Keseimbangan Free Press dan Fair Trial Harus Dijaga
Utama

Keseimbangan Free Press dan Fair Trial Harus Dijaga

Sejumlah advokat, praktisi, dan akademisi di Makassar mendeklarasikan rencana pembentukan lembaga bantuan hukum yang menangani kasus-kasus pers.

Mys
Bacaan 2 Menit
Para pemateri acara training Advokat Berperspektif Pers<br>di Makassar. Foto: Mys
Para pemateri acara training Advokat Berperspektif Pers<br>di Makassar. Foto: Mys

Hakim agung Artidjo Alkostar mengingatkan bahwa pers tidak bergerak di ruang hampa. Dalam menjalankan tugasnya insan pers bersinggungan dengan hak-hak pihak lain, termasuk otoritas kekuasaan dan lingkungan sosial ekonomi. Pemberitaan pers jelas berada di ruang publik. Untuk itu diperlukan kontrol sesuai dengan self regulation yang berlaku dalam komunitas pers.

 

Pernyataan itu disampaikan Artidjo saat memberikan ceramah pada Trainning Advokat Berperspektif Pers di Makasar, Rabu (23/6). Trainning yang dihadiri puluhan advokat dari Sulawei, Maluku Utara, Maluku, dan Bali itu sudah ditutup kemarin. Artidjo tak hadir dalam penutupan. Tetapi hakim agung ini sebelumnya mengingatkan agar pers berhati-hati dalam memberikan informasi. Adakalanya pers langsung membuat berita seolah-olah pers adalah pengadil. Dalam kasus tertentu, pers bergesekan dengan the pretrial publicity dan menimbulkan trial by the press.

 

Dengan kata lain, jangan sampai pers mengadili sesuatu sebelum otoritas pengadilan mengeluarkan keputusan. “Perlu dijaga agar pelaksanaan free press dan fair trial tidak berbenturan,” kata Artidjo. “Kedua entitas tersebut merupakan hal yang harus ada dalam negara demokrasi,” lanjutnya.

 

Direktur LBH Pers, Hendrayana, mengatakan para advokat yang akan menangani kasus pers perlu memahami dan menjaga agar kemerdekaan pers tetap terjaga. Trainning advokat dilakukan dalam rangka membangun perspektif yang sama antara advokat, pers, dan aparat penegak hukum lain. Acara sejenis sudah dilaksanakan dengan polisi, jaksa, dan hakim. Semua aparat penegak hukum seyogianya memahami tugas-tugas jurnalisik, sehingga melahirkan perspektif yang sama.

 

Senada, Artidjo Alkostar mengatakan pers berperan menjaga keseimbangan otoritas kekuasaan negara dan pelaksanaan hak-hak strategis rakyat yang telah dijamin dalam berbagai perangkat hukum. Kebebasan pers sebagai bagian dari kebebasan berekspresi merupakan core values dalam negara semokrasi sehingga harus tetap dirawat. “Kemerdekaan pers harus dijaga oleh semua komponen bangsa,” tandas Artidjo.

 

Di lingkungan peradilan pun, lanjut Artidjo, jaminan perlindungan mendapatkan informasi bagi masyarakat, termasuk insan pers, sudah dituangkan dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasiu di Pengadilan. Selain itu, Artidjo mengingatkan semangat lahirnya Surat Edaran No. 13 Tahun 2008. SEMA ini pada dasarnya memberikan otoritas kepada Dewan Pers untuk menjadi ahli dalam sidang-sidang perkara pers. Oleh karena itu, Artidjo berharap majelis hakim yang menangani perkara pers meminta keterangan anggota Dewan Pers sebagai ahli. “Karena merekalah yang lebih mengetahui seluk beluk pers tersebut secara teori dan praktek”.

 

Anggota Dewan Pers, Bambang Harymurti, mengatakan Dewan Pers juga akan memperkuat basis keterangan ahli. Dewan Pers sudah mengusulkan penambahan dana perjalanan anggota Dewan Pers. Sebab, polisi, jaksa, dan pengadilan tak membayar dan menyediakan akomodasi bagi anggota Dewan Pers yang dimintai keterangan.

 

Namun, Bambang Harymurti juga mengingatkan agar kalangan pers introspeksi diri. Pelanggaran kode etik jurnalisik masih sering ditemukan, wartawan amplop masih merajalela, dan masih ada wartawan yang integritasnya diragukan. Oleh karena itu, ombudsman pers perlu intensif menjalankan tugas.

 

Bantuan hukum

Makassar adalah satu daerah dimana kasus pers banyak muncul. Salah satu kasus pers yang menghebohkan dari Makassar adalah perseteruan (mantan) Kapolda Sulselbar Sisno Adiwinoto dengan wartawan Upi Asmaradana. Sisno melaporkan Upi ke polisi, dan kasus in berujung ke meja hijau. Upi memang bebas. Tetapi kasus-kasus pers lain muncul. Direktur LBH Makassar Abdul Muthalib menilai ada kecenderungan peningkatan kasus pers di Sulawesi Selatan.

 

Untuk itu, Upi Asmaradana, Abdul Muthalib, dan sejumlah advokat menandatangani deklarasi rencana pembentukan lembaga bantuan hukum khusus pers di kawasan Indonesia Timur. Untuk sementara, lembaga ini akan dipusatkan di Makassar. Sejumlah praktisi dan akademisi juga turut menandatangani deklarasi itu. Pembentukan lembaga bantuan hukum ini antara lain bertujuan menjaga kemerdekaan pers.

 

Rencana pembentukan itu semakin memperkuat lembaga sejenis yang sudah dibentuk di Jakarta dan Padang.  

Tags: