Kepailitan SPV dalam Transaksi KIK-EBA
Oleh: Hendra Setiawan Boen *)

Kepailitan SPV dalam Transaksi KIK-EBA

Di Indonesia belum ada perusahaan yang melakukan penerbitan KIK-EBA. Umumnya para pemodal masih memiliki keraguan akan unsur profitibilitas dari KIK-EBA.

Bacaan 2 Menit

 

Menurut penulis, ada tiga kemungkinan putusan yang dihasilkan:

  1. Majelis hakim akan melihat UU Kepailitan secara an sich, mengingat Peraturan Presiden, Keputusan Bank Indonesia maupun peraturan BAPEPAM-LK bukan produk peraturan perundang-undangan yang sejajar dengan UU Kepailitan, sehingga masing-masing produk hukum tersebut bukan lex specialis dari UU Kepailitan, karena adagium hukum yang berlaku menyatakan peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi; atau
  2. Majelis hakim dalam tugasnya untuk menemukan hukum (rechtvinding) akan mengadopsi definisi perihal harta bersama dalam berbagai peraturan perundang-undangan mengenai EBA dan mengisi kekosongan hukum pada Pasal 2 UU Kepailitan; atau
  3. Majelis hakim akan melihat bagaimana harus menyikapi global note ini melalui penelahan praktek di lapangan, baik di antara praktisi pasar modal maupun rangkaian-rangkaian putusan pengadilan yang sudah ada sebelum permohonan kepailitan tersebut diajukan.

 

Penulis cenderung berpendapat untuk sementara ini bahwa walaupun legalistik formal menuntut agar global note dan pecahannya dianggap sebagai satu-kesatuan utang, namun secara materiel, global note yang dipecah kepada beberapa investor seharusnya menjadi berjumlah sama dengan jumlah keseluruhan investor yang memiliki bagian dari satu itu. Memang global note seharusnya merupakan hak milik bersama yang terikat sehingga masing-masing pemilik bagian tidak dapat secara bebas mengambil tindakan pengurusan dan pemilikan atas hak bagian mereka. Hal ini berbeda dengan hak milik bersama yang bebas, dimana masing-masing pemilik bagian mempunyai kebebasan untuk melakukan pengurusan dan perihal kepemilikan atas hak bagian mereka dalam bagian hak milik bersama tersebut.

 

Konsep bahwa global note (ataupun kumpulan piutang) merupakan hak milik bersama yang terikat, yang seharusnya bersumber dari Pasal 526 KUHPer, sebenarnya harus ditinjau ulang mengingat pada pemilik harta bersama yang terikat, dipersyaratkan para pihak dari semula tidak menyadari atau tidak berkeinginan untuk memiliki sesuatu benda secara bersama-sama, inilah yang membedakan hak milik bersama yang terikat dengan hak milik bersama yang bebas.

 

Sangat kecil kemungkinan para investor KIK-EBA tidak menyadari bahwa mereka hanya membeli bagian dari sebuah hak milik bersama, berdasarkan pemikiran ini, seharusnya KIK-EBA masuk dalam kategori hak milik bersama yang bebas (Pasal 527 jo Pasal 1166 KUHPer bukan Pasal 526 KUHPer). Sebagai hak milik bersama yang bebas, tentu para investor memiliki hak tagih tersendiri yang sesuai dengan bagian mereka, dan karenanya dapat dianggap sebagai kreditur konkuren dengan hak pelunasan secara pari passu dan pro rata.

 

------

*) Penulis adalah associate pada sebuah kantor advokat.

Tags: