Ketua Organisasi Panjat Tebing Makelar Kasus Pilkada
Berita

Ketua Organisasi Panjat Tebing Makelar Kasus Pilkada

Akil sendiri tercatat sebagai Ketua Umum Federasi Panjat Tebing Indonesia.

NOV
Bacaan 2 Menit
Ketua Organisasi Panjat Tebing Makelar Kasus Pilkada
Hukumonline
Bupati Gunung Mas Hambit Bintih menjadi saksi untuk terdakwa suap terkait sengketa Pilkada Gunung Mas, Chairun Nisa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/2). Hambit mengungkapkan, ada makelar lain yang mencoba membantu pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas di MK. Makelar lain yang dimaksud adalah Dodi Sitanggang.

Dodi adalah Ketua Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Provinsi Kalimantan Tengah. Dodi mengenal Akil karena eks Ketua MK itu adalah Ketua Umum FPTI periode 2012-2016. Hambit mengatakan dirinya sudah lama mengenal Dodi. Saat Hambit menjabat Wakil Bupati dan kemudian Bupati Gunung Mas, Dodi menjadi Sekretaris Panjat Tebing Kabupaten Gunung Mas.

Menurut Hambit, Dodi beberapa kali menceritakan kedekatannya dengan Akil. Dodi bahkan mengaku sering makan dan minum bersama Akil. Suatu hari, Dodi datang ke rumah Hambit membicarakan sengketa Pilkada Gunung Mas di MK. Dodi meminta Hambit tidak tinggal diam dan segera mengurus sengketa Pilkada Gunung Mas.

Hambit mendengar isu adanya permainan uang dalam setiap penanganan sengketa Pilkada di MK. Hambit merasa khawatir. Ia tidak mau nasibnya berakhir seperti beberapa rekan sesama kader PDIP yang tidak jadi menjabat Bupati Kotawaringin Barat dan Kapuas karena MK membatalkan penetapan KPU kedua kabupaten tersebut.

Tidak mau kemenangannya dianulir MK, Hambit mau bertemu Akil. Hambit mulanya tidak begitu percaya jika Dodi memiliki kedekatan dengan Akil. Dalam pikiran Hambit, penampilan Dodi yang sehari-hari menggunakan kaos dan sepatu kets tidak mungkin mempunyai kedekatan dengan pejabat negara seperti Akil.

Namun, Dodi mencoba meyakinkan Hambit dengan membawa Hambit ke rumah Akil. Sekitar 19 September 2013, Hambit bersama Dodi, Ketua Panjat Tebing Aceh, dan Ketua Panjat Tebing Pontianak datang ke rumah Akil. Dodi dan kedua rekannya turun, sedangkan Hambit menunggu di mobil. Hambit terkejut melihat Dodi begitu leluasa di rumah Akil.

“Saya lihat mereka masuk tanpa lapor di pos. Makan, minum, ngerokok sana sini di rumah Pak Akil. Saya pikir aneh, anak-anak semacam ini di tempat pejabat begini. Terus terang tidak masuk logika, karena akrab betul. Kurang lebih 15 menit, Dodi kembali ke mobil. Dia bilang, Pak Hambit mohon maaf, Pak Akil tidak bisa menerima,” katanya.

Mendengar Akil tidak bisa menerima Hambit, Bupati Gunung Mas ini memutuskan untuk pulang. Keesokan harinya, Dodi kembali mengajak Hambit bertemu Akil. Kali ini, Dodi meminta Hambit berpenampilan lebih santai dengan menggunakan kaos dan sepatu kets. Dodi bersama Hambit datang ke rumah Akil menggunakan taksi.

Sesampainya di rumah Akil, Dodi memperkenalkan Hambit kepada Akil. Hambit meyampaikan kedatangannya terkait dengan sengketa Pilkada Gunung Mas di MK. Akil mengaku permohonan sengketa Pilkada Gunung Mas sudah ada di mejanya. “Pak Akil bilang, ‘Berat ya kasus Gumas (Gunung Mas) itu’,” ujar Hambit.

Hambit merasa heran, mengapa Akil sudah menyimpulkan berat, padahal Akil belum membaca permohonan tersebut. Anehnya lagi, setelah Akil menyatakan permohonan itu berat, Akil malah meminta Hambit menjelaskan apa saja yang dipermasalahkan pemohon. Hambit lalu menjelaskan empat poin yang dipermasalahkan pemohon.

Pertama, mengenai dugaan money politic dalam penyelenggaraan Pilkada Gunung Mas 2013. Kedua, dugaan manipulasi kertas suara. Ketiga, 1200 orang tidak waras yang terdaftar sebagai pemilih. Keempat, mengenai Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda. “Pak Akil bilang, ‘biasalah incumbent itu memang permainannya’ di depan saya,” tutur Hambit.

Arahan Akil
Pernyataan Akil membuat Hambit semakin khawatir. Namun, Hambit juga merasa takut jika harus terus-menerus datang ke rumah Akil. Menurut Hambit, Akil meminta Hambit tidak usah berhubungan langsung dengannya. Akil mengarahkan agar Hambit melanjutkan pengurusan perkara dengan Anggota DPR dari fraksi Partai Golkar Chairun Nisa.

