat (Jabar) IV, Ribka Tjiptaning, menginformasikan pemungutan suara ulang di 102 TPS dapil Jabar IV. Cuma, Ribka mengingatkan pemungutan suara ulang bukan hal yang mudah karena masyarakat harus lebih banyak meluangkan waktu untuk menggunakan hak pilihnya. Oleh karenanya ia menilai kondisi itu bukan saja merugikan pemilih tapi juga caleg. Pasalnya, dapat mengubah tingkat partisipasi pemilih. “Peserta pemilih tanggal 9 April 2014 tentu bisa berubah dalam pemilihan (pemungutan suara,-red) ulang,” katanya.

Sebagaimana Girindra, Ribka menduga ada modus kecurangan yang terjadi berkaitan dengan tertukarnya surat suara. Apalagi kasus itu terjadi secara masif. Atas dasar itu ia berpendapat tanggung jawab atas terjadinya kasus itu ada di KPU pusat. a juga mendesak Bawaslu bertindak tegas dan mengusut tuntas kasus tersebut. Jika ditemukan pelanggaran maka harus diberi tindakan tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tags:

Berita Terkait