Ketua MA: Persidangan Elektronik Tetap Mementingkan Keadilan Prosedural dan Substantif
Utama

Ketua MA: Persidangan Elektronik Tetap Mementingkan Keadilan Prosedural dan Substantif

MA terus berupaya meningkatkan kualitas SDM dan sarana prasarana teknologi di Seluruh Indonesia agar persidangan elektronik dapat berjalan efektif.

Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
M. Syarifuddin dalam acara 'Kuliah Umum Ketua Mahkamah Agung' yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Ilumni FH Unpar) bekerja sama dengan FH Unpar, Rabu (23/3/2022). Foto: AID
M. Syarifuddin dalam acara 'Kuliah Umum Ketua Mahkamah Agung' yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Ilumni FH Unpar) bekerja sama dengan FH Unpar, Rabu (23/3/2022). Foto: AID

Pengadilan Umum seluruh Indonesia telah menerapkan persidangan elektronik dalam perkara pidana yang mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik (Perma Sidang Pidana Online). Perma ini mengatur tata cara pelaksanaan persidangan perkara pidana baik perkara pidana dalam lingkup peradilan umum, militer, maupun jinayat secara daring (online).

Perma yang diteken Ketua MA M. Syarifuddin pada 25 September 2020 lalu itu telah disusun oleh Pokja berdasarkan SK KMA No. 108/KMA/IV/2020 tentang Kelompok Kerja Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik. Perma persidangan pidana online ini sebagai tindak lanjut Nota Kesepahaman antara MA, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference dalam Rangka Pencegahan Covid-19 pada 13 April 2020 lalu.  

Namun, kini beberapa ketentuan dalam Perma No.4 Tahun 2020 bakal segera diubah melalui draf perubahan Perma. Misalnya, perubahan Pasal 3 dalam Perma No.4 Tahun 2020 yakni dalam proses persidangan, dokumen keberatan/eksepsi, tanggapan, tuntutan, pembelaan, replik, dan duplik diunggah ke Sistem Informasi Perkara (SIP) sebelum dibacakan. Setiap dokumen elektronik yang diunggah, diunduh, dan diverifikas.

Baca:

Sesaat setelah keberatan eksepsi, pendapat, tuntutan, pembelaan, replik dan duplik dibacakan, pengadilan meneruskan dokumen elektronik tersebut ke alamat domisili elektronik penuntut/terdakwa dan/atau ke penasihat hukum. Dalam hal SIP tidak dapat diakses, pengiriman dokumen dikirim melalui sarana elektronik lainnya antara yang diunduh dan yang dibacakan.

Ketua Mahkamah Agung, M. Syarifuddin mengatakan peradilan elektronik telah dicita-citakan dalam Blue Print MA Tahun 2010-2035 yang menjadi visi MA agar terciptanya badan peradilan yang agung yang modern dengan berbasis teknologi. MA kemudian menciptakan berbagai inovasi persidangan elektronik baik perkara perdata, agama, TUN, militer, hingga pidana. Persidangan Elektronik Perkara Pidana diatur dalam Perma No.4 Tahun 2020 (yang saat ini sedang dibahas perubahannya, red).

“Persidangan elektronik dalam perkara pidana memberikan kecepatan yang signifikasi di masa pandemi. Namun, bila pandemi telah berakhir, persidangan elektronik tetap akan berjalan. Tentu dengan tetap mementingkan keadilan prosedural dan keadilan substantif harus tetap terpenuhi,” kata M. Syarifuddin dalam acara "Kuliah Umum Ketua Mahkamah Agung" yang digelar oleh Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Ilumni FH Unpar) bekerja sama dengan FH Unpar secara luring dan daring, Rabu (23/3/2022).  

Syarifuddin mengatakan untuk mewujudkan hal ini tentu diperlukan Sumber Daya Manusia yang baik untuk mendukung reformasi teknologi di tubuh MA dan juga sarana prasarana teknologi yang lengkap di seluruh pengadilan di Indonesia. “Bila dua hal ini dapat terwujud dengan baik, maka mewujudkan peradilan cepat biaya ringan dapat berjalan dengan efektif,” ujar Syarifuddin yang menyampaikan materi dengan topik "E-Litigasi dalam Perkara Pidana (Upaya MA dalam Merespons Kondisi Pandemi Melalui Transformasi Teknologi). 

“Apa yang menjadi visi MA semakin dekat. Proses peradilan elektronik tetap merujuk hukum pidana pada umumnya tidak mengubah asas dan prinsip hukum pidana. Saya berharap dari para akademisi bisa memberikan masukan dan saran yang baik terkait persidangan elektronik ini."  

Ia mengatakan saat ini dalam Perma Persidangan Elektronik perkara pidana sudah diatur dalam keadaan tertentu bisa dilakukan offline dan dalam keadaan tertentu bisa dilakukan secara online tentu dengan merujuk hukum acara pidana yang berlaku. Sebab, di masa pandemi seperti saat ini dalam sidang pidana elektronik, hak-hak tersangka/terdakwa perlu tetap dijaga karena prinsip HAM adalah wujud keadilan tertinggi.

“Persidangan elektronik perkara pidana ke depannya tetap relevan dalam norma baru dan akan terus-menerus melakukan perbaikan dari sisi regulasi hingga teknologi untuk peradilan di masa mendatang,” tegasnya.

Seperti diketahui, Perma No.4 Tahun 2020 ini persidangan perkara pidana dapat dilaksanakan secara online baik sejak awal persidangan maupun saat sidang sudah berjalan atas permintaan penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum dan ditetapkan hakim/majelis hakim. Perma ini juga tidak dimaksudkan persidangan harus dilaksanakan secara online, tetapi sebatas memberi landasan hukum dan pedoman kapan persidangan dapat dilaksanakan secara online dan bagaimana tata caranya. 

Prinsipnya, hakim/majelis hakim, panitera pengganti, penuntut bersidang di ruang sidang pengadilan. Sementara terdakwa mengikuti sidang dari Rutan tempat terdakwa ditahan dengan didampingi/tanpa didampingi penasihat hukum. Atau hakim/majelis hakim, panitera pengganti bersidang di ruang sidang pengadilan, sedangkan penuntut umum mengikuti sidang dari Kantor penuntut umum, terdakwa dengan didampingi/tanpa didampingi penasihat hukumnya mengikuti sidang dari Rutan tempat terdakwa ditahan.

Tags:

Berita Terkait