“Dalam hal ini, pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada di bawah Presiden,” tutur Hakim Konstitusi Wahiddudin Adams saat membacakan pertimbangannya.
Dengan begitu, menurut Mahkamah, keharusan meminta izin tersebut tidaklah dapat diartikan sebagai suatu pengaturan yang memperlakukan secara berbeda terhadapnya dari warga negara lain. “Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.”
“Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis MK Arief Hidayat saat membacakan putusan bernomor No. 52/PUU-XII/2014 di ruang sidang MK, Rabu (21/1).
Sebelumnya, Yonas dan Baiq lewat kuasa mempersoalkan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Pilpres lantaran mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mencalonkan diri sebagai calon presiden. Sebab, Pasal 7 ayat (1) mensyaratkan gubernur yang mencalonkan sebagai presiden/wakil presiden hanya harus meminta izin presiden, tidak harus mengundurkan diri.
Namun, Pasal 6 ayat (1) UU Pilpres mensyaratkan pejabat negara (menteri, pimpinan lembaga negara) yang dicalonkan oleh parpol atau gabungan parpol sebagai calon presiden ataumengundurkan diri
termasuk gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, atau walikota atau wakil walikota
Selain itu, secara konstitusional harus dianggap benar apabila gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, walikota atau wakil walikota yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai calon presiden atau wakil presiden meminta izin kepada presiden dan tidak mengundurkan diri dari jabatannya. Sebab, seseorang menjabat kepala daerah tersebut berarti ia telah mengikatkan diri ke dalam struktur pemerintahan negara.