Kerahasiaan Bank dan Harta Bersama Tak Dapat Dipertentangkan
Berita

Kerahasiaan Bank dan Harta Bersama Tak Dapat Dipertentangkan

Berbahaya, jika MK membatalkan Pasal 40 UU Perbankan.

ash
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi sidang pleno pengujian UU di Gedung MK. Foto: Sgp
Ilustrasi sidang pleno pengujian UU di Gedung MK. Foto: Sgp

DPR berpendapat kewajiban bank dan pihak terafiliasi merahasiakan keterangan nasabah penyimpan dan simpanannya seperti diatur Pasal 40 ayat (1) dan (2) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan untuk memberikan perlindungan dan keamanan dana nasabah.

“Ini bentuk perlindungan terhadap harta milik pribadi yang disimpan di bank dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, atau tabungan. Hal itu sudah sejalan dengan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945,” kata Anggota Komisi III DPR, Nudirman Munir saat memberi keterangan dalam sidang pleno pengujian UU Perbankan di Gedung MK Jakarta, Rabu (8/8). 

Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 memberikan jaminan perlindungan terhadap harta benda yang di bawah kekuasaannya serta tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Sedangkan Pasal 40 ayat (1) dan (2) UU Perbankan menyebutkan bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya termasuk pihak terafiliasi. 

Ditegaskan Nudirman, prinsip kerahasiaan bank yang diatur dalam Pasal 40 ayat (1) dan (2) UU Perbankan merupakan rezim perbankan. Sedangkan soal harta bersama (gono-gini) merupakan rezim UU Perkawinan. Karenanya, keduanya tidak dapat dipertentangkan. Menurutnya, justru jika pihak bank melanggar Pasal 40 ayat (1) dan (2) UU Perbankan akan dikenai sanksi pidana.

“Jika harta bersama yang disimpan di bank atas nama suami atau istri seharusnya masing-masing pihak sudah sepatutnya mengetahui akibat hukumnya, ketika salah satu pihak tidak bisa mengakses keterangan simpanannya,” kata Nudirman.

DPR beranggapan pengujian pasal itu bukanlah persoalan konstitusionalitas norma, melainkan persoalan penerapan norma. “Seharusnya suami-istri dapat saja bersepakat untuk menyimpan harta bersama dalam bentuk joint account dimana masing-masing pihak dapat mengakses atau atas nama masing-masing, tetapi konsekuensinya salah satu pihak tidak bisa mengakses simpanannya,” tuturnya.   

Karena itu, DPR berpandangan ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan (2) UU Perbankan tidak bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945. Sebab, jika permohonan ini dibatalkan dapat berbahaya. “Kalau MK membatalkan Pasal 40 UU Perbankan dapat berbahaya. Jika pasal itu dibatalkan, bank tidak akan memiliki kerahasiaan lagi,” dalihnya.

Permohonan ini diajukan Magda Safrina yang saat ini tengah menjalani gugatan perceraian di Mahkamah Syariah Banda Aceh. Ia menanggap Pasal 40 ayat (1) dan (2) UU Perbankan menutup akses dirinya untuk mengetahui informasi terkait pembagian harta gono-gini.

Ketika Mahkamah Syariah Banda Aceh ingin meminta klarifikasi kepada bank terkait, pihak bank justru menolak karena pemberlakuan Pasal 40 ayat (1) dan (2). Merasa hak konstitusionalnya dilanggar, Magda meminta Mahkamah untuk meniadakan pasal tersebut. 

Dalam gugatan perceraiannya di Mahkamah Syariah, Magda mempersoalkan harta bersama, simpanan tabungan, dan deposito di sejumlah bank yang disimpan atas nama suaminya. Namun, sang suami menyangkal keberadaan deposito yang tersimpan dalam harta bersama itu.

Tags: