Kepala Daerah Tetap Harus Mundur Bila Nyaleg
Berita

Kepala Daerah Tetap Harus Mundur Bila Nyaleg

MK menolak seluruh permohonan pengujian UU Pemilu Legislatif.

ASH
Bacaan 2 Menit
Kepala Daerah Tetap Harus Mundur Bila <i>Nyaleg</i>
Hukumonline

Pupus sudah harapan beberapa kepala daerah dan PNS yang berniat nyaleg tanpa harus mundur sebagai kepala daerah atau PNS. Ini terjadi setelah MK menolak pengujian beberapa pasal dalam UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD dan DPD (Pemilu Legislatif).

MK menilai Pasal 12 huruf k, Pasal 51 ayat (1) huruf k, Pasal 51 ayat (2) huruf h dan Pasal 68 ayat (2) huruf h UU Pemilu Legislatif tidak diskriminatif.

“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis MK, M. Akil Mochtar, saat membacakan amar putusannya di Gedung MK, Selasa (9/4).

Permohonan ini diajukan empat kepala daerah di Sumatera Barat (Sumbar) yakni Wakil Gubernur Sumbar Muslim Kasim, M. Bupati Tanah Datar Shadiq Pasadigoe, Bupati Solok Syamsu Rahim, dan Bupati Pesisir Selatan Nasrul Abit. Mereka memohon pengujian beberapa pasal dalam UU Pemilu Legislatif khususnya terkait pengunduran diri (permanen) sebagai kepala daerah jika akan mencalonkan diri sebagai legislatif.

Mereka merasa dirugikan jika harus melepaskan jabatannya dengan surat pengunduran diri yang tidak bisa ditarik kembali, sebelum benar-benar terpilih sebagai anggota legislatif. Ketentuan itu dinilai diskriminatif jika dibandingkan dengan jabatan negara dan jabatan politik lainnya. Para pemohon meminta MK membatalkan frasa “kepala dan wakil kepala daerah” dalam Pasal 12 huruf k, Pasal 51 ayat (1) huruf k, Pasal 51 ayat (2) huruf h, Pasal 68 ayat (2) huruf h UU Pemilu Legislatif.

Menurut Mahkamah antara jabatan anggota legislatif (DPR, DPRD dan DPD) dan kepala daerah tidak harus diperlakukan sama meski keduanya sama-sama jabatan politik yang dipilih melalui pemilu. Di sisi lain, keduanya mengandung perbedaan yang nyata yakni ketika anggota legislatif ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak harus mundur. Tetapi, kepala daerah harus mundur jika akan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

“Perbedaan itu masih proporsional dan sesuai kualifikasi dan kondisi masing-masing jabatan,” kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim, saat membacakan pertimbangan hukum.

Jabatan kepala daerah, lanjut Alim adalah jabatan tunggal yang membutuhkan waktu penuh menjalankan fungsi dan tugas pemerintahan sehari-hari. Apabila kepala daerah berhalangan akan menganggu pelaksanaan tugas dan fungsi kepala daerah. Berbeda dengan anggota legislatif yang tidak secara langsung berpengaruh terhadap pelaksanaan tugasnya karena pelaksanaan kewenangannya dilakukan secara kolektif.

“Kewenangan DPR, DPRD dan DPD tidak menjalankan fungsi pemerintahan sehari-hari, tetapi hanya sebatas membuat kebijakan dan mengontrol kebijakan secara umum,” kata Alim.

Mahkamah menilai bila kepala daerah tidak mengundurkan diri saat ingin maju sebagai calon legislatif berpotensi menyalahgunakan jabatannya. Atau paling tidak posisinya lebih dominan daripada calon lainnya yang bukan kepala daerah. “Dalil pemohon itu justru akan menimbulkan ketidakadilan bagi calon lain yang bukan kepala daerah,” katanya

Meski begitu, kedua jenis jabatan itu tetap diberi kesempatan dan hak yang sama untuk mendapatkan jaminan dan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan dengan proses yang berbeda. Karena itu, ketentuan pengunduran diri kepala daerah yang akan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tidak berkaitan dengan pelanggaran prinsip kesamaan di hadapan hukum dan pemerintahan.

“Mahkamah tidak melihat adanya perlakukan diskriminatif dari pasal-pasal yang dimohonkan pengujian karena diskriminatif terkait perlakuan berbeda atas dasar suku, agama, jenis kelamin, ras serta warna kulit atas atas dasar apapun,” tegasnya.

Sementara dalam permohonan pengujian yang dimohonkan dua orang PNS di lingkungan Kementerian Agama yakni Noorwahidah dan Zainal Ilmi bernasib sama. Keduanya, mendalilkan, PNS tidak harus mundur agar dapat menjadi calon anggota DPD. Mahkamah pun menolak permohonan pengujian Pasal 12 huruf k dan Pasal 68 ayat (2) huruf h UU Pemilu Legislatif, khususnya terkait pengunduran diri permanen sebagai PNS.

MK menilai syarat yang mengharuskan PNS mundur jika ingin menjadi anggota DPD tidaklah bertentangan dengan konstitusi dan tidak melanggar HAM. “Dari perspektif kewajiban, keharusan mengundurkan diri sebagai PNS itu tidak harus diartikan pembatasan HAM. Tidak ada HAM yang dikurangi dalam konteks ini, tetapi konsekuensi yuridis atas pilihan masuk arena pemilihan jabatan politik,” demikian pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva.

Usai persidangan, kuasa hukum Muslim Kasim Dkk, Ilhamdi Taufik mengaku kecewa lantaran apa yang didalilkan ternyata berbeda pendapat MK. Namun, ada pertimbangan yang cukup objektif dari MK yang memandang kepala daerah itu jabatan tunggal dan anggota legislatif adalah jabatan majemuk. Sehingga, keduanya tidak bisa dipersamakan.

”Kalau itu dipersamakan ada menimbulkan yang merugikan masyarakat. Tetapi karena ini putusan final, tidak ada upaya lagi, mau tidak mau kita harus terima,” kata Ilhamdi. 

Tags: