“Tak ada yang namanya kekosongan hukum Pilkada. Pengeluaran Perppu itu harus ada alasan yang kuat seperti adanya kegentingan yang memaksa dan harus mendapat persetujuan DPR. Kalaupun DPR menolak, maka UU yang ada berlaku,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Gedung DPD, Rabu (12/11).
Dikatakan Rambe, jika DPR menolak Perppu maka mesti dibuat aturan pencabutan Perppu dengan segala konsekuensi hukum yang ada. Hal itu pula menjadi amanat Pasal 22 UUD 1945. “Karena itu terkait Perppu, dan UU Pilkada ini biasa-biasa saja, jangan melihat Indonesia seperti mau kiamat. Buktinya aman-aman saja,” katanya.
Politisi Partai Golkar itu berpandangan, diterima atau ditolaknya Perppu mesti melalui mekanisme rapat paripurna. Menurutnya, UU Pilkada dapat kembali berlaku setelah Perppu dipastikan tak diterima oleh DPR. Pemberlakuan UU Pilkada pun mesti diparipurnakan.
“Jadi tidak ada kekosongan hukum, karena sudah ada UU No.22 Tahun 2014 dan UU No.23 Tahun 2014 itu berlaku. Sehingga tinggal UU mana yang berlaku,” pungkasnya.