Kewenangan dan Badan Tunggal BNN Perlu Dipertegas dalam RUU Narkotika
Berita

Kewenangan dan Badan Tunggal BNN Perlu Dipertegas dalam RUU Narkotika

Mulai penyadapan, penyidikan dan penuntutan dilakukan satu atap. Begitu pula peradilan khusus. BNN Sedang menyiapkan naskah akademik dan draf RUU Narkotika untuk diserahkan ke DPR.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Kepala BNN, Komjen Budi Waseso. Foto: RES
Kepala BNN, Komjen Budi Waseso. Foto: RES
Pemberantasan nakotika dan obat terlarang bergerak masif oleh Badan Nasional Narkotika (BNN) dan Polri. Beragam tindakan penegakan hukum dan pencegahan terus dilakukan, namun belum membuat efek jera para bandar narkotika. Hukuman mati tak membuat takut para bandar narkotika lainnya. Malahan, mereka berani ‘menjalankan’ bisnis haram di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Amandemen UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjadi perangkat yang dapat dijadikan senjata dalam pemberantasan peredaran narkotika. Ketua Komisi III Bambang Soesatyo berpandangan, pemerintah mesti merespon atas usulan terhadap Revisi UU No.35 Tahun 2009. Namun, bila pemerintah lamban dalam merespon amandemen UU Narkotika, DPR dapat mengambil inisiatif.

Bambang menilai belum maksimalnya pemberantasan peredaran narkotika di tanah air akibat belum maksimalnya regulasi yang ada.  “Kalau pemerintah kurang respon, maka DPR bisa ambil inisiatif,” ujarnya dalam Rapat Kerja (Raker) dengan BNN di Gedung DPR, Kamis (4/2).

Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman menambahkan, perubahan UU Narkotika mesti segera dilakukan. Apalagi negara dalam kondisi darurat terhadap ‘serangan’ mafia narkotika. Peredaran narkotika sudah sedemikian masif masuk ke berbagai tingkat masyarakat. Ia menilai penegasan BNN sebagai badan tunggal dalam pemberantasan narkotika mesti dituangkan dan dipertegas dalam RUU Narkotika. Seperti halnya KPK, BNN melakukan pemberantasan kejahatan yang bersifat extraordinary crime.

“Karena di UU (35/2009, -red) ini tidak tegas,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrat itu berpandangan, BNN pun mesti diberikan kewenangan khususnya seperti halnya KPK. Selain nantinya diharapkan sebagai badan otonom, BNNmesti memiliki kewenangan penyadapan, penyidikan dan penuntutan satu atap. Ya, setidaknya dengan kewenangan satu atap itulah BNN dapat menjadi  lembaga yang otonom dalam pemberantasan narkotika.

Alasan Benny dengan mempertegas BNN dalam UU agar terdapat payung hukum. Menurutnya, BNN tidak seperti KPK yang memiliki UU khusus. Ia menilai dengan adanya UU yang mengatur BNN setiedaknya dapat memperkuat kelembagaan dan struktur lembaga pemberantasan peredaran narkotika itu dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

“Jadi tolong disampaikan (Pak Budi Waseso, red)  ke presiden, supaya satu dengan teman-teman di dewan. Jadi revisi fokus dua hal. Pertama, ekpresi keprihatinan lembaga ini dalam melakukan perang melawan narkotika. Kedua, BNN emnjadi lembaga tunggal dalam pemberantasan narkotika,” ujarnya.

Anggota Komisi III Arsul Sani menambahkan RUU Narkotika masuk dalam Prolegnas 2015-2019. Sayangnya, RUU Narkotika ‘gagal’ masuk dalam Prolegnas Prioritas 2015 dan 2016, bahkan cadangan. Kendati demikian, Arsul optimis RUU Narkotika dapat masuk dalam Prolegnas prioritas 2017, karena peredaran narkotika di tengah masyarakat  dan Lapas kian masif.

Anggota Baleg ini beralasan tak masuknya RUU Narkotika dalam Prolegnas prioritas lantaran Komisi III masih fokus dalam pembahasan RKUHP dan sejumlah RUU lainnya. Ia meminta agar BNN segera menyiapkan naskah akademik beserta draf RUU Narkotika agar dapat menjadi syarat dapat masuk dalam Prolegnas prioritas di 2017 mendatang.

“Sekalian dituangkan penguatan lembaga, sehingga ‘kelamin’ BNN ini lebih kuat dibanding rezim pengaturan saat ini. Semoga bisa dibahas 2017, karena kalau dibahas 2018, tidak akan selesai karena fokus dengan yang lain menghadapi pemilu,” ujar politisi PPP itu.

Kepala BNN Komjen Budi Waseso  mengamini pandangan sejumlah anggota dewan agar UU Narkotika direvisi. Menurutnya, dukungan dengan kewenangan khusus dan sebagai badan tunggan otonom menjadi kekuatan BNN dalam pemberantasan peredaran narkotika.

Tak saja kewenangan dan badan otonom, pria biasa disapa Buwas itu menilai perlunya peradilan khusus seperti halnya peradilan khusus kasus korupsi. Supaya kasus narkotika bersifat khusus penanganannya mulai penyidikan hingga peradilan. “Kami mohon dukungan revisi dan harapan kami RUU Narkotika menjadi sempurna dan kalau memungkinkan peradilannya khusus dan tidak bercampur dengan lainnya,” ujarnya.

Sedang susun naskah akademik dan draf
Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) itu mengatakan, terkait dengan revisi UU Narkotika, BNN sudah membentuk tim untuk menyusun naskah akademik dan draf RUU. Selain tim bentukan BNN, lembaga itu pun masih meminta berbagai masukan dari sejumlah pakar hukum untuk meramu rumusan pasal dalam rangka penguatan pemeberantasan peredaran narkotika dan penguatan kelembagaan.

“Terkait Revisi UU, memang ini sedang kami kerjakkan. Revisi ini sedang dikerjakan tim dan pakar-pakar hukum. Kalau selesai insya Allah kami sampaikan ke DPR,” ujarnya.

Lebih lanjut, Buwas berpendapat UU Narkotika yang ada saat ini dinilai sudah tidak mampu menjadi perangkat BNN dalam pemberantasan narkotika.  Banyak ranah abu-abu yang digunakan sebagia celah yang berujung berlindung atas nama ‘korban’. Setidaknya, dengan atas nama ‘korban’ dapat mengajukan rehabilitasi dan tidak perlu ditahan. Padahal rehabilitasi menggunakan uang negara.

Buwas mengatakan program pemerintah terkait dengan rehabilitas 400 ribu pengguna narkotika tak dapat dipenuhi. Pasalnya BNN belum dapat melaksanakan lantaran hanya sekian puluh ribu saja yang dapat direhabilitas. “Makanya BNN menunda program rehabilitasi tahun ini, tetapi kita menyiapkan standar besar untuk balai rehabilitasi. Sehingga rehabilitasi dapat dipertanggungjawabkan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait