Kesaksian Novel dan Sindirian Lucas Terhadap KPK
Berita

Kesaksian Novel dan Sindirian Lucas Terhadap KPK

Novel memaparkan awal mula dugaan keterlibatan Lucas dalam pelarian Eddy Sindoro. Sebaliknya, Lucas menyalahkan KPK.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Penyidik senior KPK Novel Baswedan saat bersaksi di Pengadilan Tipikor dengan terdakwa Lucas. Foto: RES
Penyidik senior KPK Novel Baswedan saat bersaksi di Pengadilan Tipikor dengan terdakwa Lucas. Foto: RES

Pada persidangan dugaan menghalang-halangi penyidikan, atas nama terdakwa Lucas, pada Kamis (10/1), penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan penyidik senior Novel Baswedan. Kehadiran Novel cukup menarik perhatian apalagi ia merupakan Ketua Tim Penyidikan Eddy Sindoro. Sesuai dengan dakwaan jaksa, Lucas diduga membantu pelarian Eddy Sindoro.

 

Mulanya salah seorang hakim anggota menanyakan perihal Eddy Sindoro mulai dari perkara yang menjeratnya hingga upaya pemanggilan. KPK beberapa kali memanggil Eddy baik saat masih menjadi saksi maupun tersangka, namun yang bersangkutan tidak pernah hadir.

 

Penyidi KPK Novel Baswedan memberikan penjelasan kepada majelis hakim. “Kami juga dapat info Eddy Sindoro pernah dideportasi dari Malaysia ke Indonesia, tim penyidik melakukan pengecekan ke data perlintasan ternyata tidak diketemukan, kemudian penyidik melakukan pencarian dengan melihat CCTV bandara, kami mengetahui ternyata ada pihak yang membantu,” ujar Novel di Pengadilan Tipikor Jakarta.

 

Setelah melontarkan beberapa pertanyaan “pembuka” hakim langsung pada pokoknya menanyakan apa kaitan Lucas dengan pelarian Eddy Sindoro ke luar negeri. Sebagai saksi, Novel memberikan penjelasan. “Setelah melakukan penyidikan terhadap Eddy Sindoro sebagai tersangka, di sekitar November 2016, kami mengetahui ada pembicaraan antara Eddy Sindoro dengan terdakwa, pembicaraan cukup panjang dalam salah satu pembicaraan Eddy Sindoro menyatakan ingin pulang ke Indonesia dan menghadapi proses hukum dan terdakwa memberikan masukan-masukan sebaiknya tidak pulang, seingat saya diantaranya itu yang dibicarakan,” terang Novel.

 

(Baca juga: Lucas Bersikukuh Tidak Bersalah)

 

Novel juga menceritakan secara garis besar bagaimana alur pembicaraan itu. Menurutnya Lucas ketika itu menghubungi seseorang, kemudian di tengah pembicaraan tersebut terdakwa juga menghubungi Eddy Sindoro dengan telepon genggamnya yang lain dengan aplikasi FaceTime. Lalu suara tersebut dibandingkan dengan rekaman yang lain. Novel menyebut perbandingan suara ini dilakukan terhadap suara Lucas untuk perkara lain yang masih dalam tahap penyelidikan.

 

“Selain itu Yang Mulia kami juga ada beberapa hal rekaman terdakwa di penyelidikan yang lain kami membandingkan dan kami meyakini itu adalah terdakwa, rekaman suara pembicaraan. Dan kami membawa kepada ahli untuk pemeriksaan selanjutnya, hasilnya dinyatakan bahwa itu benar, identik,” tuturnya.

 

Keterkaitan Lucas, menurut Novel, juga terlihat dari hasil pemeriksaan saksi yang dilakukan KPK. Jadi setelah memeriksa CCTV bandara ketika mendapat informasi Eddy Sindoro sempat melintas di Indonesia, pihaknya pun melakukan penggeledahan. Setelah dilakukan pemeriksaan seorang saksi bernama Dina, yang diketahui kemudian bernama lengkap Dina Soraya yang pada sidang sebelumnya mengaku bekerja sebagai sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti, penyidik mendapatkan bukti elektronik percakapan chatting antara Lucas dan Dina.

 

Nah dalam percakapan itu Novel mengungkap adanya nama lain dari Lucas. “Setau saya dalam pembicaraan itu terdakwa dipanggil “Profesor” atau “Kaisar”, yang manggil dari Dina satu lagi saya lupa,” imbuhnya. Penuntut umum Roy Riady menanyakan apakah ia juga mengetahui nama “Tan” dalam percakapan, namun Novel mengaku lupa karena ia tidak memeriksa seluruh proses setelah mendapat musibah penyiraman air keras.

 

Pertanyakan bukti

Tim kuasa hukum Lucas tidak menyia-nyiakan kesempatan dengan kehadiran Novel sebagai saksi. Salah satunya Wa Ode Nur Zainab yang menanyakan beberapa hal mulai dari penerbitan Red Notice hingga bukti apa yang dijerat untuk menjadikan kliennya sebagai tersangka. Sempat ada perdebatan sengit antara Novel, penuntut umum dengan tim kuasa hukum mengenai hal tersebut.

 

Wa Ode menanyakan apakah KPK berkoordinasi dengan Kepolisian untuk mencari Eddy Sindoro. Novel menjawab bahwa KPK melakukan koordinasi belakang dan pada Agustus 2018 mengirimkan permintaan Daftar Pencarian Orang (DPO) kepada Mabes Polri atas nama Eddy Sindoro.

