Kiat Sukses Kantor Hukum ASNP dan AHP Tangani Transaksi Jumbo IPO
Capital Market Lawyers Story

Kiat Sukses Kantor Hukum ASNP dan AHP Tangani Transaksi Jumbo IPO

Seperti memulai dengan melihat profil calon emiten, membekali lawyer pemahaman berbagai aturan pasar modal, hingga menyiapkan tim internal yang kuat. Kepercayaan klien menjadi kunci utama agar suatu kantor hukum dapat terlibat pada transaksi IPO.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit
Managing Partner ASNP Law Office, Eka Prasetia dan Managing Partner Assegaf Hamzah & Partners (AHP) Bono Daru Adji. Kolase: Hukumonline
Managing Partner ASNP Law Office, Eka Prasetia dan Managing Partner Assegaf Hamzah & Partners (AHP) Bono Daru Adji. Kolase: Hukumonline

Nilai emisi dan jumlah lembar saham suatu emiten saat melaksanakan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) menjadi daya tarik publik, khususnya investor pasar modal. Sejalan dengan itu, persiapan dilakukan perusahaan untuk transaksi IPO bakal lebih rumit termasuk aspek hukum. Karenanya, peran konsultan hukum pasar modal menjadi penting untuk mengkaji kondisi hukum perusahaan sekaligus mengidentifikasi permasalahan hukum yang berpotensi menimpa emiten.

Pekerjaan ini pula memberikan kesempatan kepada emiten memperbaiki kondisi hukum sebelum penawaran umum dilakukan di pasar modal. Aspek ini menjadi salah satu perhatian fundamental bagi investor. Di lain sisi, konsultan hukum pasar modal memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendapat hukum kepada emiten agar mendapat kepercayaan investor.

Managing Partner ASNP Law Office, Eka Prasetia mengatakan kepercayaan klien merupakan kunci utama agar suatu kantor hukum dapat terlibat pada transaksi IPO. Kepercayaan klien diperoleh dari hasil kerja yang profesional. Serta keberhasilan rekam jejak kantor hukum dalam menangani transaksi-transaksi sebelumnya. Mulai di pasar modal maupun aksi korporasi lainnya.

Nah, agar mendapatkan hasil yang baik, menurut Eka persiapan matang menjadi kunci sukses tangani transaksi IPO. Seperti law firm harus melihat terlebih dulu profil calon emiten mulai dari kegiatan bisnis, kepemilikan, permodalan, aset hingga perizinan usaha. Kesemua aspek itu tentu memiliki perbedaan antara satu klien dengan lainnya.

“Misalnya ada emiten yang start dari family company, kadang emiten tersebut (family company) banyak hal-hal yang tercampur antara pribadi pemegang saham dengan perseroan. Di situ lah kuncinya kami ketahui dari awal,” ujarnya kepada Hukumonline, Rabu (7/6/2023) lalu.

Baca juga:

Dia mencontohkan calon emiten tersebut mengklaim punya aset berupa pabrik, tanah, bangunan dan sebagainya. Namun saat diperiksa ternyata, kepemilikan atas nama pribadi. Mulai pemegang saham, direksi dan komisaris. Kondisi tersebut memang tak jadi soal. Namun sedianya mesti dapat dipertanggungjawabkan saat go-public. Bila dimiliki perusahaan mesti tercatat atas nama perusahaan.

Tags:

Berita Terkait