Ketentuan-ketentuan yang Harus Dipatuhi Korporasi Saat Meminjam Utang Asing
Utama

Ketentuan-ketentuan yang Harus Dipatuhi Korporasi Saat Meminjam Utang Asing

Jumlah utang asing swasta dan publik terus meningkat. Ada ketentuan yang harus dipatuhi dalam mengajukan utang asing.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Persoalan utang luar negeri (ULN) semakin ramai diperdebatkan publik menjelang pemilihan umum tahun ini. Terus membengkaknya utang asing tersebut dinilai sudah melebihi batas aman dari kondisi keuangan negara. Namun di sisi lain, masih ada pihak yang menganggap utang ini masih belum berbahaya.

 

Mari tinggalkan perdebatan tersebut untuk sementara. Terdapat hal lain yang harus dipahami, salah satunya sehubungan aturan utang asing. Lantas bagaimana sebenarnya ketentuan yang harus dipatuhi setiap pihak seperti swasta bank, swasta non-bank, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga pemerintah dalam mencari pinjaman tersebut?

 

Sejumlah peraturan ULN sebagian besar diterbitkan Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas keuangan. Lembaga ini telah menerbitkan sejumlah aturan mengenai ULN sejak 2000 silam. Aturan-aturan tersebut memuat berbagai ketentuan mulai dari kewajiban pelaporan hingga batasan atau threshold maksimum ULN.

 

Hukumonline.com

Sumber: Bank Indonesia

 

Dalam ULN swasta non-bank, terdapat dua peraturan yang harus dipatuhi dalam mencari pinjaman yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/10/PBI/2016 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah (LLD) dan PBI Nomor 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan ULN Korporasi Nonbank (KPPK).

 

PBI LLD ini mengatur tentang penyampaian keterangan dan data termasuk ketentuan transaksi penggunaan devisa yang perlu dilengkapi dengan dokumen pendukung nasabah. Nasabah harus menyampaikan dokumen pendukung transaksi LLD berupa transfer dana keluar (outgoing transfer) dalam valuta asing dengan nilai lebih besar dari US$ 100 ribu atau ekuivalen. Kewajiban tersebut dikecualikan bagi transaksi yang dilakukan bank untuk kepentingan bank tersebut dan transaksi yang bertujuan untuk pemindahan simpanan nasabah yang sama di dalam negeri.

 

Aturan LLD ini hanya mengizinkan bank dapat menyetujui perintah transfer dana transaksi LLD sepanjang dilengkapi dengan dokumen pendukung. Nasabah wajib menyampaikan keterangan, data dan/atau dokumen pendukung kepada bank dengan benar. Kemudian, bank juga harus meneruskan informasi permohonan utang tersebut kepada BI mengenai penyampaian dokumen pendukung transaksi LLD berupa transfer dana keluar.

 

Bagi nasabah yang tidak menyampaikan keterangan, data, dan/atau dokumen pendukung dengan benar kepada bank dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/atau denda sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari nilai transaksi dengan nominal paling banyak sebesar Rp 50 juta untuk setiap perintah transfer dana.Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda, nasabah yang dinyatakan tidak menyampaikan dokumen pendukung dengan benar kepada bank dapat dikenakan sanksi administratif berupa pemberitahuan kepada instansi terkait. 

 

Kemudian, korporasi swasta juga harus mengikuti aturan PBI KPPK saat mencari utang asing. Korporasi non-bank yang memiliki utang asing wajib menerapkan prinsip kehati-hatian yang meliputi rasio lindung nilai, rasio likuiditas dan peringkat utang. Korporasi Nonbank yang memiliki ULN dalam Valuta Asing wajib memenuhi Rasio Likuiditas minimum tertentu dengan menyediakan Aset Valuta Asing yang memadai terhadap Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sejak akhir triwulan. Rasio Likuiditas minimum ditetapkan paling rendah sebesar 70% (tujuh puluh persen).

 

Korporasi Nonbank yang melakukan ULN dalam Valuta Asing wajib memenuhi minimum Peringkat Utang (Credit Rating) setara BB- yang dikeluarkan oleh Lembaga Pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. Peringkat Utang(Credit Rating) tersebut berupa peringkat yang masih berlaku atas korporasi (issuer rating)dan/atau surat utang (issue rating)sesuai dengan jenis dan jangka waktu ULN dalam Valuta Asing.

 

Pokok-pokok Pengaturan PBI KPPK:

Hukumonline.com

Sumber: Bank Indonesia

 

BI juga memberi aturan tersendiri bagi bank yang ingin mencari utang asing tersebut. Aturan ini tertuang dalam PBI Nomor 21/1/PBI/2019 tentang Utang Luar Negeri Bank Dan Kewajiban Bank Lainnya Dalam Valuta Asing (ULN Bank). Aturan ini membatasi bank yang ingin meminjam utang asing jangka pendek atau kurang dari satu tahun paling besar pinjamannya mencapai 30 persen dari modal. Sedangkan, bank yang ingin meminjam utang jangka panjang harus memperoleh perizinan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI.

 

(Baca Juga: PP 1/2019 Terbit, Devisa Hasil Ekspor SDA Wajib Masuk Sistem Keuangan Indonesia)

 

Selain peraturan BI, terdapat aturan lain berupa Keputusan Presiden Nomor 39/1991 tentang Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) dan Peraturan Menteri BUMN PER-09/MBU/2013 tentang Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai BUMN.

 

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Aida Budiman mengklaim sejumlah aturan-aturan tersebut sudah komprehensif untuk mengendalikan risiko yang muncul dari utang asing ini. Sebab, dalam aturan-aturan tersebut telah memuat ketentuan tentang pelaporan hingga pengawasan mengenai utang asing yang dilakukan korporasi maupun pemerintah.

 

Menurut Aida, stabilitas tersebut dibuktikan dari terjaganya kondisi keuangan dan moneter saat ini meski terjadi peningkatan utang luar negeri. “ULN itu aman dan terkendali. Karena kami selalu perhatikan risiko-risiko terkait ULN agar tidak lakukan utang berlebihan. Keterkendalian ini karena peraturan-peraturan ULN menerapkan prinsip keberhati-hatian,” jelas Aida di Gedung BI, Kamis (24/1).

 

Lebih lanjut, Aida menjelaskan dibandingkan negara-negara ASEAN, kondisi ULN Indonesia jauh lebih aman karena masih belum melampaui batas ketentuan. “Dibandingkan Filipina, Thailand dan Malaysia, utang Indonesia sangat aman,” tambahnya.

 

Hukumonline.com

Sumber: Bank Indonesia

 

Aida menjelaskan rendahnya risiko ULN tersebut terlihat dari jangka waktu utang yang lebih didominasi utang jangka panjang mencapai 80 persen. Sedangkan sisanya merupakan utang jangka pendek. Kemudian, berdasarkan jenis utangnya, swasta dan pemerintah memiliki komposisi berimbang. “Kalau dilihat dari Bank Dunia, utang publik (pemerintah) dan swasta cukup berimbang,” jelasnya.

 

Sementara itu, Direktur Departemen Surveilans Sistem Keuangan BI, Yanti Setiawan menjelaskan pengawasan ULN ini dilakukan secara rutin untuk memitigasi terjadinya risiko yang mengakibatkan terganggunya kondisi keuangan korporasi hingga berdampak sistemik. Pengawasan tersebut tidak hanya dilihat dari laporan pengajuan utang tapi juga pemeriksaan khusus saat diperlukan.

 

Lebih lanjut, Yanti menjelaskan pihaknya saat ini memperkuat prinsip kehati-hatian dalam pengawasan utang tersebut. Salah satu penguatan pengawasan tersebut dilakukan dengan menyempurnakan tata cara pengajuan dan pengawasan pinjaman luar negeri yang diatur dalam PBI Nomor 21/1/PBI/2019 21/1/PBI/2019 tentang Utang Luar Negeri Bank Dan Kewajiban Bank Lainnya Dalam Valuta Asing (ULN Bank).

 

“Kami ingin memperbaiki tata kelola dalam utang luar negeri dari kondisi sebelumnya. Kami melihat transaksi utang luar negeri ini semakin advance sehingga ada transaksi utang yang belum terlihat pada aturan sebelumnya,” pungkas Yanti. 

 

Tags:

Berita Terkait