Ketua DPR: Pembahasan RUU Tidak akan Diwariskan
Utama

Ketua DPR: Pembahasan RUU Tidak akan Diwariskan

Ketua DPR Akbar Tanjung menghimbau agar para anggota Dewan benar-benar memprioritaskan pembahasan RUU yang diperkirakan dapat diselesaikan oleh DPR periode ini. Secara khusus ia menyebut RUU Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagai RUU yang harus diprioritaskan penyelesaiannya.

Amr
Bacaan 2 Menit
Ketua DPR: Pembahasan RUU Tidak akan Diwariskan
Hukumonline

Terkait dengan akan berakhirnya masa bakti anggota DPR periode 1999-2004 pada akhir September, Ketua DPR Akbar Tandjung menghimbau kepada seluruh anggota Dewan untuk memberikan prioritas pada pembahasan RUU yang diperkirakan  dapat diselesaikan pada periode sekarang ini.

 

"Terhadap RUU yang tidak dapat diselesaikan, pembahasannya harus dimulai lagi sejak awal oleh DPR periode berikutnya, karena memang tidak dikenal adanya istilah 'pewarisan' pembahasan suatu RUU di DPR. Hal ini harus benar-benar kita pahami bersama," tegas Akbar saat membacakan pidato penutupan Masa Sidang III Tahun Sidang 2003-2004, pada Jumat (5/03).

 

Akbar mengatakan bahwa RUU yang belum dapat diselesaikan pada masa sidang ini, akan dilanjutkan pembahasannya pada masa-masa sidang berikutnya. Ketua DPR mengatakan, ia menyadari bahwa tidak banyak lagi waktu efektif yang tersedia yang dapat digunakan, sebelum Dewan periode sekarang ini mengakhiri tugasnya.

 

Lebih jauh, Akbar menyatakan bahwa salah satu RUU yang perlu menjadi perhatian Dewan untuk dibahas dan diselesaikan adalah tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang telah diajukan pemerintah ke DPR. Menurutnya, presiden telah menunjuk enam menteri -termasuk Menko Kesra-- untuk mewakili pemerintah dalam pembahasannya.

 

Ketua DPR menilai penunjukkan enam menteri sekaligus dalam pembahasan RUU menunjukkan bahwa pemerintah sangat serius dalam mewujudkan suatu undang-undang yang mengatur tentang  Sistem Jaminan Sosial Nasional. Oleh karena itu, ia selaku Pimpinan DPR berharap Dewan dapat menanggapinya secara serius pula.

 

Selain itu, Akbar juga melaporkan mengenai pelaksanaan fungsi legislasi DPR selama Masa Persidangan III. DPR, jelasnya, telah menyelesaikan empat RUU untuk disahkan menjadi undang-undang, yaitu RUU tentang Perhitungan Anggaran Negara Tahun Anggaran 2002; RUU tentang Sumber Daya Air; RUU tentang Perubahan atas UU No. 2/1986 tentang Peradilan Umum, dan RUU tentang Perubahan atas UU No. 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

 

UU bidang kehakiman

Mengenai RUU Sumber Daya Air yang proses persetujuannya diwarnai dengan "minderheidsnota" (nota keberatan) dari sejumlah anggota Dewan, Akbar berharap pemerintah segera melakukan sosialisasi dan pemahaman terhadap berbagai pasal terutama berkaitan dengan pasal yang mengatur mengenai swastanisasi pengelolaan air minum.

 

Khusus mengenai dua RUU bidang kehakiman, Ketua DPR berharap agar amanat  amandemen  UUD 1945, bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan, dapat terwujud.

Sedangkan mengenai RUU tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dirasa masih diperlukan tambahan waktu pembahasannya pada masa sidang yang akan datang. Pasalnya, banyak masukan yang diterima oleh Dewan atas hasil uji sahih draf RUU tersebut oleh 12 Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri, disamping masih adanya beberapa substansi yang perlu kesepakatan antara Fraksi dan Pemerintah.

 

Akbar juga menyampaikan bahwa Dewan sepakat untuk melakukan Revisi terhadap UU No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji. Dewan memandang UU tersebut memberikan wewenang dan fungsi terlalu besar kepada pemerintah sebagai regulator, penyelenggara, sekaligus sebagai pengawas.

 

"Pengelolaan penyelenggaraan haji yang terpusat pada Departemen Agama, tidak sesuai lagi dengan manajemen modern, yang lebih terdesentralisasi dan tidak bersifat monopoli," ucap Akbar.

 

Untuk menjawab permasalahan tersebut, tegas Ketua DPR, muatan revisi UU No.17/1999 harus diarahkan pada prinsip manajemen yang transparan, jujur, dan bertanggung jawab serta diikuti dengan beberapa sanksi yang tegas. Dewan berharap dengan adanya revisi terhadap UU Penyelenggaraan Haji akan mampu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan haji di Indonesia

 

Tags: