Ketidakjelasan Batas Waktu Proses Penyidikan Kembali Dipersoalkan
Utama

Ketidakjelasan Batas Waktu Proses Penyidikan Kembali Dipersoalkan

Pemohon meminta MK memperjelas batas waktu proses penyidikan di kepolisian agar ada kepastian hukum. Majelis meminta Pemohon agar meneliti putusan MK sebelumnya terkait pengujian Pasal 109 KUHAP ini.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Yassiro menegaskan Pasal 109 ayat (1), ayat (2), ayat (3) KUHAP tidak mencantumkan dan menjelaskan secara rinci batas/jangka waktu penyidikan. Seharusnya, apabila batas waktu penyidikan telah berakhir, demi hukum (otomatis) penyidikan harus dihentikan oleh penyidik.

 

Menurut dia, Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017, MK mengabulkan pengujian Pasal 109 ayat (1) KUHAP secara inkonstitusional bersyarat. MK hanya memberi petunjuk batas waktu surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) wajib diserahkan penyidik kepada para pihak (jaksa, tersangka, korban/pelapor) paling lambat 7 hari setelah terbitnya surat perintah penyidikan. Baca Juga: MK Tetapkan 7 hari Penyerahan SPDP ke Penuntut Umum

 

Dalam amarnya, Pasal 109 ayat (1) KUHAP dinyatakan bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum" tidak dimaknai penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan SPDP penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan.

 

Karena itu, Yassiro meminta Mahkamah agar Pasal 109 ayat (1), ayat (2), ayat (3) KUHAP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak mencantumkan secara jelas dan rinci batas waktu proses penyidikan. “Apabila batas waktu penyidikan telah berakhir proses penyidikan belum selesai, maka demi hukum proses penyidikan harus dihentikan,” pintanya.

 

Meneliti putusan MK

Menanggapi permohonan, Ketua Majelis Paneli I Dewa Gede Palguna meminta Kuasa Pemohon meneliti putusan-putusan MK sebelumnya yang berkaitan permohonan ini. “Nanti mohon dicek kembali, jangan-jangan sudah pernah dilakukan pengujian dan diputus agar Saudara tidak sia-sia mengajukan permohonan ini,” kata Palguna mengingatkan.

 

Palguna juga meminta Pemohon menjelaskan kerugian konstitusional yang bersifat aktual atau potensial atas dasar penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi dan ada hubungan sebab-akibat. Apabila permohonan ini dikabulkan, kerugian itu tidak akan atau tidak lagi terjadi.

 

“Disitu nanti dijelaskan. Nanti dijelaskan pula bagaimana kepastian hukum itu penting dalam pokok permohonan. Terserah Saudara mengelaborasi argumentasinya dari berbagai macam sumber,” sarannya.

 

Anggota Majelis Enny Nurbaningsih mengatakan Pemohon sudah mengutip Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 yang sudah memberi penafsiran Pasal 109 ayat (1) KUHP. “MK sudah memutus dan dimaknai disitu. Anda mau menguji yang mana lagi? Kalau Pasal 109 ayat (1) itu Anda mintakan lagi disini, ini perlu diuraikan betul seluruh putusan MK termasuk Pasal 109 ayat (2)-nya karena itu sebetulnya satu rangkaian,” kata Enny.

Tags:

Berita Terkait