Dalam pikiran Hambit, arahan Akil berkesesuaian dengan arahan Ketua DPD Golkar Palangkaraya Rusliansyah. Pasalnya, sebelum bertemu Akil, Rusliansyah sudah membawa Hambit wara wiri bertemu Ketua DPP Partai Golkar Bidang Organisasi dan Kaderisasi sekaligus Anggota Komisi VII Mahyudin dan Chairun Nisa di Hotel Sahid.

Hambit menceritakan, Rusliansyah sempat menyarankan Hambit mengurus sengketa Pilkada Gunung Mas. Rusliansyah mempertemukan Hambit dengan Mahyudin karena mau melalui “jalur” Golkar. “Kata Rusli, biar nanti ngurusnya enak. Akil itu orang Golkar. Dia bilang, yang penting saya nanti jangan berseberangan dengan Golkar,” katanya.

Demi meyakinkan Hambit, Rusliansyah menunjukan sebuah SMS yang menginformasikan jika Jaya Samaya Monong, pemohon sengketa Pilkada Gunung Mas, juga sudah siap menyuap Akil. Hambit menjadi semakin gelisah, terlebih lagi ketika ia melihat pemberitaan bahwa MK memerintahkan Pilkada Lebak, Banten diulang.

Tidak lama, Hambit kembali bertemu Chairun Nisa di Hotel Borobudur Jakarta. Chairun Nisa datang bersama suaminya H Maliki. Chairun Nisa tidak membawa serta Rusliansyah karena merasa malas dengan sikap Rusliansyah yang suka memotong duluan Rp500 juta. Hambit lalu meminta keponakannya, Cornelis Nalau Antun untuk hadir.

Hambit melanjutkan, dalam pertemuan itu, Chairun Nisa menunjukan SMS Akil yang isinya meminta Rp3 miliar untuk mengurus sengketa Pilkada Gunung Mas di MK. Sambil bercanda, Hambit meminta Chairun Nisa menawar Rp500 jutaan. “Ibu (Chairun Nisa) bilang, nggak ada yang mainan kalau Rp500 jutaa. Ini Rp3 miliar,” ujarnya.

Chairun Nisa bahkan menyatakan kepada Hambit, Bupati Barito Utara dan Wali Kota Palangakarya juga sudah menyetor untuk pengurusan sengketa Pilkada. Chairun Nisa menganggap Permintaan Rp3 miliar terbilang kecil karena Wali Kota Palangkaraya setor Rp3 miliar dan Bupati Barito Utara setor Rp4 miliar sampai Rp5 miliar.

Setelah sepakat, Hambit menanyakan kesanggupan Cornelis menyediakan Rp3 miliar. Cornelis sampai harus berutang untuk menyediakan uang Rp3 miliar. Cornelis akhirnya berhasil menyiapkan Rp3 miliar. Namun, sebelum kembali ke Jakarta, Hambit didatangi Dodi yang marah-marah karena Hambit sudah deal dengan orang lain.

Dodi mendapat informasi, Akil tengah menunggu kiriman Rp3 miliar dari Hambit. Padahal, Hambit tidak pernah memberi tahu Dodi mengenai kesepakatan Rp3 miliar. Dodi juga tidak mengenal Chairun Nisa. Hambit curiga, Akil yang memberitahukan kepada Dodi. Saat berada di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya, Hambit bertemu Chairun Nisa.

Hambit memberikan Rp75 juta kepada Chairun Nisa. Hambit membantah uang itu sebagai tanda terima kasih karena Chairun Nisa telah membantu pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas. Uang tersebut untuk membantu biaya kepegian Chairun Nisa ke tanah suci. Hambit menegaskan, uang itu berasal dari kocek pribadi.

Firasat Buruk
Singkat cerita, Hambit dan Chairun Nisa berangkat ke Jakarta pada 2 Oktober 2013. Cornelis terlebih dahulu sudah berada di Jakarta. Malam harinya, Chairun Nisa bersama Cornelis berangkat ke rumah Akil. Keduanya langsung ditangkap petugas KPK. Di tempat terpisah, di Hotel Redtop, Hambit juga ditangkap KPK.

“Begitulah ceritanya, saya menginap di Hotel Redtop. Memang saya merasa was-was karena mobil teman saya tertabrak taksi kota. Saya bilang, ada firasat tidak baik. Cuma, waktu itu saya tidak ada pikiran bahaya. Sampai di Hotel Redtop, tidak lama, datang petugas KPK kurang lebih pukul 22.00 WIB,” tuturnya.

Menanggapi kesaksian Hambit, Chairun Nisa menyatakan keberatan. Menurut Chairun Nisa, tidak pernah sekalipun perkataan mengenai Bupati Barito Utara yang menyetor uang untuk pengurusan sengketa Pilkada. Ia mengaku tidak mengenal Bupati Barito Utara. Terkait dengan Wali Kota Palangkaraya, Chairun Nisa hanya mendengar dari Rusliansyah.

Kemudian, Chairun Nisa dengan suara parau menanyakan bagaimana perasaan Hambit melihat nasib Chairun Nisa yang harus dibui dan menjadi terdakwa akibat perbuatan Hambit. Gara-gara membantu Hambit, Chairun Nisa mengatakan, karirnya hancur. Akan tetapi, Hambit tidak mau menjawab pertanyaan Chairun Nisa tersebut.
Tags:

Berita Terkait