Ketentuan Hukum Soal KTP Elektronik Bagi WNA
Berita

Ketentuan Hukum Soal KTP Elektronik Bagi WNA

Kemendagri menyatakan setiap warga Negara asing (WNA) yang memiliki izin tinggal di Indonesia wajib memiliki KTP elektronik, akan tetapi tidak bisa digunakan untuk memilih.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan bahwa warga negara asing (WNA) diwajibkan memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) apabila mereka memiliki izin tinggal tetap di Indonesia, dan berumur lebih dari 17 tahun.

 

“Aturan tenaga kerja asing dengan kondisi tertentu wajib memiliki KTP-el diatur dalam Pasal 63 Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Bahtiar, seperti dilansir situs Setkab di Jakarta, Rabu (27/2) pagi.

 

Mengutip ayat (1) Pasal 63 UU Nomor 24 Tahun 2013, Bahtiar menjelaskan bahwa Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el. Sementara pada ayat (3) ditegaskan, KTP-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara nasional.

 

Kemudian ayat (4) Pasal 63 UU Nomor 24 Tahun 2013 juga menjelaskan, bahwa, “Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP-el kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal masa berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir”.

 

Pada ayat (5) UU Nomor 24 Tahun 2013 ditegaskan, Penduduk yang telah memiliki KTP-el wajib membawanya pada saat bepergian, serta di ayat (6) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.

 

Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2006 juncto UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, tegas Kapuspen Kemendagri itu, penduduk di Indonesia dibagi dua, yakni WNI dan WNA.  Sama seperti WNI, lanjut Bahtiar, WNA juga diwajibkan memiliki KTP eletronik.

 

Ketentuan ini, terang Bahtiar, sudah berlaku sesuai UU, Kemendagri hanya menjalankan UU dibentuk bersama DPR dan Pemerintah, dan praktik di negara lain juga demikian.

 

“Jadi, bukan baru sekarang-sekarang ini.  Saya sih melihat ini menjadi gaduh karena sedang menghadapi Pileg  dan Pilpres, itu saja,” ujar Bahtiar seraya menambahkan, bukannya KTP-el itu tidak diperbolehkan untuk warga negara asing, justru diwajibkan bagi WNA yang sudah punya izin tinggal tetap dan berumur lebih dari 17 tahun, memiliki KTP elektronik.

 

UU Administrasi Kependudukan

Pasal 63:

  1. Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el.
  2. Dihapus.
  3. KTP-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara nasional.
  4. Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP-el kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal masa berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir.
  5. Penduduk yang telah memiliki KTP-el wajib membawanya pada saat bepergian.
  6. Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.”

 

Lebih lanjut Kapuspen Kemendagri Bahtiar menegaskan, meskipun WNA memiliki KTP elektronik namun KTP-nya tidak bisa digunakan untuk memilih dalam Pemilu. Hal ini, menurut Bahtiar, karena syarat untuk bisa memilih diatur dalam Pasal 198 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

 

(Baca: Jerat Pidana Bagi Pemilik KTP Ganda)

 

Ayat (1) dijelaskan bahwa yang memiliki hak memilih pada Pemilu adalah Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin, dan mempunyai hak memilih.

 

“Jadi seluruh WNA yang ada di Republik Indonesia ini tidak memiliki hak politik untuk memilih ataupun dipilih,” tegas Bahtiar.

 

Sedangkan Ayat (2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar 1(satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam daftar pemilih, dan ayat (3) Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih.

 

UU Pemilu

Pasal 198:

  1. Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih.
  2. Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih.
  3. Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih.

 

Terkait dengan temuan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang  digunakan atas nama berbeda seperti yang diketemukan di Kabupaten Cianjur, a.n Bahar dan masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), Kapuspen Kemendagri itu mengatakan, hal tersebut harus didalami lebih lanjut dan setuju diproses aparat setempat.

 

“Hasil penelusuran Ditjen Dukcapil Kemendagri  bahwa telah dicek DP4 yang diserahkan Ditjen Dukcapil kepada KPU RI tahun 2017 yang lalu tidak ada NIK tersebut dalam DP4. Jadi Kemendagri tidak mengetahui karena yang berwenang menetapkan DPT adalah KPU. Tapi kami pastikan NIK tersebut tidak ada dalam DP4 yang diserahkan Kemendagri kepada KPU RI,” pungkas Bahtiar. 

 

Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly mengatakan, kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) antara warga negara Indonesia (WNI) dengan warga negara asing (WNA) dapat dibedakan baik dari segi warna maupun bentuk.

 

"Memang saya kira ke depan harus dibedakan kartu tanda penduduk antara WNA dengan WNI, kami sarankan ke pihak administrasi penduduk jangan sampai KTP-el untuk WNI sama seperti untuk orang asing," ujar Yasonna seperti dikutip Antara di Gedung Jakarta Convention Center pada Rabu (27/2).

 

Ia mengatakan hal tersebut setelah beredar gambar KTP-el milik warga negara asing yang bentuk dan warnanya sama seperti KTP-el milik warga negara Indonesia. Membedakan kartu identitas antara WNA dengan WNI ini dinilai penting untuk mencegah terjadinya kesalahan teknis dalam administrasi kependudukan.

 

"Kalau petugas administrasi kependudukan tidak cermat misalnya, WNA itu bisa dapat paspor Indonesia nanti," jelas Yasonna.

 

Menurut Yasonna, UU Administrasi Kependudukan telah mengatur WNI serta orang asing yang telah memiliki izin tinggal atau telah menikah di Indonesia wajib memiliki KTP-el, namun tidak berarti memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan WNI. "Jadi meskipun WNA punya KTP-el tidak berarti dia punya hak politik yang sama dengan WNI," jelas Yasonna.

 

Dia menambahkan, Kementerian Dalam Negeri juga telah memberikan klarifikasi bahwa meskipun WNA memiliki KTP-el, yang bersangkutan tetap tidak boleh ikut memilih dalam pemilu.  "Sekali lagi itu hanya kartu tanda penduduk, karena dalam konstitusi juga disebutkan ada penduduk WNI dan WNA," ujar Yasonna. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait