Ketua MA: Perma soal Penggunaan UU Pers Tidak Selesaikan Masalah
Utama

Ketua MA: Perma soal Penggunaan UU Pers Tidak Selesaikan Masalah

Dibuatnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang mengatur penggunaan UU Pers dalam kasus pers dinilai oleh Ketua MA, Bagir Manan, tidak akan menyelesaikan masalah. Khusus untuk kasus Majalah Trust, Bagir menyarankan agar mereka mengajukan banding.

Nay
Bacaan 2 Menit
Ketua MA: Perma soal Penggunaan UU Pers Tidak Selesaikan Masalah
Hukumonline

Ketimbang membuat Perma, yang lebih strategis, menurut Bagir, adalah meninjau kembali dan menyempurnakan UU Pers. Mengenai soal pidana, misalnya, UU Pers tidak mengatur mengenai hal itu, sehingga kalau ada perkara pidana, diberlakukan Undang-undang Pidana. "Sehingga tidak bisa dinilai UU Pers sebagai lex specialis, karena di situ tidak ada ketentuannya," cetusnya.

Dalam kesempatan itu, Bagir juga mengingatkan bahwa meski majalah Trust dan beberapa media lain dihukum oleh majelis hakim, namun dalam kasus gugatan Pasopati terhadap beberapa media di Bandung. Seperti diketahui, hakim menolak gugatan Pasopati dengan alasan bahwa penggugat harus terlebih dahulu menempuh mekanisme yang lazim digunakan dalam dunia pers sebelum berproses di pengadilan. "Ini menunjukkan ada dinamika. Yah, kita berproseslah," ucap Bagir.

Menuai Kecaman

Putusan hakim terhadap majalah Trust kemarin (13/05) menuai kecaman dari kalangan pers. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam siaran persnya pada Jumat (14/05), menyatakan protes dan menilai putusan tersebut sebagai lonceng kematian terhadap kebebasan pers.

AJI mengajak anggota komunitas pers untuk menolak dimasukannya delik pers dalam revisi KUHP baru serta menuntut aparat penegak hukum untuk menggunakan UU Pers sebagai lex specialis dalam menangani perkara-perkara jurnalis. Mahkamah Agung sebagai institusi yang paling tinggi dalam sistem peradilan di Indonesia diminta untuk lebih mengawasi hakim-hakim yang sedang menangani kasus-kasus pers di persidangan.

Senada dengan AJI, The Southeast Asian Press Alliance (SEAPA) Jakarta mengecam keras keputusan majelis hakim PN Jakarta Pusat. Dalam siaran persnya, SEAPA Jakarta menyatakan bahwa putusan tersebut akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers dan kebebasan jurnalis dalam menulis berita.

Lebih jauh, SEAPA meminta majelis hakim yang menyidangkan perkara untuk mempertimbangkan fakta-fakta lain diluar soal pemberitaan. SEAPA melihat selama ini banyak hakim yang mengabaikan fakta-fakta tersebut sehingga banyak media dikalahkan di pengadilan.

"Mereka kan tinggal banding saja. Tidak usah ribut-ribut. Banding saja, kasasi, kan masih panjang ceritanya," ujar Bagir, Jumat (15/05) di gedung MA. Pernyataan Bagir ini menanggapi putusan hakim PN Jakarta Pusat yang menghukum majalah Trust. Putusan tersebut mendapat sorotan karena hakim tidak menggunakan Undang-undang Pers dalam pertimbangan hukumnya.

Untuk membuat hakim memahami UU Pers dan kerja jurnalistik, menurut Bagir, MA pernah membuat pelatihan bagi para hakim bekerjasama dengan Dewan Pers. Namun, pelatihan itu terpaksa terhenti karena tidak ada dana. Padahal, Bagir berpendapat, workshop atau diskusi untuk menanamkan pemikiran mengenai kebebasan pers bagi kalangan hakim, jaksa dan polisi, sangat penting.

Bahkan, hal tersebut dinilai Bagir lebih penting ketimbang menyusun Perma yang mengatur soal penggunaan UU Pers dalam kasus pers. "Target yang paling penting bagaimana orang bisa melihat kebebasan pers sebagai bagian esensial dari kebebasan berdemokrasi. Perma saja tidak ada gunanya," ucap Bagir. Apalagi, Perma tidak bisa berlaku untuk kasus-kasus pidana.

Untuk membuat Perma, Bagir menyatakan, baik MA maupun kalangan pers, belum sepakat apakah UU Pers merupakan ketentuan khusus (lex specialis) atau bukan, sehingga hal itu masih harus dikaji secara mendalam sebelum disusun sebuah Perma.

Tags: