Ketua KPK Wanti-wanti Perguruan Tinggi Jadi Sarang Korupsi
Terbaru

Ketua KPK Wanti-wanti Perguruan Tinggi Jadi Sarang Korupsi

Terdapat berbagai upaya memberantas korupsi di perguruan tinggi. Seperti tidak melakukan pembuatan proposal palsu, gratifikasi, penyalahgunaan dana beasiswa, hingga plagiat.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ketua KPK Nawawi Pomolango. Foto: RES
Ketua KPK Nawawi Pomolango. Foto: RES

Institusi pendidikan seperti perguruan tinggi di Indonesia seharusnya menjadi tempat memupuk nilai-nilai anti-korupsi. Sayangnya, institusi ini juga rawan menjadi sarang perilaku koruptif ditandai dengan terungkapnya berbagai rentetan kasus. Modus-modus korupsi di perguruan tinggi pun beragam.

Mulai dari proses penerimaan mahasiswa baru, pemilihan rektor, pengaturan maupun rekayasa pengadaan, markup, hingga konflik kepentingan. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menjalin mitra kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di Indonesia guna mencegah terjadinya perilaku koruptif di sektor ini. 

Ketua KPK, Nawawi Pomolango menegaskan, tindak pidana korupsi yang telah merasuki lembaga pendidikan di Indonesia adalah tindakan paling ekstrem karena bisa mencederai integritas dan masa depan bangsa. 

“Tugas kita adalah melenyapkan tindak pidana korupsi dari dunia pendidikan Indonesia," ujar Nawawi dalam kuliah umum bertajuk ‘Sinergi KPK RI dan Peran Lembaga Pendidikan dalam Pemberantasan Korupsi’ di Auditorium Harum Nasution, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, Tangerang Selatan, Selasa (14/5/2024).

Baca juga:

Dia menyampaikan terdapat berbagai upaya memberantas korupsi di perguruan tinggi. Misalnya dengan tidak melakukan pembuatan proposal palsu, gratifikasi atau suap, markup uang kuliah atau buku, penyalahgunaan dana beasiswa, terlambat, titip absen atau bolos, menyontek, hingga plagiat.

KPK memaparkan Data Survei Penilaian Integritas Pendidikan (SPI Pendidikan) 2023 menunjukkan indeks integritas pendidikan masih berada di angka 73,7 poin yang berarti kondisi integritas pendidikan di Indonesia masih berada pada level 2 (korektif) dari 5 level yang ada. Masih banyak ditemukan perilaku tidak berintegritas yang terekam di sektor pendidikan hingga tata kelola yang akhirnya rentan terhadap perilaku koruptif. 

Nawawi yakin, dalam pemberantasan korupsi perguruan tinggi memiliki peran strategis dan fundamental. Sebagai wadah bagi generasi muda yang cerdas dan potensial, perguruan tinggi masih memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi dan membangun budaya integritas sejak dini.

Menurutnya, lembaga pendidikan memiliki peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai integritas dan membiasakan sikap antikorupsi sejak dini kepada mahasiswa salah satunya melalui insersi pendidikan antikorupsi. Ia berharap pendidikan antikorupsi dapat terus digencarkan sembari menanamkan sembilan nilai antikorupsi.

“Jumat Bersepeda, yaitu jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras. Hidup tanpa jujur niscaya tidak akan makmur,” tegas Nawawi.

Rektor UIN Jakarta, Asep Saepudin Jahar menuturkan jika perilaku koruptif di sektor pendidikan dapat dimitigasi melalui insersi pendidikan antikorupsi. Apalagi, selama ini UIN Jakarta terus menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi dengan menggandeng KPK dalam berbagai kegiatan. 

"Semoga niat kita untuk memperkuat anti korupsi menjadi bagian penting di dalam mendorong pembangunan Indonesia, khususnya di lingkungan pendidikan. Semoga perpanjangan kerja sama ini, akan memperkuat UIN, KPK, pemerintahan, dan kemajuan Indonesia,” jelas Asep.

Untuk memitigasi korupsi di pendidikan tinggi, KPK juga melaksanakan program khusus perguruan tinggi lewat Penguatan Integritas Ekosistem Perguruan Tinggi Negeri (PIEPTN). Program ini ditujukan bagi seluruh perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi keagamaan negeri (PTKN) di Indonesia.

Ada 8 Perangkat Anti korupsi Program Good University Governance (GUG) melalui pemetaan area penguatan prioritas yang akan membantu pimpinan PTN menentukan secara mandiri perangkat antikorupsi yang sesuai. Delapan program tersebut yakni Pengelolaan konflik kepentingan, pengendalian gratifikasi dan suap, SOP pada area penguatan integritas, regulasi yang mencantumkan reward & punishment.

Kemudian, optimalisasi teknologi informasi untuk digitalisasi/ otomasi sistem, keterbukaan informasi & forum komunikasi, integrasi nilai integritas ke dalam kode etik dan perilaku pimpinan akademisi dan tenaga kependidikan, pengawasan internal dan whistle blowing system. 

Tags:

Berita Terkait