Ketua DPR Dukung Aturan Cuti Ibu Melahirkan Selama 6 Bulan
Terbaru

Ketua DPR Dukung Aturan Cuti Ibu Melahirkan Selama 6 Bulan

Pengaturan ulang masa cuti hamil ini penting untuk menjamin tumbuh kembang anak dan pemulihan bagi ibunya setelah melahirkan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Badan Legislasi (Baleg) DPR telah rampung mengharmonisasi draf Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). Ada beberapa substansi yang bakal diatur dalam RUU ini, khususnya pengaturan cuti ibu melahirkan selama 6 bulan yang menjadi pekerja/pegawai di sebuah perusahaan/lembaga yang sebelumnya cuti melahirkan hanya 3 bulan.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mendukung penuh keberadaan aturan tersebut. Untuk itu, DPR sepakat agar RUU KIA dapat dibahas lebih lanjut bersama pemerintah agar dapat disetujui menjadi UU nantinya. Puan melihat keberadaan RUU KIA ini dirancang dalam upaya menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang unggul.

RUU KIA ini sudah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 dengan nomor urut 26. Dengan diboyongnya dalam rapat paripurna nantinya, RUU KIA bakal disetujui dan disahkan menjadi usul inisiatif DPR. Menurutnya, RUU KIA menitikberatkan pada masa pertumbuhan emas anak atau golden age yang menjadi masa krusial tumbuh kembang anak di bawah asuhan ibunya bila dikaitkan dengan seribu hari pertama kehidupan sebagai penentu masa depan anak.  

Oleh karena itu, RUU KIA menekankan pentingnya penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan. Dia berpendapat ada sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar ibu dan anak.  Seperti, hak mendapatkan pelayanan kesehatan, jaminan kesehatan saat kehamilan, mendapat perlakuan dan fasilitas khusus pada fasilitas, sarana, dan prasarana umum.

“Kita harapkan bisa segera rampung RUU KIA ini,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Senin (13/6/2022).

Puan melanjutkan RUU KIA menjadi harapan agar masa depan anak-anak sebagai generasi bangsa mendapat proses tumbuh kembang anak secara optimal. Apalagi Indonesia bakal mengalami bonus demografi yang mesti dipersiapkan sedini mungkin. Makanya, ibu berkewajiban mendapat waktu yang cukup untuk memberikan air susu ibu (ASI) bagi anak-anaknya, termasuk bagi ibu yang bekerja. Ia menegaskan ibu bekerja wajib mendapat waktu yang cukup untuk memerah ASI selama waktu kerja.

“RUU KIA mengatur cuti melahirkan paling sedikit 6 bulan, serta tidak boleh diberhentikan dari pekerjaan. Selain itu, ibu yang cuti hamil harus tetap memperoleh gaji dan jaminan sosial perusahaan ataupun dana tanggung jawab sosial perusahaan,” ujarnya.

Di mengakui pengaturan masa cuti melahirkan selama 3 bulan memang telah diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui RUU KIA, durasi cuti melahirkan bakal diubah menjadi 6 bulan serta masa istirahat selama 1,5 bulan bagi ibu bekerja yang mengalami keguguran.

Selain itu, RUU KIA mengatur penetapan upah bagi ibu yang sedang cuti melahirkan yakni untuk 3 bulan pertama masa cuti, ibu bekerja mendapat gaji penuh. Sementara mulai bulan keempat hingga keenam upah dibayarkan sebanyak 70 persen. Menurut Puan, pengaturan ulang masa cuti hamil ini penting untuk menjamin tumbuh kembang anak dan pemulihan bagi ibunya setelah melahirkan.

Puan berjanji bakal berkomunikasi secaara intensif dengan berbagai pemangku kepentingan terkait pengaturan cuti melahirkan 6 bulan. Dia berharap komitmen pemerintah dalam mendukung rancangan aturan tersebut demi masa depan generasi penerus bangsa. Selain itu, RUU KIA berkaitan dengan edukasi kesehatan reproduksi serta menurunkan angka stunting. Termasuk upaya memajukan perempan melalui keterlibatan di ruang publik.

“Perempuan memiliki potensi dalam perkembangan bisnis yang akan memberikan kontribusi berarti bagi perekonomian Indonesia,” katanya.

Perlu diketahui, pengaturan cuti melahirkan dalam draf RUU KIA yang Hukumonline peroleh versi Desember 2021 diatur dalam Bab II tentang Hak dan Kewajiban. Khususnya dalam Pasal 4 ayat (2) dan (3). Ayat (2) menyebutkan, “Setiap Ibu yang bekerja berhak: a. mendapatkan waktu istirahat untuk memerah air susu Ibu selama waktu kerja; b. mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan; c. mendapatkan waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran; d. mendapatkan pendampingan saat melahirkan atau keguguran dari suami dan/atau keluarga; dan/atau e. mendapatkan cuti yang diperlukan untuk kepentingan terbaik bagi Anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Sedangkan ayat (3) menyebutkan, “Setiap Ibu yang sedang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan c tidak boleh diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan”.

Sebelumnya, anggota Baleg dari Fraksi Golkar Zulfikar Arse Sadikin dalam pandangan fraksi partainya menilai perlu mempertimbangkan secara cermat beban dan kewajiban yang diberikan pada badan usaha. Sebab, badan usaha berupa perusahaan tempat bekerja dalam rangka mensejahterakan ibu dan anak wajib memberikan sumber pendanaan, memberikan cuti melahirkan pada ibu selama 6 bulan. Bahkan, berhak mendapat pendampingan dari suami, serta menyediakan fasilitas khusus dan memberikan gaji secara penuh selama cuti.

“Mengingat kemampuan keuangan setiap badan usaha di Indonesia tidaklah sama, maka harus dikaji lebih baik, misalnya menetapkan secara proporsionalitas keuangan yang ada.”

Tags:

Berita Terkait