Ketika Pemerintah Berharap Ada Dewan Kehormatan Advokat Nasional
Utama

Ketika Pemerintah Berharap Ada Dewan Kehormatan Advokat Nasional

Namun, pemerintah menganggap norma yang diuji para pemohon seharusnya ditolak. Sebab, DKOA yang ada saat ini hanya bisa memeriksa dugaan pelanggaran etik advokat, bukan substansi norma hukum pidana.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

“Dari penjelasan pemerintah bias, seolah pemerintah melakukan pembiaran ini terjadi. Ini menjadi pekerjaan besar bagi pemerintah bersama DPR untuk segera mengakhiri polemik pilihan sistem organisasi advokat melalui politik legislasi,” kata Suhartoyo dalam persidangan.

 

Ninik melanjutkan nantinya keberadaan DKOAN diatur secara jelas kedudukan, tugas, dan wewenangnya. Mulai ruang lingkup pembentukan DKAO Nasional, standarisasi sanksi bagi advokat yang melanggar etik. Keanggotaannya bisa berasal dari unsur advokat senior, akademisi, dan pemerintah. “Nantinya para advokat yang diduga melanggar kode etik dan berpotensi dugaan tindak pidana tidak berlindung di DKOA masing-masing organisasi advokat,” ujarnya.

 

Dia beralasan konsep DKOAN tepat ditengah organisasi advokat bersifat multi bar meskipun UU Advokat bersifat single bar. “Nantinya terbentuk DKOA Nasional hanya satu dan bersifat tetap, tetapi organisasi advokatnya bermacam-macam,” kata dia.

 

Sebelumnya, dalam keterangannya yang disampaikan Ninik, pemerintah menganggap norma yang diuji para pemohon seharusnya ditolak. Sebab, DKOA yang ada saat ini hanya bisa memeriksa dugaan pelanggaran etik advokat, bukan substansi norma hukum pidana. Terlebih, kode etik masing-masing organisasi advokat berbeda-beda. Karena itu, keinginan para pemohon yang meminta agar pembuktian itikad baik seorang advokat dilakukan oleh DKOA sebelum masuk proses pengadilan pidana tidak beralasan menurut hukum.

 

Pemerintah beralasan permintaan para pemohon itu khawatir dapat mereduksi kewenangan polisi dan pengadilan dalam upaya penegakkan hukum. Selain itu, DKOA dikhawatirkan dapat menghilangkan barang bukti dan bukti-bukti lain terkait dugaan perkara pidannya. “Untuk itu, pemerintah berpendapat permohonan pemohon tidak beralasan demi hukum.”  

 

Dalam permohonannya, para pemohon beralasan secara praktis hak imunitas (kekebalan) advokat hingga saat ini dinilai belum memiliki mekanisme/prosedur perlindungan secara jelas. Sebab, profesi advokat saat menjalankan tugas profesinya potensial dikriminalisasi dan digugat ke pengadilan atau dikenal tindakan obstruction of justice, meskipun saat membela kliennya baik di dalam maupun di luar sidang sudah beritikad baik.

 

Menurutnya, gugatan/tuntutan pidana terhadap advokat tanpa melalui mekanisme pemeriksaan “itikad baik” oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat terlebih dahulu tidak sesuai jaminan perlindungan yang diberikan Pasal 16 UU Advokat. Karena itu, advokat yang dilaporkan karena diduga melanggar kode etik dan tindak pidana harus terlebih dahulu melalui penilaian "itikad baik" oleh DKOA sebelum masuk proses peradilan. (Baca juga: Hanya Dewan Kehormatan Advokat yang Berhak Menilai ‘Itikad Baik’)

Tags:

Berita Terkait