Ketua MK Kritik Pendidikan Hukum yang Hanya Ajarkan Teori
Berita

Ketua MK Kritik Pendidikan Hukum yang Hanya Ajarkan Teori

Seharusnya mahasiswa juga memperoleh materi seputar moral dan integritas.

HAG
Bacaan 2 Menit

“Kita kalau berkonten lokal supaya diupload di jurnal internasional sulit. Tapi bidang hukum ada aspek local berdasarkan ideologi atau konten local. Sehingga pada 2 sampai 4 tahun ini menjadi guru besar sangat sulit di Indonesia. Sekarang banyak Doktor Muda yang terhenti karena makalah di jurnal internasional di Indoensia tidak ada. Sehingga ini harus dipikirkan, apakah kita perlu lembaga sendiri walaupun scope nasional tapi mutunya internasional," paparnya.

Namun, saat ini melalui MK, dia sedang mengusahakan agar jurnal MK berstandar internasional sehingga akan membantu para doktor di Indonesia dapat mengupload jurnal Internasional. “Sekarng ini MK baru berusaha menjadikan majalah MK terakreditasi secara internasional. Sehingga ini bisa menjadi sarana untuk menjadi tempat menulis,” jelasnya.

Selain menyatakan harapannya terhadap pendidikan hukum di Indonesia, Areif juga mengulas mengenai hukum Indonesia. Menurutnya, hukum di Indonesia sekarang tidak sesuai dengan cita-cita hukum yang sesungguhnya. Indonesia adalah negara yang mencita-citakan kesejahteraanya lahir dan batin, tetapi bidang hukum belum bisa memberikan kesejahteran lahir batin.

“Indonesia merupakan negara yang berkeTuhanan. Putusan MK atau MA semuanya mendasarkan pada irah-irah. Berarti hukum harus didasarkan oleh sinar Ketuhanan Yang Maha Esa. Tapi sekarang beda, orang yang seharusnya menetapkan tersangka atau memidanakan harus disinari oleh sinar Ketuhanan Yang Maha Esa, kalau sekarang malah dengan gagah berani atau arogan, tidak ada belas kasihan dalam penetapan itu. Mestinya hukum harus dijalankan dengan kasing sayang dan sinar ketuhanan. Hukum Indonesia harus dibangun berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa,” paparnya.

“Di Indonesia ada tiga jenis hakim. Hakim yang masuk surga, ada hakim yang masuk neraka, dan ada hakim yang nerakapun tidak mau menerimanya. Sehingga Hakim mestinya menjalankan hukum berdasarkan ketuhanan tetapi sekarang perkaranya di-jual belikan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait