Ketentuan Hakim Ad Hoc Dalam UU Kepailitan Perlu Direvisi
Berita

Ketentuan Hakim Ad Hoc Dalam UU Kepailitan Perlu Direvisi

Pola rekrutmen perlu diperbaiki dengan melibatkan partisipasi publik agar masyarakat dapat mengetahui track record kandidat hakim ad hoc.

CR
Bacaan 2 Menit

 

Rekrutmen

Di sisi lain, KHN juga mengusulkan adanya perbaikan sistem perekrutan hakim ad hoc. Caranya, dengan melibatkan partisipasi publik agar masyarakat dapat menilai track record mereka. Kemudian hakim ad hoc juga perlu menjalani pendidikan dan pelatihan. Dengan begitu, diharapkan terpilih hakim-hakim yang berintegritas, memiliki keahlian dan moral yang baik.

 

Sistem rekrutmen hakim ad hoc ini perlu diperbaiki belajar dari pengalaman sebelumnya. Sebab, ada pengakuan yang datang dari dua orang akademisi--Frieda Husni Hisbullah dan Winarsih--yang pernah diangkat sebagai hakim ad hoc berdasarkan Keppres No.108/2000. Mereka menyatakan tidak pernah menerima SK tentang pengangkatan dan penugasan sebagai hakim ad hoc. Keduanya mengaku sempat dipanggil oleh Mahkamah Agung (MA) untuk ditanya kesediaannya sebagai hakim ad hoc. Namun, setelah itu tidak pernah ada kabar apapun hingga berakhirnya masa kerja mereka.

 

Sebagaimana diintrodusir dalam ketentuan Pasal 283 ayat (3) UU No. 4/1998 tentang Kepailitan, yang dirubah dengan Pasal 302 ayat 3 UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dapat ditunjuk hakim ad hoc dalam majelis hakim yang memeriksa perkara kepailitan.

 

Pada 1999 dan 2000 telah dilakukan dua kali pengangkatan hakim ad hoc pengadilan niaga. Namun dalam pelaksanaanya, dari 13 hakim ad hoc, satu-satunya yang pernah duduk dalam majelis hanyalah Elijana. Saat kini tejadi kekosongan hakim ad hoc di pengadilan niaga, karena masa tugas mereka yang pernah diangkat telah berakhir. Belum ada tanda-tanda Mahkamah Agung akan mengajukan usulan nama-nama hakim  ad hoc yang baru ke presiden.   

Tags: