"Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan tuntutan pidana dengan hukuman pidana mati," kata Jaksa Anita.
Jaksa juga meminta majelis hakim memutuskan memberi kompensasi bagi para korban akibat serangan teror yang terjadi.
Aman dianggap aktor intelektual dalang berbagai serangan teror dengan memberikan doktrin kepada pelaku bom bunuh diri di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari 2016 silam. Dia juga disebut ada di balik teror bom Kampung Melayu dan Samarinda.
Akibatnya, sejumlah masyarakat sipil dan anggota polisi tewas dan puluhan orang lainnya luka-luka karena tiga teror di Thamrin, Kampung Melayu dan pelemparan bom ke Gereja HKBP Oikumene, Samarinda.
Aman dianggap memberikan doktrin kepada para pengikutnya yang mengunjunginya di penjara. Mereka diperintahkan untuk berjihad dengan menjadikan warga negara asing sebagai targetnya.
Ia kerap memberikan ceramah atau kajian di sejumlah kota, seperti di Jakarta, Surabaya, Lamongan, Balikpapan, dan Samarinda. Materi ceramah Aman diambil dari buku seri materi tauhid yang dikarang olehnya yang berisi pemahaman tentang demokrasi.
Bahkan, selama mendekam di Lapas Nusakambangan atas kasus pelatihan militer di Aceh, pada 2009 silam, Aman diketahui tetap dikunjungi oleh para pengikutnya dan memberi ceramah. Dari balik jeruji besi itu, Aman juga diketahui membaiat para pengikutnya dan membentuk Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Atas perbuatannya itu, Aman dinilai melanggar dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer. Dakwaan kesatu primer yakni Pasal 14 jo. Pasal 6 Perppu No. 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sedangkan dakwaan kedua primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 jo. Pasal 7 Perppu No. 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003.