Keppres Biaya Penyelenggaran Haji Terbit, BPKH Diminta Buat Roadmap Pengelolaan Dana
Berita

Keppres Biaya Penyelenggaran Haji Terbit, BPKH Diminta Buat Roadmap Pengelolaan Dana

Selain Keppres BPIH, pemerintah juga tengah menyiapkan dua regulasi yakni Keputusan Menteri Agama dan Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Fitri N Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Adapun BPIH bagi TPHD per embarkasi adalah sebagai berikut:

BPIH bagi TPHD

Jumlah

Embarkasi Aceh

Embarkasi Medan

Embarkasi Batam

Embarkasi Padang

Embarkasi Palembang

Embarkasi Jakarta (Pondok Gede)

Embarkasi Jakarta (Bekasi)

Embarkasi Solo

Embarkasi Surabaya

Embarkasi Banjarmasin

Embarkasi Balikpapan

Embarkasi Makassar

Embarkasi Lombok

Rp58.796.855,00

Rp59.547.220,00

Rp60.163.295,00

Rp60.775.090,00

Rp61.236.520,00

Rp62.239.035,00

Rp62.239.035,00

Rp63.640.120,00

Rp63.798.690,00

Rp65.863.929,00

Rp66.232.290,00

Rp67.214.586,00

Rp66.505.150,00

 

Pengelolaan Dana Haji

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada 13 Februari 2018 menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018. Peraturan itu mengatur tentang pelaksanaan Undang Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Sejak saat itu, dana haji yang semula dikelola Kementerian Agama dialihkan ke BPKH. Dengan begitu, Kemenag sudah tidak mempunyai tugas mengelola serta mengembangkan dana haji dalam bentuk apapun. Sumber dari keuangan haji ada dua yaitu dana haji dan dana abadi umat (DAU).

 

Dana haji berasal dari setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang disetorkan oleh jamaah yang ditetapkan berangkat pada tahun terkait. Sedangkan dana abadi umat berasal dari sisa operasional haji atau efisiensi dana haji berjalan. Dana haji, tersimpan di dua komponen yaitu di Bank Penerima Setoran BPIH dan di dana sukuk Indonesia. Sementara penempatan DAU ada di dua tempat yaitu bank pengelola dana abadi umat dan di sukuk dana haji Indonesia. DAU sudah dipindahkan dari Kementerian Agama ke BPKH per 28 Februari 2018.

 

Terkait hal ini, Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj menilai bahwa keberadaan BPKH tak menjamin pengelolaan haji akan lebih baik dari sebelumnya. BPKH harus membuat sebuah roadmap, grand desain atau rencana strategis BPKH dalam mengelola dana haji di Indonesia.

 

“Dari sisi konsep regulasi, lahir BPKH ini mandat. Konsepnya memang dari pada tidak dimanfaatkan dana haji, dikembalikan kepada calon haji. Secara konsep sudah maju, tapi masih ad persoalan. Contoh secara operasional dan karyawan masih terbatas. Nah sampai sekarang grand desain itu belum ada, padahal ini mendasar karena seperti apa nanti ke depannya hal-hal yang akan dilakukan BPKH,” kata Mustolih kepada hukumonline, Rabu (11/4).

 

Sementara itu terkait penyimpanan dana haji pada dua komponen, Mustolih menilai masih terdapat celah yang nantinya dapat merugikan calon peserta haji. Jika dana tersebut disimpan di perbankan, maka dana tersebut akan terjamin keberadaannya. Jika usatu hari terjadi fraud, maka ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai lembaga yang menjamin dana yang tersimpan pada perbankan.

 

Tetapi jika dana dialokasikan ke sektor lain seperti investasi atau sukuk, maka hal tersebut perlu menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, jika terjadi kerugian maka negara tidak memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan atau jaminan terhadap dana tersebut.

 

“Di UU No. 34 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Haji, itu tidak dijelaskan bahwa negara menjamin dana haji yang diinvestasikan. Yang ada, jika terjadi kerugian, maka yang bertanggung jawab adalah pengurus, secara tanggung renteng. Memang di sektor sukuk itu low risk, tapi kalau suatu saat ada kerugian, negara tidak menjamin. Pengurus yang harus bertanggung jawab. Dan ini harus diperhatikan oleh pemerintah,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait