Baca:
- Demi Menghindari Disparitas, Pengadilan Banding Turunkan Hukuman Lucas
- Tuntutan Terhadap Hakim Dua Kali Lipat Tuntutan Terhadap Advokat
- Satu Hakim Dissenting, Empat Hakim Lainnya Nyatakan Ada Korupsi
Alasan lainnya, lanjut Wana, penanganan kasus yang melibatkan oknum Kejaksaan harus bebas dari intervensi. Atas dasar itu, proses penegakan hukum yang dilakukan KPK menjadi tepat. UU KPK telah menyebutkan lembaga antirasuah itu sebagai lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Sebaliknya, bila dalam penanganan perkara terdapat intervensi, maka dapat dianggap telah menghalang-halangi proses penegakan hukum alias obstruction of justice.
Alasan berikutnya lantaran penanganan perkara mesti terbebas dari konflik kepentingan. Wana menyarankan agar Jaksa Agung mengurungkan niatnya menangani oknum jaksa yang terciduk KPK. Sebaliknya, justru Jaksa Agung mesti melakukan perbaikan internal di internalnya. Setidaknya, lanjut Wana, langkah KPK ini dapat dimaknai sebagai upaya bersih-bersih internal Kejaksaan dari pihak-pihak yang mencoreng martabat Korps Adhiyaksa.
Sementara itu, Anggota Komisi III Ahmad Syafi’i mengaku pesimis mengenai profesionalitas Kejaksaan Agung sebagai aparat penegak hukum dalam menangani perkara yang melibatkan jajaran internalnya. “Karena itu, kasus-kasus penangkapan jaksa di berbagai tempat, mungkin adalah jawaban atas pesimistis saya,” katanya.
Di lain sisi, KPK mesti menekankan trigger mechanism terhadap aparat penegak hukum yang ada. Menurutnya, keberhasilan KPK terletak pada semakin profesionalnya aparat penegak hukum serta efektif dalam melaksanakan tugasnya. Dengan kata lain, KPK harus maksimal dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya.
“Makanya yang harus dilakukan KPK membangkitkan kesadaran hukum dan profesional aparat penegak hukum,” pungkas politisi Partai Gerindra itu.