Ketua KPK: Ada Dua Kasus Berbeda dalam OTT Oknum Jaksa
Berita

Ketua KPK: Ada Dua Kasus Berbeda dalam OTT Oknum Jaksa

Satu kasus yang ditangani KPK, satu lagi kasus yang melibatkan dua oknum jaksa yang ditangani penyelidikannya bekerja sama dengan Kejaksaan Agung.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ketua KPK Agus Rahardjo saat RDP dengan Komisi III DPR, Senin (1/7). Foto: RES
Ketua KPK Agus Rahardjo saat RDP dengan Komisi III DPR, Senin (1/7). Foto: RES

KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah oknum jaksa di Jakarta, Jumat (28/6). Alhasil, setelah dilakukan pemeriksaan, KPK menetapka tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah Aspidum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Agus Winoto, seorang advokat bernama Alvin Suherman (AS), dan seorang swasta berinisial SPE.

 

Ketua KPK Agus Rahardjo memastikan bahwa kasus yang dijerat kepada tiga tersangka berbeda dengan kasus yang dujerat kepada dua oknum jaksa lainnya, yakni Kasubsi Penuntutan Kejati DKI Jakarta, Yadi Herdianto dan Kasie Kamnegtibun TPUL Kejati DKI Djakarta Yuniar Sinar Pamungkas.

 

Menurut Agus, dalam menangani kasus yang menjerat Yadi serta Yuniar tersebut, KPK akan bekerja sama dengan Kejaksaan Agung. Hal ini sesuai dengan fungsi KPK sebagai lembaga antirasuah yang melakukan fungsi kordinasi dan supervisi terhadap institusi aparat penegak hukum lainnya. Sedangkan untuk kasus yang menjerat Aspidum Kejati DKI Jakarta, ia menegaskan, akan disidik sendiri oleh KPK.

 

“Ini ada dua kasus yang berbeda. Tidak ada pengembalian ke sana (Kejaksaan Agung, red). Nah untuk kasus OTT tersangkanya Aspidum  langsung ditangani KPK,” kata Agus di sela-sela RDP dengan Komisi III DPR, Senin (1/7).

 

Terkait kasus yang menjerat dua oknum jaksa lainnya, lanjut Agus, masih diperlukan pendalaman lebih jauh. Ia yakin, model kerja sama antara KPK dengan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus ini akan efektif lantaran sudah ada barang bukti uang puluhan ribu dolar Singapura dan ratusan juta rupiah.

 

“Ada beberapa bukti yang kita temukan, akan ke sana (proses lebih lanjut, red). Ini kasus saja belum jelas, makanya kita akan menyelidiki,” ujarnya.

 

Terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menegaskan bahwa kasus yang melibatkan oknum jaksa sudah tepat ditangani oleh KPK. Hal ini dikarenakan, KPK merupakan lembaga yang paling tepat dalam menangani kasus korupsi sesuai Pasal 11 huruf a UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. “Pada operasi KPK, beberapa oknum yang tertangkap memiliki latar belakang sebagai jaksa, maka KPK secara yuridis mempunyai otoritas untuk menanganinya lebih lanjut,” ujarnya.

 

Baca:

 

Alasan lainnya, lanjut Wana, penanganan kasus yang melibatkan oknum Kejaksaan harus bebas dari intervensi. Atas dasar itu, proses penegakan hukum yang dilakukan KPK menjadi tepat. UU KPK telah menyebutkan lembaga antirasuah itu sebagai lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Sebaliknya, bila dalam penanganan perkara terdapat intervensi, maka dapat dianggap telah menghalang-halangi proses penegakan hukum alias obstruction of justice.

 

Alasan berikutnya lantaran penanganan perkara mesti terbebas dari konflik kepentingan. Wana menyarankan agar Jaksa Agung mengurungkan niatnya menangani oknum jaksa yang terciduk KPK. Sebaliknya, justru Jaksa Agung mesti melakukan perbaikan internal di internalnya. Setidaknya, lanjut Wana, langkah KPK ini dapat dimaknai sebagai upaya bersih-bersih internal Kejaksaan dari pihak-pihak yang mencoreng martabat Korps Adhiyaksa.

 

Sementara itu, Anggota Komisi III Ahmad Syafi’i mengaku pesimis mengenai profesionalitas Kejaksaan Agung sebagai aparat penegak hukum dalam menangani perkara yang melibatkan jajaran internalnya. “Karena itu, kasus-kasus penangkapan jaksa di berbagai tempat, mungkin adalah jawaban atas pesimistis saya,” katanya.

 

Di lain sisi, KPK mesti menekankan trigger mechanism terhadap aparat penegak hukum yang ada. Menurutnya, keberhasilan KPK terletak pada semakin profesionalnya aparat penegak hukum serta efektif dalam melaksanakan tugasnya. Dengan kata lain, KPK harus maksimal dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya.

 

“Makanya yang harus dilakukan KPK membangkitkan kesadaran hukum dan profesional aparat penegak hukum,” pungkas politisi Partai Gerindra itu.

Tags:

Berita Terkait