Ketika Hakim PN Jakarta Selatan Diadili Hakim Tipikor Jakarta
Berita

Ketika Hakim PN Jakarta Selatan Diadili Hakim Tipikor Jakarta

Kedua hakim didakwa menerima suap Rp150 juta dan Sin$47 ribu atau setara dengan Rp500 juta.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Sidang dugaan suap kepada hakim PN Jakarta Selatan berlangsung Senin, (22/4) di Pengadilan TGipikor Jakarta. Foto: AJI
Sidang dugaan suap kepada hakim PN Jakarta Selatan berlangsung Senin, (22/4) di Pengadilan TGipikor Jakarta. Foto: AJI

Duduk di kursi pesakitan dan menjadi terdakwa tampaknya tidak dibayangkan oleh Iswahyu Widodo dan Irwan, dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Biasanya kedua hakim ini mengadili perkara orang lain, tetapi kini merekalah yang duduk di kursi pesakitan. Widodo dan Irwan diadili oleh koleganya sesama hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang dipimpin hakim Ni Made Sudani.

Kedua terdakwa duduk mendengarkan surat dakwaan penuntut umum. Sesekali Irwan yang mengenakan sweater berwarna biru dan Iswahyu Widodo yang mengenakan batik tertunduk, melihat hakim, atau menoleh ke penuntut umum yang membacakan surat dakwaan. Jaksa mendakwa keduanya menerima uang Rp150 juta dan Sin$47 ribu atau setelah dikonversi menjadi Rp500 juta.

Uang Rp150 juta diberikan agar hakim melanjutkan persidangan dalam putusan sela terkait gugatan perdata No. 262/Pid.G/2018/PN Jaksel. Inti gugatan perdata itu adalah meminta pembatalan perjanjian akuisisi antara CV Citra Lampia Mandiri (CLM) dan PT Asia Pacific Mining Resources yang diajukan Isrullah Achmad melalui advokat bernama Arif Fitrawan.

Berdasarkan surat dakwaan penuntut umum, uang Sin$47 ribu atau Rp500 juta diberikan advokat Arif Fitrawan melalui Panitera PN Jakarta Timur Muhamad Ramadhan yang pernah bertugas di PN Jakarta Selatan. Tujuannya untuk memengaruhi putusan akhir. Pihak yang diwakili Arif, diduga sebagai pihak yang memberi uang, ingin memenangkan perkara ini.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut," ujar penuntut umum pada KPK, Ferdian, Senin (22/4).

(Baca juga: Ada Kode Jempol dan ‘Kemang Lima’ dalam Dugaan Suap Advokat kepada Hakim PN Jaksel).

Menurut penuntut umum, awalnya Arif selaku kuasa hukum penggugat menemui Ramadhan untuk meminta bantuan memenangkan perkara. Ramadhan menyanggupi, dan kemudian menemui kedua hakim. Jaksa menduga, hakim Irwan menanyakan berapa biaya yang berani dikeluarkan Arif dan penggugat untuk memenangkan perkara ini. "Duitnya berapa?" ujar Irwan seperti ditirukan penuntut umum. Ramadhan kemudian menjawab uang sebesar Rp150 juta untuk putusan sela dan Rp500 juta yang dikonversi menjadi Sin$47 ribu untuk putusan akhir.

Irwan lantas mengajak Ramadhan bertemu Iswahyu Widodo untuk menyampaikan niat mereka. Widodo meminta waktu berdiskusi. Putusan pokok perkara direncakan pada 29 November 2018, namun pada 27 November 2018 belum ada kepastian sehingga Ramadhan meminta istrinya Deasy Diah Suryono untuk menanyakan kepada Irwan dengan sandi "Ngopinya gimana Pak?".

"Deasy kemudian mengirimkan pesan WhatsApp (WA) ke Irwan dengan icon 'jempol' sambil bertanya dengan kalimat 'gimana yang ngopinya' dan Irwan membalas dengan icon 'jempol' dengan kalimat 'kemang lima ya'. Atas jawaban tersebut Deasy mengirimkan pesan dengan lambang jempol yang artinya Irwan setuju dengan uang Rp500 juta.

Tidak eksepsi

Usai mendengarkan surat dakwaan, kuasa hukum Irwan dan Iswahyu kompak menyatakan tidak mengajukan keberatan atau eksepsi atas dakwaan ini. Mereka memilih untuk langsung dilanjutkan persidangan pokok perkara dengan agenda pemeriksaan saksi. "Kami dari kuasa hukum Pak Wahyu, tidak mengajukan eksepsi. Kami kuasa hukum Pak Irwan tidak mengajukan eksepsi," ujar kedua penasehat hukum dari Iswahyu maupun Irwan.

Karena sidang ini berkaitan dengan terdakwa lain yaitu Arif Fitrawan, Ramadhan dan Martin Silitonga maka majelis mengusulkan agar pemeriksaan saksi dilakukan secara bersamaan. Pada prinsipnya baik penuntut dan penasehat hukum dari kedua terdakwa tidak keberatan dengan usul ini.

Tapi penuntut memberikan catatan agar ada pemisahan pemeriksaan yang dilakukan terdakwa pemberi dan penerima suap. "Mekanisme diperiksa bersamaan, tapi penerimanya berbeda. Tapi kita sepakat ketika disidang terdakwanya ada di ruang sidang, menyimak jadi nanti tinggal ditambahkan," ujar penuntut umum. Permintaan ini pun disetujui penasehat hukum dan majelis hakim.

Tags:

Berita Terkait