 

Novel mengakui sebelum Agustus 2018 pihaknya memang tidak berkoordinasi dengan Polri karena posisi Eddy Sindoro di luar negeri yang bukan yurisdiksi aparat penegak hukum Indonesia. Mendengar jawaban ini, Wa Ode kembali bertanya apa ada permintaan Red Notice kepada Interpol melalui Kepolisian atas kaburnya Eddy Sindoro. Sebab Eddy terlihat bebas bepergian ke luar negeri tanpa ada upaya penangkapan oleh penegak hukum di negara terkait. Selain itu salah satu petugas imigrasi yang menjadi saksi juga menyatakan status Eddy Sindoro ketika dideportasi dari Malaysia tidak dalam status cekal.

 

Novel menjelaskan, Eddy Sindoro memang tidak dimintakan Red Notice sebelumnya. Sebab menurut pengalamannya, keberhasilan memintakan Red Notice dalam mengejar buronan di luar negeri sangat kecil. KPK selama ini lebih memaksimalkan upaya kerjasama melalui tim PJKAKI (Pembangunan Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi) dengan otoritas luar negeri. “Itu kan alasan saudara…” kata Wa Ode yang belum menyelesaikan kalimatnya, tetapi langsung dipotong oleh Novel.

 

“Bukan alasan saya pernah melakukan penangkapan di luar negeri beberapa kali, ada Ibu Nunun, Pak Nazaruddin dan itu semua dilakukan tanpa mekanisme Red Notice,” jawab Novel.

 

Permintaan Red Notice akhirnya dilakukan setelah mengetahui keberadaan Eddy Sindoro, tetapi menurut Novel hingga saat ini permintaan itu belum disetujui sehingga penangkapan Eddy Sindoro dilakukan tetap tanpa ada Red Notice.

 

Wa Ode juga menanyakan mengenai bukti rekaman atau chatting mana yang menjadikan kliennya sebagai tersangka. Sempat ada perdebatan mengenai hal ini, Novel sendiri menjawab ia sebagai saksi fakta tidak mempunyai tanggung jawab untuk membuktikan perkara ini sebab tanggung jawab itu ada di penuntut umum. Novel hanya menjawab, bukti chatting yang dimaksud diantaranya antara Lucas dengan Dina Soraya.

 

(Baca juga: Kolaborasi Lucas dan Sejumah Pihak dalam Pelarian Eddy Sindoro)

 

“Kami mohon katanya ada bukti chatting diungkap di sidang?” pinta Wa Ode. Tetapi penuntut umum menolak permintaan itu. Penuntut beralasan sebagian bukti telah diungkap dalam persidangan, dan sisanya akan diungkap kemudian.

 

Kelalaian KPK

Usai Novel memberi kesaksian, Lucas selaku terdakwa dalam perkara ini memberikan tanggapan. Dengan berdiri, Lucas menyampaikan ia sangat sedih, dan merasa dizalimi karena menganggap dirinya menjadi tersangka hanya berdasarkan asumsi, terkaan dan kesumpulan penyidik.

 

“Saya tidak diberikan pendampingan advokat pada malam 1 Oktober (2018), saya tidak diberi kesempatan untuk berkomunikasi dengan keluarga, dan diisolasi tanpa ada ventilasi, di ukuran 2x3, makan di sana, mandi di sana, buang air di sana. Tapi syukur saya bisa lewati, dengan doa kepada Yang Maha Kuasa saya mengampuni orang yang menzalimi saya,” ujar Lucas.

 

Saksi-saksi yang dihadirkan penuntut umum di persidangan menurutnya dengan tegas menyatakan tidak ada keterlibatannya dalam perkara ini. Hal tersebut berbanding terbalik dengan perlakukan yang diterima pada saat pemeriksaan tersangka pada 1 Oktober 2018 lalu.

 

Ia juga tidak pernah diperdengarkan rekaman yang menunjukkan keterlibatan dirinya serta dua alat bukti apa yang menjadikannya sebagai tersangka. Upaya praperadilan yang coba ia lakukan pun pupus karena penuntut umum telah melimpahkan berkas ke Pengadilan Tipikor Jakarta.

 

“Saya sangat  berharap ada sedikit saja ada keadilan di dalam persidangan ini karena berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa semoga ini merupakan suatu kekhilafan, tidak ada manusia yang luput dari khilaf,” pungkasnya.

 

Tidak tertangkapnya Eddy Sindoro menurut Lucas juga merupakan kelalaian KPK. Sebab Eddy dengan bebas melintas antar negara dan bisa keluar masuk wilayah Indonesia karena tidak dimasukkan Daftar Pencarian Orang (DPO), ataupun diajukan Red Notice dan tidak dicekal secara maksimal. “Itu merupakan kelalaian dari penyidik KPK sendiri, atau merupakan pembiaran oleh penguasa secara abuse of power, tapi ternyata dibebankan kepada saya Lucas untuk ditahan, sekarang diborgol, difoto terus menerus,” terangnya.

 

(Baca juga: Advokat dari Kantor Hukum Lucas Disebut dalam Sidang Eks Bos Lippo Group)

 

Lucas juga merasa KPK tebang pilih, sebab yang membantu Eddy Sindoro dari fakta persidangan ada beberapa orang, tapi hingga sekarang belum tersentuh. Ia kembali menegaskan tidak terlibat dalam upaya melarikan Eddy Sindoro. “itu sudah jelas tidak ada keterlibatan saya. Ini merupakan kekhilafan yang fatal yang terjadi dalam persidangan itu, sekali lagi saya sangat percaya keadlan yang seadil-adilnya”.

 

Lucas berharap majelis hakim menangani perkara ini dengan baik. “Saya yakin majelis hakim yang memimpin persidangan ini demi Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian tanggapan saya, saya sudah memaafkan saya sudah minta sama Allah, semoga kita semua diberkahi,” tutup Lucas.

Tags:

Berita Terkait