Kewajiban BLTA Capai Rp22 Triliun
Berita

Kewajiban BLTA Capai Rp22 Triliun

Pemegang obligasi belum diperhatikan.

hrs
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Niaga. Foto: Sgp
Pengadilan Niaga. Foto: Sgp

Kewajiban PT Berlian Laju Tanker (BLTA) Tbk diketahui mencapai kisaran Rp22 triliun. Utang itu harus dibayarkan pada 162 kreditor.


Kewajiban emiten sektor transportasi laut itu diketahui dari hasil rapat kreditor BLTA dengan agenda verifikasi piutang di PN Jakarta Pusat, Selasa (7/8). Rapat itu digelar menyusul penetapan majelis Pengadilan Niaga yang menyatakan BLTA dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPU-S).


Adapun rincian dari jumlah tagihan tersebut di antaranya adalah PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk sebesar Rp640,196 juta, BNI Syariah sebesar Rp21,030 miliar,BCA Syariah sebanyak Rp16,658miliar dan PT CIMB Niaga Tbk sebesar Rp856,613miliar.


Lalu Rp18,083 miliar dimiliki oleh DBS Indonesia, PT BII Tbk sebesar Rp128,273 miliar,Bank Mizuho Indonesia sejumlah Rp130,249 miliar, dan HSBC USA senilai Rp2,090 triliun. Sementara itu, jumlah tagihan yang dijamin oleh kreditor Deutsche AG mencapai Rp138,076 miliar, dan tagihan yang tidak dijamin mencapai Rp660,139 miliar.


Untuk kreditor yang mengajukan permohonan PKPU, yaitu PT Bank Mandiri Tbk, jumlah tagihan yang tidak dijamin adalah Rp164,766 miliar. Lalu tagihan yang dijamin adalah Rp93,450 miliar.  


Kewajiban pada BCA, mencapai Rp472,412 miliar. Ditambah  tagihan yang dijamin dengan kebendaan sebesar Rp61,414 miliar.


“Daftar verifikasi ini harus ditelaah lebih dalam dan ini masih bersifat sementara. Artinya, bisa berubah jumlahnya dan sifat kreditornya apakah konkuren atau separatis,” papar Pengurus PKPU-S Andrey Sitanggang.


Andrey pun melanjutkan dari total tagihan ini, sebanyak Rp800 miliar adalah tagihan dari 61 intercompany. Andrey pun menambahkan pihaknya memerlukan tenaga ahli untuk mempelajari dokumen-dokumen tersebut. “Karena waktunya yang sempit, kita memerlukan ahli untuk melihat hal ini,” lanjutnya lagi.


Mengingat kompleksnya permasalahan yang dihadapi, Direktur Utama BLTA, Widihardja Tanudjaja meminta penambahan waktu dalam mengajukan composition plan yang sedianya diserahkan pada 7 Agustus ini. Namun, konsep tersebut baru bisa diberikan pada 9 Agustus sebelum tengah hari.


Rencana dirut perusahaan tanker ini pun dipertegas dan diyakinkan Nicholas Yoong, Konsultan PT BLT yang juga merupakan Direktur Borrelli Walsh. Nicholas menyatakan rencana perdamaian itu akan siap dan positif memenuhi permintaan para kreditor.


Bahkan, draf pertama telah ditunjukkan ke beberapa kreditor dan direspon cukup baik. Keseriusan pihaknya dalam menyelesaikan masalah ini juga ditunjukkan dengan rencana pengembalian kapal yang mengalami kerugian. Pengembalian akan dilakukan pada 1 Januari 2013.


“Kapal yang disewa dan rugi akan kita pulangkan pada 1 Januari 2013. Mengenai composition plan itu sendiri sudah siap dan draf awal telah ditunjukkan ke beberapa kreditor. Pada intinya, kita sedaye upaye menampung segala permintaan kreditor,” tutur Nicholas dalam rapat tersebut.


Nicholas pun menambahkan dari total 80 kapal yang dimiliki perusahaan tanker ini, setidaknya ada 50 kapal yang masih memberikan keuntungan kepada perusahaan. Namun, dirinya enggan menyebutkan berapa kisaran angka yang didapatkan dari 50 kapal tersebut.


“Mengenai berapa keuntungan dari 50 kapal ini, nanti bisa kita tunjukkan di composition plan. Sekarang ini, fokus kita adalah membuat composition plan itu,” lanjutnya.


Secara keseluruhan, proses pencocokan yang menghabiskan waktu selama empat jam ini  berjalan cukup lancar. Kecuali pembahasan mengenai jumlah suara pada pemegang obligasi.


Pasalnya, beberapa kreditor mempertanyakan mekanisme pengambilan suara untuk kreditor yang terikat pada perjajian wali amanat. Bahkan, salah satu kreditor mengkhawatirkan akan terjadi manipulasi jumlah suara.


Terkait hal ini, Andrey mengingatkan bahwa permasalahan obligasi ini adalah perjanjian yang dibuat sendiri oleh para pihak. Jadi, tim pengurus tidak bisa menyimpang dari perjanjian wali amanat yang telah ditandatangani para pihak. 


Andrey pun melanjutkan sebelum pemungutan suara dilakukan, terlebih dahulu harus dilakukan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO). “Itulah yang menjadi pijakan pengurus untuk mengambil sikap,” tukasnya.


Kendati demikian, Andrey menekankan bahwa jumlah suara pemegang obligasi tidak akan dihitung menjadi satu suara. Akan tetapi, dihitung berdasarkan suara terbanyak. 

Tags: