Ketentuan Soal Perizinan Paling Dominan dalam Pembahasan Omnibus Law
Utama

Ketentuan Soal Perizinan Paling Dominan dalam Pembahasan Omnibus Law

Kurang lebih terdapat 700 pasal dari 52 undang-undang yang mengatur tentang perizinan yang akan diintegrasikan dalam omnibus law.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Sementara terkait pasal-pasal yang mengatur tentang penerapan sanksi, Arif, mengatakan sedang dilakukan pembahasan lebih jauh. Apakah mesti terdapat sanksi pidana atau hanya sebatas sanksi administratif. Namun, ia menekankan substansi omnibus law yang mengedepankan aspek profesionalitas dalam aktivitas usaha. Oleh karena itu, sepanjang norma, standar, dan prosedur tidak dilanggar maka pelaku usaha tidak perlu kahawatir terhadap adanya sanksi.

 

(Baca: Kekhawatiran Maria Farida Terkait Omnibus Law)

 

Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sutrisno Iwantono, menyampaikan apresiasinya atas langkah pemerintah yang hendak menciptakan iklim usaha yang kondusif lewat Omnibus Law. Menurut Sutrisno, meski terdapat empat RUU yang akan dibahas lewat Omnibus Law, tapi nuansa dari keempat RUU tersebut tetap menekankan pada ekosistem usaha itu sendiri.

 

Ia mengatakan ekosistem usaha selama ini kerap menemukan kesulitan akibat banyaknya aturan yang terkadang secara substansi bisa berbeda dan saling tumpang tindih. Ia mencontohkan definisi UMKM, menurut Sutrisno, sejumlah undang-undang yang telah ada saat ini memiliki kriteria sendiri-sendiri terkait definisi UMKM. 

 

“Ini saya kira membingungkan. Kemudian juga antara peraturan pusat dan daerah. Misalnya izin domisili sudah lama ditiadakan, tapi coba ke daerah tertentu masih diberlakukan,” ujar Sutrisno.

 

Contoh lain adalah penerapan Online Single Submission (OSS) yang meskipun pelaksanaannya telah diambil alih oleh pemerintah pusat, namun di daerah masih terdapat sejumlah instrumen-instrumen rekomendasi yang diciptakan sendiri oleh pemerintah daerah. Menurut Sutrisno, hal semacam inilah yang dihadapi dunia usaha. Untuk itu, perlu upaya serius untuk mensikronkan sejumlah ketentuan.

 

“Harapannya kalau memang tujuannya membuat segalanya sinkron, sederhana, dan terintegrasi maka oke saja. Inilah yang kita harapkan adanya sinkronisasi berbagai perizinan untuk memudahkan pelaku usaha terutama usaha kecil menengah,” ujarnya.

 

Terkait sanksi yang akan diatur, Sutrisno mengingatkan agar kegiatan yang bersifat administratif mestinya tidak diatur adanya sanksi pidana. Menurutnya, pelaku usaha yang hendak menjalankan roda usahanya tidak seharusnya dikenai sanksi pidana. Jika ada pelaku usaha yang melanggar, menurut Sutrisno, cukup dikenakan sanksi berupa administratif.  

Tags:

Berita Terkait